Selamat membaca, hope you like it <3
***
Martin membuka kelopak matanya saat merasakan sihir milik Eros lepas kendali begitu saja. Dia memusatkan sihirnya untuk mengontrol Eros. Namun, sihir itu malah berbalik menyerang sehingga membuat cairan merah keluar dari mulutnya.
"Martin, kau baik-baik saja?"
Martin menyeka sisi mulutnya dengan tangan, lalu menatap tajam pada dinding di depannya sambil mendengus kesal.
'Dasar nenek tua!'
Dia kembali mengontrol sihir milik empat penyihir dalam diam. Elee yang melihat itu hanya menghela napas, kemudian memfokuskan penjagaannya yang sempat longgar untuk tiga belas orang di balik dinding itu.
***
Kretak Kretak Kretak
"KKRRGGHHHH, AAARRGHH!"
Eros tersenyum miring dalam tugas pribadinya. Dia sangat puas melihat para penyihir murahan itu dililit oleh batang dan akar pohon asli buatannya, bukan murahan seperti yang tadi.
Eros melirik salah satu prajurit di sampingnya, lalu bertanya, "Hei, katakan padaku. Haruskah nenek tua ini mengganti batang dan akar pohon biasa itu menjadi penuh duri?"
Prajurit yang ditanya Eros itu hanya diam tak menjawab. Bukan kehendaknya untuk menjawab pertanyaan dari Eros yang nantinya bisa menjadi sebuah perintah bagi nenek itu.
"Tunggu!"
Gasendra menjentikkan jari dan langsung berteleportasi ke samping Eros.
"Hentikan, Nek!" Gasendra menghentikan kegiatan Eros menggunakan sihirnya dan membuat wanita tua itu menoleh dengan tatapan kesal pada Gasendra.
"Kau ini sebenarnya mau apa, sih?" tanya Eros dengan kesal. Dia tak paham lagi dengan pola pikir sang pangeran. Pria itu kan punya sihir yang melebihi Eros, tapi kerjanya lama sekali. Padahal tinggal hukum, bunuh, dan semuanya selesai. Tak perlu berminggu-minggu menghentikan pemberontakan yang berada di Urdapalay.
Brak!
Eros dan Gasendra kompak menoleh pada asal suara dan menemukan para penyihir yang dililit sihir Eros terjatuh di atas tanah dengan kondisi yang cukup mengenaskan. Patah tulang sampai kehabisan oksigen membuat wajah mereka menjadi pucat pasi bak mayat.
"Aku memanggil kau ke sini untuk bekerja sama, bukan untuk bekerja sendiri," kata Gasendra memberi jawaban penjelas bagi Eros. Setidaknya nenek tua itu mengerti kalau kerja sama dalam pasukannya itu sangat penting.
Uluran percakapan singkat itu memberikan kesempatan untuk penyihir terkuat di sana agar memulihkan kondisi dan stamina dengan sihir hitam yang tersisa. Rupanya penyihir hitam itu jauh lebih kuat daripada dua penyihir lain yang sudah tewas mengenaskan di sampingnya.
Melihat penyihir hitam pulih, para pemberontak pun mengambil pedang di saku celana dan ikut menyerang mereka.
Sepuluh prajurit Mahaphraya dan Balges pun tak mau kalah, mereka juga ikut mengeluarkan pedang sihir dan pertempuran pun terjadi.
"Eros, ya? Nenek tua yang tidak menua itu ... apakah kau mengenalku?" tanya penyihir hitam terkuat di sana. Dia mengeluarkan aura negatif yang sangat-sangat tak disukai, baik oleh Gasendra maupun Eros.
Eros berkacak pinggang sambil menunjuk penyihir hitam itu dengan wajah terkejut.
"Kau ...!"
Penyihir hitam itu tersenyum miring dan terkekeh kecil di tengah-tengah peperangan yang dilakukan oleh pengikutnya dan juga prajurit kerajaan.
