Chereads / Mr. A / Chapter 40 - 40. Dia adalah ....

Chapter 40 - 40. Dia adalah ....

Di tempat ruangan yang hanya diterangi sedikit cahaya. Terlihat seorang lelaki yang berpakaian serba hitam datang dengan dua anak buah yang senantiasa mengekorinya seperti anak ayam.

Mereka mendekati seorang lelaki yang nampak tidak begitu asing. Lelaki serba hitam itu tersenyum dan melakukan hormat dengan wajahnya liciknya membuat lelaki yang berdiri di hadapannya langsung mundur beberapa langkah karena merasa tidak nyaman.

Ia kembali kepada posisinya dan memberi kode kepada anak buahnya. Dengan cepat salah seorang dari mereka mengambil kursi untuk tempat duduk lelaki serba hitam itu.

Ia menyilangkan kaki dan bersidekap begitu sombongnya. Menatap lelaki di hadapannya dengan alis sebelah yang terangkat.

Seketika tawanya pecah dan mengudara bagaikan orang gila. Ia melepas topi koboinya dan nampaklah wajah yang tertutupi oleh masker. Hanya mata yang tajam layang menatap lelaki yang terus menunduk seperti tak ada harga diri di sana.

Hahaha! Tawanya masih berlanjut dan ia berkata, "Kamu memang mata-mata yang bodoh," ketusnya dan melempar sesuatu kepada lelaki itu.

Sontak saja lelaki itu menangkap benda tersebut dengan mata yang menatap lelaki serba hitam itu. Ia keheranan. Kenapa ia diberikan kotak hitam tersebut. Sorot matanya seolah meminta penjelasan dari lelaki hitam itu.

"Hahahah! Buka bodoh!" Lelaki tersebut tersentak dengan bentakan itu. Ia berubah menjadi kejam setelah beberapa saat tertawa seperti orang gila.

Lantas, lelaki itu membuka kotak hitam tersebut. Betapa terbelalaknya ia kala melihat isi kotak tersebut. Sebuah pistol. Karena takut, Ia langsung menjatuhkan kotak tersebut bersamaan dengan pistol itu.

Tanpa ia sadari, tingkahnya tersebut mengundang amarah lelaki gila itu. Wajahnya memerah dengan mata yang menatap lelaki itu dengan tajam.

"Apa yang kau lakukan, sialan?!" umpatnya.

Lelaki itu hanya bisa terkejut. Berusaha untuk tak takut meski jantungnya sudah berdetak tak karuan. Ia takut jika lelaki gila di hadapannya ini akan melakukan hal gila kepadanya yang tak bisa ia bayangkan.

Sungguh! Ia ketakutan. Pipisnya sudah di ujung tanduk dan akan lepas mendarat.

"Ma-afkan aku," ujarnya dengan sedikit terbata-bata.

Lelaki gila itu tersenyum sinis. "Apa? Memaafkanmu? Kau tidak menghargai pemberianku, apa kau pantas mendapatkan sikap baikku?"

"Master black, aku bukannya tidak menghargai pemberianmu. Aku takut melihat pistol yang berlumuran darah itu," jelasnya takut-takut.

"Kau lelaki apa banci? Ini memang tugasmu kenapa harus takut, sialan?" Senyum meremehkan dan berdiri mendekati lelaki yang sudah ketakutan tiada tara itu.

Ia memegang bahunya. "Bunuh A!"

Lelaki itu menegang di tempat. Ia tak menyangka akan diberi tugas dengan membunuh Alister. Tidak! Dalam hati ia menggeleng dengan cepat seolah ia ingin menolak, tapi mulutnya tak mampu untuk mengatakan hal itu.

"Kenapa, kau tidak bisa?" Lelaki gila itu sudah seperti tahu saja isi otaknya.

Ia menggeleng. "A-aku bisa!" Ia keceplosan. Ia tidak bisa menolak, jika hal itu terjadi maka ia yang akan menjadi sasaran amukkan lelaki gila di hadapannya ini.

"Maafkan aku, Master A." Batinnya dalam hati dan menunduk. Merutuki dirinya yang bodoh karena mengikuti perkataan lelaki gila ini.

"Baguslah. Bekerjalah dengan baik atau tidak aku akan menjadikanmu santapan para singa peliharaanku." Lelaki gila itu menepuk bahunya dengan senyum gilanya yang membuat lelaki itu bergidik ngeri dalam hati.

... ...

Keesokan harinya seperti biasa, Agandara pergi ke kampus. Mereka memutuskan ke kampus karena sudah dua minggu absen dan tidak mengikuti mata pelajaran.

Bodoh amat. Bagi mereka itu sudah biasa. Lagipula mereka ini Agandara, yang sangat berpengaruh di setiap sudut persudut kota.

