Pangeran Albert merapalkan sebuah mantra dan membuka portal itu. Ia memasuki sebuah ruangan gelap yang sepertinya berada di bawah tanah. Tetapi ruangan itu juga tidak diketahui berada di bangunan bagian mana. Pangeran Albert tidak pernah sama sekali ke sana. Ruangan itu terasa sangat asing dan memberikan kesan yang sangat dingin. Bukan karena suhu tetapi suasananya. Ruangan itu sangat gelap. Kegelapan yang menjadikan obor sebagai penerangangan. Apabila tidak berhati-hati, orang bisa saja tersandung tanpa mengetahui apa yang menyandungnya.
Meski belum terlihat siapa pun di sana, adanya rasa tidak aman, membuat anak itu menghilangkan tubuhnya dari pandangan. Ia memelankan langkahnya seolah memasuki kandang hewan buas. Insting bertahan hidupnya secara alami aktif setelah ada perasaan tidak enak. Ia bahkan menelan air liurnya beberapa kali karena ternggorokannya terasa kering.
Beberapa langkah telah ia ambil dan akhirnya mulai terdengar suara. Suara orang yang sayup-sayup sedang bercakap. Di sana, terlihat dua pria dewasa yang tidak mengenakan atasan dan memiliki otot yang sangat kekar. Cukup kekar hingga satu lengannya hampir setara dengan leher kuda. Pangeran Albert mencoba mengintip ke dalam ruangan tempat dua orang itu berada. Di sana tidak ada apa-apa. Hanya ruangan kosong, kecuali satu kursi kayu yang tidak diduduki oleh siapa pun. Anehnya di kedua lengan kursi itu terdapat lilitan tali yang berwarna kecokelatan. Kemudian di bagian lantai terdapat bercak darah yang hampir mengering.
Perasaan Pangeran Albert semakin tidak enak. Ia mulai berkeringat dingin dan kesulitan menarik napas dengan benar. Detak jantungnya semakin cepat dan kedua tangannya juga mulai berkeringat. Ia meneruskan perjalanannya mencari pemilik lencana dengan kaki gemetar.
"ARGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHH!" Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang sangat kencang.
Jantung Pangeran Albert hampir saja keluar hingga ke kerongkongan. Pangeran itu semakin gemetaran dan mulai ragu untuk melanjutkan langkah kakinya. Suara teriakan yang bergema di ruangan gelap itu seperti raungan dari hewan yang terpojok. Bedanya adalah suara itu jelas teriakan manusia. Pangeran Albert kembali menelan ludah dan memejamkan mata sangat rapat. Ia memegang lencana itu erat dan membulatkan tekad. Saat matanya kembali terbuka, ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan mencaritahu asal usul teriakan tersebut. Meski awalnya ia sangat ketakutan, tetapi rasa ingin tahunya lebih besar ketimbang rasa takut itu.
Pangeran Albert berjalan semakin jauh ke dalam, suara teriakan yang ia dengar bukan lagi satu teriakan kencang. Semakin jauh maka semakin jelas. Kumpulan teriakan orang-orang yang tengah disiksa.
"TIDAK … TIDAK …," tampak seorang pria yang tidak mengenakan sehelai kain pun bersujud dan melindungi kepalanya dengan kedua tangannya. Ia berada di dalam jeruji bersama seorang prajurit yang memegang cemeti.
Seenggok daging berlapis kulit. Dan kulit itu terkelupas hingga memperlihatkan benda di baliknya, daging segar. Puluhan? Tidak, bekas cambuk itu sepertinya sekitar ratusan. Pangeran Albert terbelalak seraya menutup mulutnya menggunakan kedua tangan. Ia memastikan suara tarikan napas sekalipun tidak akan terdengar. Rasa-rasanya air mata pangeran muda itu hampir keluar karena mata yang membelalak itu mulai menegring.
"Pria itu adalah pria yang tadi pagi," ucap Pangeran Albert dalam hati. Rupanya pria yang tengah dihukum merupakan orang yang pagi ini berkelahi. Sepertinya ia dihukum akibat perbuatannya itu. Tetapi tetap saja, bekas luka itu sepertinya tidak akan pernah hilang, hukumannya sama sekali tidak sepadan.
"ARGGGHHHHH … TIDAK … TIDAKK … SAYA MINTA MAAF … SAYA SALAH … MAAF … MAAF…."
Semakin banyak. Semakin beragam. Semakin jelas suara itu terdengar. Pangeran Albert seolah memasuki ruangan yang penuh dengan mimpi buruk. Rupanya banyak orang yang tengah disiksa di dalam jeruji. Pangeran itu kemudian bertanya-tanya, apa yang semua orang ini lakukan hingga disiksa sedemikian rupa. Untuk pertama kalinya pangeran itu melihat pemandangan yang sangat bengis dan kejam.
