Pukul 08.00 pagi itu diliputi rasa bahagia setelah mendapatkan hadiah terhebat yang sekian lama ia impikan, menjadi awal hari dimana ia memulai suatu hubungan yang paling tulus dibandingkan sebelumnya. Kami sama-sama memilih untuk bersama.
Masih bermalas-malasan diranjangnya, Susan yang masih terlarut hayalan tidak menyadari bagian penting yang selama semalaman ia lupakan.
"Hah! ponsel mana ponselku! " bangun mendadak dan meraih tasnya yang sedari malam tadi masih tergeletak dikarpet.
Ia merogohnya mencari-cari ponsel diantara tumpukan benda kecil didalamnya kemudian mengaktifkan kembali.
'Cek pesan ... cek pesan ... ' tidak ditemukan apa yang ia cari, pesan dari Dicky, berharap ia segera ada respon dengan status online pada aplikasi itu.
Beberapa pesan penuh muncul di beberapa grup chat sosialnya.
'Missed call ! Eli pukul 07.00 tadi ... Ahhhh bagaimana aku bisa lupa kalau hari ini dia ingin menghubungiku untuk video call. Hmmm apa dia sudah dikelas ... '
Beberapa detik kemudian pesan masuk.
Eli [ Kau sudah bangun, Love ... ]
'Aaaaaa kupikir hanya mimpi satu malam' Wajah Susan merona.
Susan [ Yah, aku sudah bangun, kamu dimana? ]
berpikir keras harus memanggilny apa
Susan [ Dear ] (tambah Susan)
Eli [ Hahaha so you call me dear ]
'Ya Apalagi! iiissshh'. Susan
Susan memberi emot malu-malu
Eli [ Ah aku sedang dikelas, maaf belum bisa meneleponmu, tunggu saja ]
Emot kiss muncul.
'Aaaa so sweet... ' Susan
Susan [ Okay, Dear ]
Wajahnya semakin merona saat menatap layar berbalas pesan dengan Eli. Kemudian memandangi foto profil Eli yang bukan sama sekali wajahnya, hanya sebuah foto turn table DJ.
'Dia DJ atau apa?? kok aku baru sadar ya' Susan.
Kemudian memeluk ponselnya erat-erat, tersenyum-senyum.
Tapi tiba-tiba pikirannya berubah kosong, teringat seseorang yang sebenarnya ia tunggu untuk memberikan kabar gembira tentang hubungannya dengan Eli.
'Dicky. Kemana ya dia ... sampai detik ini dia tidak berusaha menghubungiku, padahal baru kemarin dia mengantarku pulang ... apa dia sibuk' Susan berusaha berpikiran positif.
Susan bangkit dari tempat tidurnya, dan berjalan menuju pintu balkon. membukanya lebar menghirup udara sejuk meski sudah muncul matahari pagi yang menyorot masuk ke arah kamarnya.
Dalam suasana setenang itu matanya mendadak terfokus saat melihat benda asing diteras balkonnya.
Sebuah vas keramik berwarna putih yg terserak beserta serpihan tanah dan bunga mawar yang kondisinya sudah mengenaskan, tangkainya patah dan kelopaknya yang sebagian remuk dan berserakan.
"Apa ini ... milik siapa ini? kenapa hancur begini ... " Susan terduduk memandangi kondisi bunga itu ditangannya, segera meraihnya dan menaruhnya di atas meja kamar.
'Pasti ini sumber suara semalam, tapi inii ... apa ... ' Susan tidak berani mengira-ngira meski rasa penasaran meliputi pikirannya.
Ia bergegas mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kuliah.
****
Kampus itu terlihat ramai dengan mahasiswa yang sedang duduk-duduk santai didepan kelas, ada yang berkelompok hingga cukup menghalangi lorong kelas, ada yang berdua juga ada yang duduk sendiri sambil melihat-lihat lembaran kertas ditangannya.
Susan melongok ke dalam kelas.
"Hei ... !!" Delta menyambut dari arah jajaran kursi-kursi beserta teman-teman se gengnya di kampus, Urip, Adrian dan Chica. "Anak gila datang!" ucap Delta dengan logat khas daerahnya.
