Chereads / When Love Comes to Me / Chapter 6 - Spesial

Chapter 6 - Spesial

Motor itu berhenti tepat di depan rumah ku, selama perjalanan tidak sempat protes dengan kecepatan laju motor yang membuat jantung berdebar dengan hebat akibat pengemudinya yang tidak memperdulikan bahaya pada kecepatan.

'Sepertinya Dicky terlihat sangat marah melihatku tadi dengan Adi dan se-posesif itu sikapnya terhadapku, namun kenapa ekspresi wajahnya kini lebih tenang ketimbang tadi ... senyum konyolnya nampak lagi' batinku

Aku turun dari motor dan mengembalikan helm itu ke Dicky.

Dicky melepas helmnya dan merapikan rambut coklat yang terjuntai tipis didepan wajahnya, potongan rambut barunya yang diterpa sinar lampu jalan itu terlihat berkilau.

'Sial, dia berpose!! biar kamu memang berniat tebar pesona didepanku, baru kali ini dia terlihat sangat tampan' batin Susan.

Tiba-tiba muncul suara kaset kusut dipikiranku.

'Iiishhh apa sih! ternyata dia memperhatikan ekspresiku'

"Kenapa??" Dicky tersenyum "Jangan lihat lama-lama nanti kau mimisan, pesek!" mendorong hidung ku dengan telunjuknya.

"Jadi kau seminggu menghilang hanya untuk potong rambut, alasan menjemputku tadi cuma buat pamer begini" Aku melipat tangan didepan dada dan mengembalikan kesadaran kalau itu cuma seorang Dicky.

"Potongan rambut apapun untuk orang tampan sepertiku memang tak ada batasnya" ucap Dicky, tersenyum bangga.

"Uh, tampan! faktor beruntung saja karena kamu keturunan bule! waktu pembagian tampan kayanya kamu begadang ambil antrian paling depan!"

"Hahaha ... kalau cuma faktor beruntung wajahmu tidak akan memerah seperti itu lah, San" Dicky tertawa puas.

"Apa sih gak jelas, sudah... aku mau masuk ke dalam" baru selangkah jalan Susan berbalik berbicara lagi "eh, iya. Makasih ya, aku jadi tau kalau Adi memang buaya"

"Mmm ... Ok, balasannya apa? Nih, aku rela kok, cium boleh. " menyentuh pipinya dengan jari.

"Mau mati?!" Susan mendelik dan bergegas pergi.

"Jangan dong, nanti kamu nikah sama siapa!" Dicky berteriak kecil.

Susan terhenti dan menoleh.

"Apa??"

"Eh ... Gak. Gaak ..."

"Uuugh ... Gak jelas!"

'Rasanya seperti ditampar bakiak, malu sekali ini'

"Hahahaha ... Saaaan ... San" Dicky menggelengkan kepala dan masih tertawa puas sambil menenteng motornya masuk ke halaman arah rumahnya.

****

Dicky terlupa menyampaikan sesuatu dan berniat kembali memanggil Susan. tapi Susan sudah terlanjur masuk kedalam rumah.

'Baiklah ... biarkan ini menjadi kejutan ... aku akan membuatmu enggan meninggalkanku lagi' Dicky tersenyum-senyum sendiri dengan rencananya.

Susan berjalan menuju masuk ke dalam rumah tidak ingin banyak berpikir lagi tentang Dicky.

"Assalamualaikum ..." sapa Susan, langsung masuk kerumah menyeret kakinya serta ransel dengan lunglai, tersentak kaget menemui pangeran tampan yang sudah kembali ke tanah air sedang duduk dan bercakap-cakap dengan orangtua Susan. "Eli??? "

"Oh Hi ... you're back" Eli bangun dari duduk dan membentangkan tangannya untuk memeluk.

"Aaaa ... kamu dari kapan disini?" Susan juga menghampiri tanpa sadar saking senangnya.

"Eee heemmmm ... " Mama berdehem dan bangun dari duduknya.

Susan menghentikan langkah. begitu juga Eli yang menurunkan tangannya drastis, tidak berani memeluk.

"Duh, mama haus ambil air dulu ya, Susan ... salin baju dulu sana ... "

"Eehh iya iya 'mah, santai ... hehehe ... "

Susan bergegas berjalan ke menaiki tangga menuju kamar sambil senyum-senyum sendiri. Mandi, berpakaian rapi, tidak ingin berlama-lama membuat pangeran menunggu.

****

Susan sudah terlihat rapi tapi tetap menggunakan kaos oversize favorit dan celana jeans. Setengah berlari menuruni tangga, nyaris menabrak kak Edo yang sedang menuju kamarnya.

"Ettttsss ... santai dong ... buru-buru amat" kak Edo memperhatikan adiknya.

"Hehehe sorry kaaakk ... sudah sana! ganggu-ganggu saja" Susan mengusir kak Edo yg terhenti ditangga.

Terlihat Eli sedang duduk asik memainkan ponselnya.

" Hei, seru sekali." Susan tiba-tiba mengagetkan Eli.

"Oh hahaha ... nothing" mematikan ponselnya. "apa kabar kamu ... masih lelah habis latihan, ya?" tersenyum manis.

"Gak ... gak lah ... hanya latihan sebentar kok ... "

'Padahal lelahnya minta ampun ini lho ... rasanya hilang sekejap melihat mata biru itu' Susan. Menduduki sofa lain yang berdekatan dengan sofa Eli.