"Kau menging–"
"Memangnya kau siapa sampai harus ku ingat?" Eros mengedikkan bahu tak peduli dengan status maupun nama pria yang berada jauh di depan sana. Baginya, penyihir hitam adalah penyihir murahan yang harus dihancurkan dan diberi hukuman abadi. "Tapi, terima kasih deh karena kau sudah mengingat nenek tua ini."
Psssh Sraaak
"Sialan kau!"
Brak Brak Brak
Penyihir hitam itu terus meluncurkan serangan sihir rantai berduri pada Eros yang tentunya juga mengenai Gasendra yang ikut terkena dampaknya.
"Dasar nenek tua bau tanah!" berang penyihir hitam itu.
Eros tertawa melengking dengan wajah yang mengejek. "Aku ini penyihir menara, bodoh! Jika aku mati, tidak akan kembali ke tanah melainkan terurai dibawa angin!"
Gasendra yang sejak tadi menghindari serangan itu mulai geram dan membalas balik pada pria bodoh di bawah sana.
Psssshh
Brak Brak
Bledum Bledum!
Beberapa kali serangan Gasendra meleset mengenai dinding dan juga berhasil membunuh beberapa pemberontak.
Eros yang berada tak jauh dari tempatnya pun tersenyum puas melihat aksi yang dilancarkan oleh Gasendra.
"Nah, seperti itu dong dari tadi."
Kini gantian sihir Eros yang melesat ke arah penyihir hitam tersebut. Namun, serangan Eros malah meleset lebih jauh daripada milik Gasendra tadi sehingga membuat Eros menggerutu kesal.
"Apa Martin mengontrol sihirku lagi? Kalau iya, sialan sekali dia!"
Eros dan Gasendra terus menyerang penyihir hitam yang bertarung sendirian itu tanpa ampun. Bukan tanpa sebab mereka menyerang tanpa ampun. Selain karena penyihir hitam itu adalah musuh mereka, juga aura negatif dan bau sihir hitamnya yang tercium seperti bangkai sukses membuat keduanya mual.
Apalagi sihir putih milik Gasendra yang sudah merasa sedikit ketagihan saat bertemu dengan sihir hitam itu. Dan kondisi tersebut sangat membahayakan bagi dirinya.
"Nek, dia belum mandi berada tahun, sih?"
Eros mengernyitkan dahi, kemudian tertawa menampakan deretan giginya yang hampir menguning.
"Tanya saja sendiri pada orangnya," jawab Eros yang langsung menghentikan tawa.
Ada satu kebiasaan Gasendra yang sangat terkenal oleh seisi lingkungan Istana Mahaphraya, yaitu kebiasaannya saat bertarung. Sosok Pangeran Mahaphraya itu suka membuat lelucon konyol saat bertarung menghadapi para musuh, bahkan yang lebih kuat darinya sekali pun. Kebiasaan itulah yang membuat para musuh merasa terpancing emosinya karena dia masih sempat untuk membuat lelucon dihadapan mereka.
Sepertinya efek lelucon Gasendra juga berhasil memancing emosi penyihir hitam itu.
"Kau masih bisa membuat lelucon?!" Penyihir itu merapalkan mantra, lalu mengeluarkan sihir untuk menyerang Gasendra. "Terima ini!"
"Oh, wow!" Gasendra mengelak ke sana ke mari saat mendapat serangan yang bertubi-tubi sekaligus. "Nek, dia agresif sekali!" adu Gasendra pada Eros.
"Fokus untuk dirimu sendiri, bodoh! Nan–"
BUMM!
"Ugh!" Gasendra jatuh tersungkur di atas tanah dengan sebuah rona hitam yang langsung menyebar ke tubuhnya.
'Oh, tidak! Kutukan ini ...!
"Gasendra!" pekik Eros saat melihat lengan dan kuku-kuku Gasendra yang mulai menghitam terkena kutukan dari penyihir itu.
