Sore itu, Eli memakai kaus polo hitam berlengan pendek, sedangkan Susan terlihat salah kostum menambahkan jaket hoodie berwarna Navy diluar kausnya.
Sepintas Eli membuang pandangan tersenyum menyembunyikan tawa.
"Apa Indonesia sekarang sedang musim semi ya??" tanya Eli, tertawa.
"Hah? memangnya ada musim semi disini ..., bercanda ah!" balas Susan, meninju pelan lengan Eli sambil tersenyum malu-malu.
'Cyee pegang-pegang ... ' Susan bermonolog.
"Hmm ... sebentar ... " Eli mengusap dagunya seperti mengira-ngira. Memperhatikan penampilan Susan yang memandang balik keheranan.
"Coba, tidak perlu pakai sweater deh ... bagaimana jika kau lepas saja." ucap Eli.
'Apaaaahh ... Suruh lepas lepas. Memangnya kamu mau apaa ... aku masih suciiii hehehe.' canda Susan dalam hati.
"Tapi kan, kaaan ... kita mau keluar." tanya Susan
"Kamu pakai kaus kan?? " tanya Eli kembali.
"Iya" jawab Susan
"Lepas saja, biar terlihat seperti perempuan, hahaha. Tidak perlu takut Sue. Serius, tidak akan terjadi apa-apa kok. Hahaha" balas Eli, tertawa geli.
Susan melepas jaket dan terlihat memakai kaos putih yang berukuran pas ditubuhnya. Mungkin karena tidak terbiasa Susan terlihat salah tingkah karena harus menutupi bagian dada dengan melipat tangannya.
"Kamu kenapa? memangnya lagi sakit?" tanya Eli, berubah khawatir karena mengira Susan terlihat seperti orang meriang yang memeluk tubuhnya sendiri.
"Ah ... nggak, gak apa-apa" jawab Susan, menutupi maksudnya.
'Sial! aku tidak terbiasa begini, kalau Dicky lihat bisa jadi viral ini' batin Susan.
****
Kafe
Eli berdiri depan kasir memilih minuman pada sebuah mini kafe terdekat yang mereka kunjungi sore itu. Saat awal tidak ada rencana untuk keluar malah menjadi semacam kencan singkat. Izin dari kak Edo untuk Eli bertamu kerumah dibatalkan, kami dilarang berduaan.
Susan menunggu di salah satu meja sedang merancang hal-hal yang akan dia bicarakan pada Eli sekedar mencairkan situasi karena kegugupan nya sendiri.
Selang beberapa lama kemudian, seorang Pria dengan sweater abu-abu masuk ke area kafe dan ikut mengantri dibagian kasir.
Susan yg sedang sibuk bermain ponsel tidak memperhatikan sama sekali.
'Oooh ini orangnya, hmm ... ternyata dia lebih pendek dari yang kukira ... Huh, tapi rumayan juga lah meski masih tampanan aku, Hih! Tapi Susan, ngomong-ngomong dimana dia ya!' tanya Dicky dalam hati mencari tau keberadaan Susan.
Eli berbalik setelah selesai melakukan transaksi di kasir.
Dicky maju selangkah masih berpura-pura berniat memesan minuman take away, namun tidak bisa menghilangkan rasa penasaran sorotan sudut matanya mengikuti dimana Eli akan duduk.
'itu Susan!' ucap Dicky dalam hati.
Eli menghampiri meja dengan membawa dua gelas cup kopi dingin dan menyodorkan salah satunya untuk Susan.
****
"Maaf mas, jadi mau pesan apa? mas??" tanya Barista, mengulang pertanyaan kedua karena merasa tidak digubris sang pelanggan yang sibuk dengan pandangannya ke arah meja orang lain.
"Mas??!" tanya Barista itu lagi
"LIONG!!" teriak Dicky, terkejut hingga menggebrak meja kasir "maksudnya Long black mas, sorry! fiuuuhh ... " tambah Dicky
Dicky langsung berbalik kekasir menutupi kepalanya dengan hoodie.
