Argan mengendarai mobilnya menuju mansionnya. Ini masih jam 4 sore dan Argan-Ayah Gilang dan A memilih untuk pulang ke rumah. Biasanya, Argan akan pulang jam 7 malam, tapi kali ini ia pulang cepat karena rasa lelah yang menyelimutinya.
Argan memutar kepalanya yang terasa pegal. Pekerjaan kantor yang banyak membuat Argan cepat merasa lelah.
Beban banyak berada di pundak pria paruh baya itu. Itulah kenapa ia mencari jalan pintas supaya cepat sampai di mansionnya. Argan sudah berkhayal banyak memikirkan kasurnya yang empuk. Ah, terasa sekali enaknya.
Walaupun banyak rumah yang berjejer, tetap saja jalanan terlihat sepi. Sesekali Argan melihat keluar demi rerkibas angin supaya rasa kantuknya cepat hilang.
"Kenapa hari ini aku sangat lelah?" monolognya Argan sendiri.
Mungkin rasa lelah itu terjadi karena faktor umur. Untuk kalian ketahui saja Argan sudah mencapai empat kaki lebih tepat 45 tahun. Lima tahun lagi maka ia sudah mencapai lima kaki ke atas.
Saat itu, penyakit dan rasa lelah akan lebih muda menyerangnya. Ia tak bisa lagi mengurus perusahaannya. Secepatnya, ia harus mengajari kedua putranya itu dalam dunia berbisnis.
Masa tua akan segera menantinya dan itu tidak akan lama lagi. A dan Gilang harus sudah menikah supaya ia cepat menimang seorang cucu. Namun, Argan tak pernah melihat kedua putranya itu mengajak kekasih mereka ke rumah untuk bertemu dengannya.
Ah, anak muda zaman sekarang sangat suka bersantai-santai dalam berpacaran. Mereka sangat pemalu dalam memperkenalkan sang kekasih hati kepada orangtua. Mungkin, itu yang terjadi kepada anak-anaknya itu.
Argan akan menunggu keadaan itu dalam waktu yang cepat, karena kematian tidak ada yang menduga-duga. Jika ia mati, maka ia tak bisa melihat wajah cucu-cucunya itu nanti.
Namun, saat tengah berkhayal tentang kehidupannya dan anak-anaknya, sebuah mobil datang dari arah berlawanan dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Argan melotot melihat mobil itu yang berniat untuk menabrak mobilnya. Reflek, Argan memutar setir mobil untuk berberbelok ke arah yang yang sebaliknya. Suara ban bergesek dengan aspal kental terdengar memekakkan telinga. Sekuat tenaga Argan mengerem mobilbya hingga berhenti membelah jalanan.
Bersamaan itu juga, mobil yang tadinya berniat untuk menabrak mobil Argan berhenti seketika.
Nafas Argan memburu dengan dua kali lipat lebih cepat. Jantungnya beroperasi sangat kuat memompa aliran darah hingga Argan merasakan darahnya mendidih. Emosi seketika menyambar Argan setelah mengetahui keadaannya.
Berani sekali orang itu mempermainkannya. Sial! Argan buru-buru keluar dari mobilnya.
"Apa kau gila? Kau hampir membuat kita tewas!"
"Hai, Tuan Argan Clovis," sapa lelaki pemilik mobil yang ingin menabrak mobil Argan itu.
"Kau? Siapa?" tanya Argan. Karena tidak mengenal seseorang itu yang mengetahui namanya. "Bagaimana kau bisa tahu namaku?"
Lelaki yang dipanggil Eldov itu menyeringai bak seorang iblis. "Ya ampun Tuan Argan. Masa anda tidak mengenal saya. Saya Eldov. Eldov Dean Chandra. Bagaimana, sekarang kau ingat?" Eldov bertepuk tangan disertai senyum liciknya.
Ia mendekati Argan. Sementara Argan dilanda kebingungan. Eldov? Memori di kepalanya kembali berputar.
"Eldov? Kau itu?"
"Ya! Anda telat mengetahuinya. Aku kembali. Senang bertemu denganku?"
"Oh, aku senang sekali bertemu denganmu. Tak kusangka kita kembali bertemu. Saat itu kamu masih berumur 12 tahun. Lihatlah sekarang kau sudah tumbuh sebesar ini. Kau tampan. " ucap Argan dan itu membuat Eldov mengangkat alisnya sebelah.
"Senang akan kematianmu?" tanya Eldov licik.
"Kematianku? Kau masih belum melupakan itu, ya?" Argan bersidekap dada.
"Tentu! Sangat tentu. Bagaimana bisa aku melupakanmu membunuh Kakakku? Dan tentu kau tahu maksud kedatanganku. Aku kembali Argan, untuk balas dendam."