"Aku bilang aku tidak salah," ucap pemuda itu dengan suara parau. Wajahnya pucat pasi, sepertinya ia kehilangan banyak darah. "Ini konspirasi. Aku yakin ada orang yang sengaja berbuat curang!" Pemuda berambut kriting sebahu itu bersikeras untuk tidak mengaku salah. Tampaknya orang-orang disiksa dengan tubuh yang ditelanjangi agar bekas lukanya tidak terlihat ketika mengenakan pakaian.
"Apa kau berani membantah perintah Raja?" Tanya pria yang tampak familiar itu kepada pemuda tadi. Rupanya dia adalah orang yang Pangeran Albert cari.
"Cuih," pemuda itu meludahinya.
Ah, wajahnya merah padam. Urat kepalanya sampai kelihatan jelas. Entah apa yang akan terjadi kepada pemuda itu.
"ARGGGHHHHHHHHHHHHHHH!" Mata pemuda itu mulai berair, "TIDAK … TIDAK …."
Darahnya mengalir deras ketika tubuhnya mulai disayat. Perlahan daging segar mulai kelihatan dan jatuh di lantai seperti buih. Selain sayatan itu, hal yang paling menggelikan adalah ia harus merasakan besi panas yang ditempelkan di kulit punggungnya. Luka bakar itu pasti tidak akan pernah hilang seumur hidupnya.
Pangeran Albert jatuh terduduk diam. Bukan karena ia betah tinggal di sana, kakinya sama sekali tidak mampu bergerak. Sama sekali tidak ada kekuatan yang dapat menopang tubuhnya. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah menangis dalam diam. Ia menutup mulutnya rapat. Sangat rapat hingga udara sekalipun sulit untuk masuk.
"Tenang saja, kau tidak akan dibiarkan mati," bisik pria itu kepada pemuda yang terlihat sekarat. "Kau akan disembuhkan menggunakan 'sihir'," tambahnya.
Pria itu kemudian mencengkram wajah pemuda itu menggunakan telapak tangannya yang besar. Ia menatap pemuda itu dengan tatapan nanar kemudian berbisik, "Hanya saja setelah kau disembuhkan, kami pasti akan menyiksamu lagi. Sepuluh kali, seratus kali, bahkan seribu kali kami akan mengulangnya," mendengar hal tersebut, air mata pemuda itu terus mengalir. Tatapannya hampir kosong, ia hanya merasakan sakit.
"HAHHAHAHAHAHHAHA …," pria itu tertawa terbahak-bahak kemudian pergi dari jeruji dan membiarkan orang menyembuhkan si pemuda tadi.
"Dia adalah …," Pangeran Albert mengedipkan matanya sekali kemudian mengerutkan keningnya. Mata itu memandang tidak percaya.
Pangeran Albert baru sadar karena akhirnya ia dapat melihat wajah pemuda yang tadi disiksa dengan jelas. Pemuda rambut kriting sebahu berwarna cokelat itu rupanya orang yang dia lawan saat tes terakhir perebutan posisi Pusaka Sihir.
"TIDAK … INI MIMPI BURUK," pangeran muda berlari sangat kencang meninggalkan ruangan itu. Ia bahkan tidak sadar bahwa ia telah menjatuhkan lencana yang sedari tadi ia pegang. Jangankan mengembalikan lencananya, melihat pria itu untuk kedua kalinya rasanya tidak ingin. Hanya saja Pangeran Albert tidak sadar. Dari awal ia tidak sadar. Lencana yang terjatuh itu perlahan menghilang dan mengudara. Rupanya benda yang selalu ia pegang itu bukan milik si pria botak tadi. Lantas siapa yang menjatuhkannya? Siapa yang ingin Pangeran Albert mengetahui kenyataan itu?
Pangeran Albert keluar melalui portal dan terus berlari sampai ke halaman akademi. Ia hanya ingin terus bergerak dan melupakan apa yang baru saja ia lihat. Pangeran itu berlari dan berlari hingga jatuh tersungkur karena tersandung batu.
"HOEEEEEKKKKKK!" Anak itu tiba-tiba mengeluarkan seluruh makanannya hari itu. Air matanya keluar karena rasanya ia masih akan muntah tetapi tidak ada apapun lagi yang dapat dikeluarkan.
Beberapa saat setelah mengeluarkan seluruh isi perutnya, tubuh pangeran muda itu terkulai lemas. Pengelihatannya mulai kosong dan semuanya tampak putih. Dengan napas yang tersengal-sengal, perlahan kesadarannya menghilang.
"Pangeran Albert … Pangeran Albert … Albert …," samar-samar terdengar kerumunan yang menghampiri pangeran muda itu.
~