"Eh ... Iya gak apa-apa mas, long black ya" balas Barista, canggung dan tersenyum-senyum.
Jari Dicky tidak henti-hentinya bermain-main mengetuk meja kasir menahan rasa kesal sekaligus malu.
Disisi salah satu meja cafe,
"Ow yea. Sue, besok aku ada rencana kembali lagi ke LA, ada beberapa hal penting yang harus ku urus. Kau mau oleh-oleh apa?" tanya Eli, menyeruput minuman dinginnya.
'Cincin tunangan boleh!' canda Susan tersenyum-senyum sendiri dengan pikirannya.
"Sue ... Kenapa senyum-senyum, ada yang lucu??" Eli terheran dengan Susan yang suka senyum-senyum sendiri.
"Oohh ... eh, gak gak. Ya apa sajalaaah ... yang penting kamu selamat kembali kesini" jawab Susan sambil tersenyum.
"Yang betul nih ... ? kata kak Edo kamu suka koleksi yang serba Amrik." Eli memastikan kembali.
"Aaahh gapapa... satu koleksi Hidup juga cukup. Eh!" ucap Susan, kelepasan bicara.
"Apanya yang koleksi hidup?" tanya Eli, bingung dengan kata-kata Susan yang Ambigu
" Ah, gak ... gak ... aku cuma bercanda" jawab Susan canggung
'Duh Susan ... kenapa mulut ini suka kelepasan jujur siiiih ... ' ucap Susan dalam hati.
Dari kejauhan Dicky muncul dengan membawa minumannya menuju meja itu.
"Wah ... wah ... wah ... kok aku gak diajak-ajak ya?!" ucap Dicky, datang secara tiba-tiba mengambil kursi dan menaruh persis disamping susan kemudian duduk disebelahnya.
"Dicky?!" Susan tersentak kaget
"Haha boleh gabung kan??aku gak ganggu kan?" Dicky tertawa kecil menyimpan kesal sambil menegaskan pandangan ke arah Eli.
'Aku mencium aroma perang! rasanya ingin kulingkari kursi Eli dengan garis polisi kuning dan papan tulisan restricted area.' batin Susan khawatir
"Ow, yea ... aaa ... why not!" balas Eli, mengulurkan tangan mempersilahkan duduk. "Your friend, Sue?" bertanya sambil melihat ke arah Susan, "I'm Eli ... " mengulurkan tangan mengajak berkenalan.
"Ini Dicky. Eehh ... dan ini Eli" jelas Susan canggung.
"Dicky! keturunan asli ING--GRISS betawi!" tegas Dicky yang tidak mau kalah dianggap bule.
'Gak usah tegas gitu juga kali ngomong inggrisnya, sumpah ... itu intonasi paling norak yang pernah kudengar dari Dicky ' batin Susan
Eli tersenyum membuang pandangannya menahan tawa dalam hatinya, ini orang kenapa sih? pikirnya.
"Ow, okay!" jawab Eli singkat
Tiba-tiba suasana senyap beberapa waktu masing-masing tenggelam dengan kecanggungan dan pikirannya masing-masing.
Terpaksa Susan membuka pembicaraan yang sifatnya umum-umum saja, tentang sekolah atau hal-hal yang tidak terlalu penting untuk akhirnya bisa menjadi topik pemecah kecanggungan situasi mereka bertiga.
"Ngomong-ngomong ini ... tumben pakai baju ketat begini kamu san!." ucap Dicky sambil menarik ujung bagian lengan kaos Susan.
'Apanya yang ketat!! heiii bule setengah jadi! ini cuma kaos perempuan, bukan kaos oversize yang biasa aku pakai' Protes Susan dalam hati
"Ehm gak, tadi aku pakai jaket ... kan udaranya panas" jawab Susan agak panik. Nah, Viral kan kataku!