"Apaaa ... kangeen yaaa" Susan tersenyum lebar.
"Heh, jam segini baru datang, ngapain saja kamu" Adrian menyela.
"Ah... dia sih mau ada kuis atau tidak mana belajar. Eh, ingat hari ini Kuis ... untung kau datang sekarang!" Chica
"Hah? Kuis? " sejenak mengingat-ingat "Filsafat?! Mati aku!" menepuk dahi,
"Filsafat dan Psikologi Faal! nah, tuh kan dia benar lupa. Aaahh biasa, pikirannya siiiih drakor terus." kata urip dibarengi tawa ketiga temannya.
"Hhhhh ... " tanpa basa-basi membuka isi tas dan mengambil buku mata kuliahnya.
Susan menarik kursi dan duduk membuka-buka lembaran buku mata kuliah Filsafat.
"Eh 'San, ada kuesioner tuh!" tunjuk Delta, menepuk pundak susan yang sedang serius membaca beberapa point materi yang akan muncul dalam kuis sebentar lagi.
"Kuesioner apa?" tanya Susan, tidak menoleh.
"Gak paham sih ... tapi, kayanya seputar perilaku Submisif, Asertif dan Agresif, kalau yang masuk kriteria nanti dipanggil untuk konseling"
"Hm ... " mengangkat bahu" Apa iya orang semacam kita punya masalah begitu" tanya Susan, mengernyit tidak yakin.
"Kita kan gak tau San, makanya di kuesioner nanti baru kelihatan, rumayan kan konseling gratis" Delta menambahkan.
"Kalau dia tipenya Submisif deh kayanya, semacam suka gak enakan sama orang, ya kan 'Del" jelas Chica
"Yaaa ... lihat nanti sajalah ... ini kuis inii lhoo ... heloooo ..., sini kuesionernya!" Susan merampas kuesioner tadi.
Susan dengan cepat melihat-lihat tiga lembaran kertas berisi sederetan pertanyaan tersebut. Membaca dua nama yang tertanda di lembar bagian akhir.
Dosen pembantu : Ike Widjaya M.Psi
Konselor : Brian A. W Ph.D
Susan memperhatikan nama tersebut, kemudian teringat sesuatu.
'Aaaaaaaa aku jadi lapar! '
Anak gila
****
Sementara itu, di suatu kamar kos berlokasi pada daerah yang sama tidak jauh dari kampus, seorang pria sedang meringkuk pada hamparan karpet dalam keadaan setengah tidur.
"Hei bangun ... sudah jam 10 ini, ke kampus tidak?" tanya Agus
Dicky membuka setengah matanya melirik ke arah Agus yang menendang-nendang ujung kakinya sedari tadi.
"Gak. Aku absen hari ini, titip kartu tolong di barcode saja."
"Sekarang gak bisa 'Dic, absen barcode juga lebih ketat, satu orang harus pegang kartunya sendiri"
"Ah, terserah lah. Tidak absen juga biarkan saja. Aku malas!"
"Ya sudah ya, kutinggal dulu. Nanti siang kau belikan aku makan ya! anggap saja itu hutangmu karena membangunkan orang pagi-pagi buta Hahaha" sindir Agus
"Iya berisik, pergi sana! "
Agus pergi meninggalkan Dicky dalam kamar kos itu, Dicky kembali memeluk bantal dengan mata sembabnya, tubuhnya yang lunglai seperti kehabisan energi enggan beranjak sedikitpun.
Namun beberapa saat kemudian ia mengambil ponsel dari saku celananya, membuka ponsel dan tidak ada pesan dari orang yang diinginkan. Hanya sebuah notifikasi dari aplikasi tentang keberadaan Susan yang berjarak kurang dari 1km.
Dicky menatap lama sambil mengusap-usap nama itu di layar ponselnya. Menekan beberapa detik, kemudian menekan tombol ...
DELETE NOTIFICATION
Dicky meletakan ponselnya dengan sembarang dan memeluk erat lagi bantal disisinya, perlahan memaksa memejamkan mata.