"Hmmm ... jam berapa ini ya ... " Eli melirik jam tangannya "kira-kita terlalu malam tidak kalau aku ajak kamu keluar? ehhhh tapi ... i'm okay, if you ... "

"Gak ... gak kok, mau kemana kita?" sambut Susan cepat.

"Benar nih? ya sudah, kita lihat saja nanti" Eli mengerdipkan sebelah matanya ke Susan. "Oh iya aku sudah izin ke mama kamu by the way, aku juga bilang Zac dan Edo nampaknya mereka juga mau ikut"

'Hiiiiiiii si kakak galak mau ikut juga!' Susan berubah ekspresi tersenyum berat tapi berusaha tidak menampakan itu pada Eli.

"Iya ... iya ... kak Edo dan Kak Zac mau ya" terlihat semangat pura-pura.

'Ekspresi terbohong sepanjang masa ini harusnya menang Oscar' Susan.

Eli berbisik mengecilkan intonasi suaranya. Bergeser duduk lebih merapat mendekati telinga Susan.

"Padahal kalau tadi tidak diizinkan aku rencana bawa kabur kamu saja tadi"

'Aaaaaaa kuterkam juga mahluk ini' pikiran Susan merasa gemas sendiri mendengar pria tipe nya ini.

'Hormon yang berbicara itu lho bukan aku. Serius!' sedikit pembelaan lagi dalam hati.

"Hahaha ... tidak ... mana berani aku". Jelas Eli. Tau betul bagaimana kakak kandung Susan yang over protektif itu.

'Iiiiiisssh orang ini minta dijambak' Susan

"Hehe iya lah, iya ... kak Edo kan kamu tau sendiri" kecut.

Eli memandang sekitar kemudian meraih tangan Susan di sampingnya.

'Tanganku dingin' batin Susan

"Bukan itu maksudnya ... bagiku Perempuan seperti kamu kan harus kuminta dengan sopan ... " Eli tersenyum manis sambil menatap mata Susan.

'Gila! aku bisa gilaaa ... tolong psikolog toloooooong ... orang ini juara gombal sekecamatan!' batin Susan. Semakin gemas dengan kegombalan pria tampan ini.

"Eee heemm !" Kak Edo pun datang sudah berganti pakaian, sempat melihat saat Eli dan adiknya perpegangan tangan.

Sigap Eli melepaskan genggamannya.

"Yuk! kemalaman nanti kita" tambah Kak Edo datar melirik dingin ke arah Eli dan berlalu keluar ruangan.

Susan dan Eli yang canggung sempat saling melirik satu sama lain melihat kak Edo bersikap acuh.

"Okay" Eli bangun dari duduknya diikuti Susan untuk berpamitan pada kedua orangtuanya.

****

Mereka berjalan menuju mobil dan masuk ke dalamnya. Kak Zac duduk di posisi kemudi didampingi Kak Edo yang duduk di depan. Adik-adik duduk di belakang saja, mantapp!

Tenaaang ... mereka tetap duduk berjarak sesuai peraturan pemerintah.

Sebelum berangkat, Tiba-tiba Eli mengatakan sesuatu.

"Sue, eh ... boleh matikan ponselmu saja?"

"Ahh ... iya. Tapi kenapa, 'El?" Susan meraih ponsel dari dalam tas dan mematikannya.

"Tidak ... tidak apa-apa. Nanti kamu tau sendiri"

"Ohhh, okay" Susan tidak menaruh curiga.

****

Dicky kembali masuk kekamarnya saat pukul delapan. Saat sebelumnya dia sibuk menyiapkan sesuatu di taman belakang, bergegas mandi.

Masih berlilitkan handuk dipinggangnya sambil menggosok kepala dengan handuk kecil. Ia merogoh ponsel dalam jaketnya dan memeriksa sesuatu, muncul notifikasi didepan layar yang masih terkunci.

Connection lost

Dicky cepat membuka password ponselnya dan mengecek satu aplikasi di dalamnya.

Phone tracker. Inilah rahasia kenapa selama ini Dicky selalu bisa menemukan posisi keberadaan susan, tapi kali ini tidak terdeteksi keberadaannya, terputus.

Dicky menggoyang-goyangkan ponsel dan berkeliling kamar memastikan tak ada kendala sinyal. Hingga keluar balkon, memandang ke arah seberang rumah.

Lampu kamar Susan terlihat menyala dari arah seberang. Tapi Dicky tidak tau kalau orang yang dicari sudah tidak berada dilokasi.

'Mungkin baterainya lowbatt' Ia mencoba berpikir positif.

Dicky bersiap-siap berganti pakaian. menutupi tubuh atletisnya dengan kaus berwarna putih, melekatkan jam tangan sport berwarna hitam, menggosokan gel ke rambutnya dan menyisir rapi rambutnya yang gelap kecoklatan. Menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhnya hingga ke kaki, tidak ke mulutnya sekalian. Oh, ia makan permen beraroma buah.

Ia mulai menyiapkan segala sesuatunya dengan nyaris sempurna, menurutnya.

Tinggal faktor orang yang dituju yang bisa membuat segalanya tidak sempurna. Sayangnya Dicky belum mengetahui itu.

Setengah berlari kecil ke arah rumah Susan. Dan lagi-lagi memanjat balkon membawa tas kecil berisi satu pot keramik kecil berisi satu tangkai bunga putih yang cantik.

Menemui calon kekasihnya malam ini

Menurutnya ...