"Panas apanya! ini kan ruangan ber AC!" tegas Dicky sedikit berbicara dengan nada tinggi.
"Aku ... " jawab Susan terputus kata
"Aku yang suruh tadi dia melepas jaketnya" jelas Eli memotong perdebatan dengan nada dingin antara mereka berdua, sambil menatap dan membuka layar ponselnya.
"Terus, besok-besok kamu mau pakai apa? bikini??" tanya Dicky tidak menggubris perkataan Eli dan tetap memandang kesal ke arah Susan."Sini kemarikan sweatermu!" pinta Dicky.
Mengambil sweater Susan yang menggantung di sandaran kursi dan menaruhnya ke bahu susan.
"Pakai cepat!" tegas Dicky
'Apa sih ini orang, perintah perintah!' Susan mulai risih dalam hati.
Tapi daripada memperkeruh suasana, Susan memilih mengikuti perintah Dicky yang sepertinya siap berdebat lagi kalau tidak dituruti.
Susan memakai kembali sweaternya dengan perasaan tidak enak, sesekali memandang Eli yang masih dengan ekspresi datar memainkan ponselnya.
"Oh ya, nih ... aku mau tanya. Dari kemarin ... pesanku gak kamu balas, aku ajak keluar kamu gak bisa terus, sekarang kamu malah keluar rumah, mulai pilih-pilih?" tanya Dicky, melingkarkan tangan kanannya dipundak susan, meski sedang bertanya ke susan kali ini pandangan Dicky tertuju ke Eli, memandang sinis.
"Kamu ini apa sih, kamu sendiri ngapain disini??" tanya Susan mulai membalas kesal.
"Aku—aku kebetulan saja lewat, aku haus ... sah sah saja kan kalau aku mau beli?" ucap Dicky canggung merasa terpojok.
Eli mengangkat alisnya dan melihat ke arah Dicky dalam posisi tetap tertunduk melihat ponselnya, Susan melengos merubah posisi duduk lebih condong ke arah Dicky menunjukan sikap butuh penjelasan lebih, dan berbalik menatap tajam.
"Sejak kapan kamu haus beli-beli minuman di kafe begini, memangnya gak ada mini market? biasa juga ngopi di warkop sebelah kampus!" tegas Susan memberondong kata-kata dengan nada kesal.
Eli kembali menatap layar ponsel nya sembari mengetik sesuatu, enggan terlibat dalam perdebatan kecil antara Susan dan Dicky.
"Terserah aku dong!" jelas Dicky kesal, malas menanggapi.
"Hhh ... ya sudah, guys. Sebaiknya aku pergi saja." tegas Eli seketika beranjak bangun dari duduknya memandang mereka berdua.
"Kamu mau kemana? kita kan belum lama duduk disini ... " pinta Susan.
"Hmm ... ada hal yang lebih penting harus aku siapkan untuk besok, aku tidak mau ada berkas yang tertinggal" jelas Eli
Susan bangun dari duduknya dan terpaku dengan jawaban Eli yang kelihatan agak kesal.
"Tapii ... " ucap Susan.
Eli maju mendekat, kemudian merapikan ujung rambut ditelinga Susan menyisipkan helai kecil yang menyembul keluar.
"Tenang saja, setelah kembali ... aku akan meluangkan banyak waktu ku lagi untuk kamu, karena ... mungkin aku akan disini lebih lama lagi." jelas Eli dengan nada datar dan melirik tajam dengan sudut matanya ke arah Dicky, "Tunggu saja aku! okay Sue?" tambah Eli, meraih ujung dagu Susan dan menjentikannya.
Seketika Eli merubah ekspresi nya kembali tersenyum ke arah Dicky yang kini wajahnya mulai memerah padam.
Sedangkan Susan hanya tertegun tanpa perlawanan melihat sikap Eli yang begitu mengejutkan manisnya.
'Sikap Eli yang dingin itu romantis sekali, aku semakin berharap banyak, apakah aku mulai jatuh cinta'