'Uh, ini tidak boleh terjadi!'
Perlahan rona hitam itu mulai menghilang dari tubuh Gasendra digantikan dengan dirinya yang terbatuk dan mengeluarkan cairan merah dari mulutnya. Eros yang melihat itu menghela napas lega, lalu memfokuskan sihir penyerangannya lagi. Dia hampir melupakan Elee yang bertugas melakukan sihir pemurnian tiga kali lipat di luar sana.
'Syukurlah ....'
Gasendra menyeka bercak darah di mulutnya, kemudian bersiap mengeluarkan Sihir Ignis Mahaphraya. Sebuah bola api yang sangat besar keluar dari atap ruangan tersebut dan langsung menyerang penyihir hitam dalam satu serangan besar.
Criing
Eros mengeluarkan sihir lain dengan cepat untuk meningkatkan sihir penjagaan bagi prajurit Mahaphraya dan juga Balges, tepat sebelum bola api itu menyentuh sang penyihir.
BLEDUM!
Suara ledakan besar diiringi dengan kobaran api yang muncul dan membakar para pemberontak, penyihir terkuat, serta dua mayat penyihir yang sudah tewas lebih dahulu.
Napas Gasendra memburu seiring dengan suara kobaran api. Matanya membola saat merasakan ada cairan yang naik ke tenggorokan dan dia segera membungkam mulutnya.
"Uhuk!" Cairan merah segar mengalir keluar dari mulutnya karena terlalu memaksakan diri.
'Hah ... hah ... ternyata ... aku belum bisa mengatur ... Sihir Ignis ....'
Balges yang melihat sang pangeran terhuyung sambil membekap mulutnya pun segera berlari dan menahan dengan sihir.
"Pangeran!"
Eros mendekat ke arah kobaran api, lalu merapalkan mantra penguncian sihir. Seketika cahaya hitam yang sejak tadi ingin keluar dari balik kobaran api pun masuk kembali ke jiwa sang penyihir hitam.
Wanita itu memicingkan mata melihat apa yang terjadi di balik kobaran api itu. Sihir Ignis memang diwarisi untuk penerus takhta yang efeknya sangat besar. Dia tahu kalau sihir yang digunakan Gasendra belum sepenuhnya sempurna, tapi tetap saja sang pangeran mampu bertahan sejauh ini. Apalagi sebelum mengeluarkan sihir itu, dia sempat terkena kutukan.
Rasa penasarannya teralihkan saat mendengar teriakan menggema dari Balges yang berusaha menyadarkan Gasendra.
"Oya, aku lupa dengan bocah itu." Eros pun berbalik dan menuju Gasendra yang pingsan. Dia menepuk tubuh pria yang ditahan oleh Balges. Bukan tepukan biasa, melainkan tepukan yang memiliki sihir penyembuhan di dalamnya.
Manik itu mulai berkedip dan rona wajah Gasendra sudah pulih seperti semula. Dia memicingkan mata saat cahaya matahari yang muncul dari atap langsung masuk ke retinanya.
"Uhh." Gasendra menghalangi sinar matahari itu, lalu berusaha untuk berdiri.
"Pangeran, anda baru siuman!" larang Balges, tapi percuma. Gasendra sudah berdiri dengan sisa-sisa kekuatannya, kemudian mengarahkan bola sihir ke arah kobaran api.
Krak Krak Krak
Tanah di bawah para penyihir dan pemberontak itu terbelah dan menarik para pendosa untuk masuk ke dalamnya, tenggelam dalam hukuman abadi yang menyiksa dan sakit yang tiada ujung bagi mereka.
Ketika tanah sudah menyatu kembali dan menyisakan ruangan yang berasap karena pertarungan hebat. Perlahan mata Gasendra tertutup dengan sakit di sekujur tubuh diiringi teriakan Eros serta Balges yang terdengar di telinga.
———