"Kejutanmu kuakui hampir membunuhku, tapi aku ingatkan, Eldov. Aku memang membunuh Kakakmu dan istrinya, karena itu pantas untuk mereka."
Ucapan Argan itu menyulut emosi Eldov dengan cepat.
"Bedebah, kau Argan! Beraninya kau menghina Kakakku."
Eldov tanpa basi-basi meraih kerah baju Argan. Nafas keduanya saling memburu. Bahkan, Argan dapat merasakan deru nafas dari Eldov. Begitupun dengan Eldov, ia dapat merasakan nafas dari Argan.
"Aku ingatkan, Eldov. Kedatanganmu tidak membawa pengaruh besar terhadapku. Karena mau bagaimanapun aku tidak menyesal membunuh mereka." Argan menyerangai tak kalah menyeramkan dari Eldov.
Eldov Dean Chandra.
Musuh bebuyutan Argan yang sudah lama menghilang. Bukan hanya berhari-hari, tapi sudah mencapai 17 tahun lelaki yang bernama Eldov itu menghilang.
Argan begitu terkejut melihat lelaki itu kembali dengan alasan balas dendam. Seperti yang kalian ketahui, balas dendam itu masih belum terselesaikan.
Ini soal kematian dan membunuh. Argan memiliki masa lalu dimana pria paruh baya itu membunuh saudara kandung Eldov dan istrinya. Dan itu kenyataan yang tidak bisa Argan pungkiri. Namun, ia tak menyesal akan kejadian masa lalu itu. Lagipula, kejadian itu sudah lama dan sudah Argan lupakan.
Kenapa Eldov kembali?
Cuih!
Dengan kasar Argan meludahi wajah Eldov.
"Sialan! Kau meludahiku?" Eldov melap kasar wajahnya yang diludahi oleh Argan.
"Kau telah bermain dengan orang yang salah, Eldov. Aku tidak peduli akan kedatanganmu. Lebih baik kau memikirkan kehidupan yang baik untukmu."
"Oh, kau sedang menceramahiku?"
Argan menepis kasar tangan Eldov yang meraih kerah bajunya.
"Kejadian itu sudah lama. Kenapa kau tidak melupakannya?" tanya Argan.
Eldov mundur beberapa langkah sambil menundukkan kepalanya. Kemudian memukul kepalanya dengan keras. Aksinya itu membuat Argan mendelik bingung.
"Apa yang dilakukannya?" gumam Argan pelan.
Bugh!
Bugh!
Eldov terus memukuli kepalanya. "Bagaimana aku bisa melupakan itu, huh!? Apa kau gila menyuruhku melupakan itu?"
"Kau adalah seorang pembunuh, Argan. Dan aku pastikan kau juga akan merasakan hal yang sama." Mata Eldov tajam membuat Argan sedikit ketakutan.
Jujur saja, Eldov lebih muda darinya. Lelaki itu berumur 28 tahun. Lalu bagaimana ia akan menghadapi orang yang tenaganya tentu sangat kuat dibanding dia? Argan berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
Argan tak menyangka Eldov akan kembali. Kenapa ia tak melupakan kejadian lama itu? Memang, Argan tahu betul kehilangan orang yang kita sayang bukanlah hal yang mudah untuk melupakannya. Apalagi jika kematiannya bukan unsur alami melainkan dibunuh. Namun, Eldov sudah tahu betul alasan kenapa ia membunuh Kakak dan istrinya? Kenapa ia masih belum mengerti?
"Kau belum mengerti rasanya dibunuh. Baiklah, aku akan membuatmu merasakannya, tapi bukan saat ini."
"Eldov, mengertilah. Aku membunuh Kakakmu karena dia telah membunuh sahabatku."
"Apa kau hakim yang bisa menentukan hukum untuk menghukumnya atas kesalahan yang telah dia lakukan? Dengan membunuhnya?"
Argan tertegun akan ucapan Eldov. Ucapan lelaki itu sangat benar. Seharusnya ... ia tak melakukan itu. Namun, bukan itu alasan yang sesungguhnya.
"Ayolah, Eldov. Kumohon mengertilah!" seru Argan.
Eldov tersenyum miring dan membuka pintu mobilnya. "Sudahlah. Kita lihat saja nanti." Eldov pun memasuki mobil dan berlalu pergi.
Sementara Argan diam dalam seribu bahasa. Memikirkan ucapan Eldov yang sangat menganggu pikirannya.
"Dia sudah kembali." Frustasi Argan. "Bagaimana jika ia akan menyakiti keluargaku?"
Argan tak ingin memikirkan itu. Besok ia harus menemui Eldov untuk menghilangkan ras salahpaham ini. Segera Argan memasuki mobilnya dan berlalu pergi menuju mansionnya.