Kini, Agandara masih dalam perjalanan. Motor sport mereka membelah jalanan raya dan sesekali bermain-main dengan maut. Bagaimana tidak, tokoh utama kita yaitu A keasyikan berlenggak-lenggok di jalanan dengan santai. Bahkan bercanda kepada pejalan kaki dan hampir menabrak trotoar jalan. Untung Master kita ini memiliki keahlian dalam bidang ini. Jika tidak, maka dipastikan hari ini A sendiri yang merenggut nyawanya karena sudah berani bermain-main dengan malaikat maut.

Sementara Agandara hanya mengusap jantung menyaksikan kejadian beberapa menit yang lalu itu. Sedangkan Gilang ia sudah mengumpati Alister karena telah melakukan hal konyol yang hampir merenggut nyawanya.

"Apa kau gila, A? Kau membuat jantungku hampir copot!" celetuk Gilang sedikit berteriak.

Soalnya, jika sedang berada di atas motor, Seseorang sangat sulit untuk mendengar.

Agandara mengangguk mantap membenarkan ucapan Gilang.

A, lelaki itu hanya menyengir menganggap santai. Ia memelankan motornya mendekati sang kakak.

"Enjoy, kak. Hidup atau mati itu udah di tangan Tuhan," ujarnya.

Gilang mendengus kesal. "Lo kata lo bakal abadi?"

A menggeleng. "Gak! Mana ada seseorang yang akan abadi kak. Keseringan baca novel lo sih." A terkekeh.

Rayn mendekatkan motornya ke arah Alister. Memberi kode kepada Masternya itu agar memelankan motornya. A menangkap kode itu dan segera memelankan motornya. Rayn segera mendekati A.

"Master," panggilnya.

A mengangguk dengan alis terangkat seolah bertanya 'ada apa'

Mereka yang tiba-tiba sangat memelankan laju kendaraan mereka membuat Agandara dan Gilang penasaran dengan apa yang dibicarakan dua orang itu.

"Kalian bicara apa sih?" tanya Daniel berteriak membuat Rayn dan A menatap Daniel yang tengah berboncengan dengan Abra.

"Bicarain lo!" celetuk Rayn kesal. Gegara ucapannya terhenti karena ulah Niel. Niel sih titisan dari Neo. Si kepo, petakilan, dan tengil kek anak dajjal.

Niel terkekeh. Lucu sekali jika Rayn lagi kesal. Wajahnya sangat imut. Membuat jiwa homo Niel mendesah menguap ke lautan.

"Ucucu, Raynku ngambek. Soh atuh lanjutin dong." Abra hanya tersenyum tipis melihat dua bocah titisan dajjal itu membuat perutnya seperti digelitiki.

"Kalian ngomong apa sih?" Kali ini Gilang yang angkat suara. Jiwa penasarannya meluap seketika. Sepertinya pembicaraan mereka sangat penting.

A dan Rayn mendesah kesal. "Kakak! Diam dong, aku lagi bicara."

Gilang terbungkam dan memilih diam. "Diam." Gilang mengunci mulutnya dengan memperagakan seolah mensrelenting mulutnya.

Rayn dan A kembali fokus ke arah pembicaraan mereka. Para anak-anak dajjal itu membuat mereka kesal karena mengganggu pembicaraan mereka.

"Nomor handphone itu aku sudah lacak siapa pemiliknya," ujar Rayn sedikit berbisik.

"Yang benar? Aku sudah lama memintamu melacaknya, tapi kenapa baru sekarang kau memberitahuku?" tanya A.

Kalian masih ingatkan, ketika A menyuruh Rayn melacak nomor handphone seseorang yang tidak dikenal?

Yah, sekarang Rayn baru bisa memecahkan kasus itu.

"Ya, Master. Namun, entah kenapa saat melacak nomor handphone itu, semua jaringanku berpindah entah kemana. Seolah ada seseorang yang tengah menyambungkan cip hacker di nomor handphone itu. Untung aku cepat mengembalikan semua jaringanku. Dan aku juga sudah mematikan semua jaringan yang mencoba menghacker dan mengambil alih jaringan komputerku. Makanya aku begitu lama mengurus itu dan baru bisa melacak nomor sialan itu," jelas Rayn sambil mendekus kesal kala membayangkan kewalahannya mengatur semua jaringan hacker itu.

A manggut-manggut. Ini bukan keahliannya sehingga membuat otaknya kalang kabut kala Rayn menceritakan jaringan hacker itu. Aiss ... Kenapa juga ia tak belajar tentang hacker dulu? Ini adalah masalahnya.

"Oke. Aku mengerti. Kalo begitu siapa pemilik nomor handphone itu?" tanya A.

"Dia, dia adalah ...."