Di sebuah tempat yang terlihat seperti markas. puluhan orang sedang berkumpul. Mereka sepertinya bukan manusia baik-baik terlihat dari penampilan mereka yang urak-urakkan.
Pakaian yang bercorak kegelapan dan sekitar dinding ruangan itu dipenuhi coretan dengan tulisan yang tidak baik untuk ditulis atau pun dibaca.
Mereka tertawa dengan mengerikannya. Seolah dunia ini milik mereka saja. Salah satu dari mereka maju dengan sempoyongan. Sepertinya ia mabuk karena minum minuman keras.
Itu terlihat dari botol yang berada di tangannya.
Lelaki itu berdiri dan menghempas botol yang ia pegang tadi ke atas meja dengan keras. Beruntung botol tersebut tidak pecah.
Bukannya takut akan tingkah yang membahayakan itu, yang lainnya malah bersorak ria seperti habis memenangkan sebuah undian bermiliaran rupiah. Pemikiran orang gila memang aneh.
Lelaki itu bersidekap dada. Ia terlihat tampan dan cool dengan headband yang mengikat kepalanya. Matanya yang sedikit sayup karena efek mabuk tak mengikis niatnya untuk bergaya dengan cool.
"Para anggotaku yang baik dan cakep-cakep. Gimana hari libur kalian? Menyenangkan kagak?" tanyanya.
"Aaaaa!"
"Awww!"
Bukannya menjawab malah mereka berteriak sesuka hati mereka. Yah, bisa saja mereka melakukan itu karena tempat markas mereka jauh dari pemukiman warga sehingga warga tidak merasa terganggu oleh kebisingan yang mereka buat.
"Bos!" panggil salah satu dari mereka dengan sedikit berteriak. Ternyata lelaki yang berantakan itu yang sedang berdiri di hadapan mereka adalah bos mereka.
"Ya, Sanjay," jawabnya.
"Liburan ini sangat menyedihkan, bos. Tak ada misi membunuh. Rasanya tanganku terasa kaku jika sehari saja tak mengkerok wajah target kita." Lelaki itu mengungkapkan kesehariannya yang menyedihkan dan membosankan.
"Betul banget apa yang dikatakan Sanjay. Gimana menurut kalian?" Seorang yang diketahui bernama Elroy angkat suara membenarkan ucapan Sanjay. Sedangkan Sanjay hanya mengangguk karena merasa ada yang setuju dengan ucapannya.
Lelaki yang tadi berdiri yang merupakan bos mereka berjalan menghampiri Elroy yang berdiri dan merangkulnya dengan tatapan yang sungguh membuat ngeri, tapi bukannya mereka takut malahan mereka menyeringai layaknya binatang buas yang haus darah mangsanya.
"Gue tahu, itulah kenapa gue ngajak kalian berkumpul lagi, karena kita ada misi dimana urat-urat tangan kita akan direnggangkan." Bos itu melotot dengan sangat menyeramkan.
Elroy kegelian melihat bosnya itu yang melotot membuatnya langsung memukul dada bosnya itu dengan pelan.
Dengan lebaynya bos mereka itu malah berpura-pura kesakitan. "Akh!" Ia memegang dadanya dengan lebay sambil memasang wajah pura-pura sakit.
Tingkah bos mereka itu mengundang tawa para anggotanya yang mengudara.
"Hahaha!"
Bos mereka itu kembali dengan sikap kalemnya dan menatap anggotanya dengan lekat. "Misi kita adalah bertaruh membunuh seseorang."
"Membunuh?" tanya Sanjay tak percaya dengan mata yang melotot.
"YEAH! Itu yang kumau!" Seorang dari mereka bersorak dengan tangan terangkat di atas. Nampak bahwa ia sangat menyukai apa yang baru dikatakan oleh bos mereka itu.
Lelaki itu kembali bersikap lebay dan mengarahkan sarangeonya kepadanya para anggotanya.
"Apa sih yang gak untuk anak buahku," ucapnya dengan centilnya. "Ini Arkanio Sean yang akan membuat dunia menjadi milik kita." Yah, ia bernama Arkanio Sean. Bos dari kumpulan gangster yang berbahaya. Nama gangster mereka adalah Evox yang berjumlahkan 20 anggota.
"Taruhan membunuh siapa Kan?" tanya Guntur dan anggota lainnya mengangguk. Mereka tidak sabar mendengar target baru mereka ini.
Sudah lama mereka tak membunuh karena diliburkan oleh Arkan sang ketua gangster dengan alasan berehat dari tugas membunuh yang mulai membosankan.
Namun, pada kenyataanya seorang pembunuh tidak akan pernah bisa lepas dari aktivitas membunuhnya jika itu sudah mendarah daging. Sama halnya dengan Evox, mereka bertugas membunuh ketika ada klien yang menyuruh mereka untuk membunuh seseorang lebih tepatnya mereka disebut pembunuh bayaran.
Arkan merogoh sesuatu dari balik saku celananya, bahkan celananya itu hampir melorot sangking dirinya begitu berantakan. Lantas Arkan menunjukkan sebuah kertas foto seseorang. Ia mengangkat tinggi-tinggi foto itu.
"Inilah sasaran kita, ketua geng motor Agandara bernama Alister branch. Ada yang mengenalnya?" tanya Arkan lekat.
Tiba-tiba Sanjay merasa tak asing dengan foto seseorang yang berada digenggaman Arkan itu. Sanjay bangkit dari duduknya. Matanya menyipit melihat foto itu. "Aku tahu dia!" serunya.
Sanjay melompat kegirangan dan terus berkata 'aku tahu dia' dan terus melompat dengan senyum yang merekah seperti orang gila.
"Kau tahu dia?" tanya Elroy tak percaya. Ia bingung bagaimana Sanjay bisa mengenal lelaki di foto ini. "Lo parah Njay. Lo tahu cogan kagak ngasih tahu gue." Elroy langsung menggeplak kepala Sanjay. Alhasil, sang empu mengadu sakit pada Arkan yang hanya diam.
"Kan, lihat noh si El mukul kepala gue. Sakit ...," adunya dengan manja.
Sementara Arkan hanya tertegun diam dengan otak yang terus berpikir. Sesekali menatap foto Alister yang ia genggam Ada perasaan aneh kala melihat foto A. Ia sepertinya tak asing dengan wajah lelaki ini.
Yah, saat seseorang memberikan foto itu kepadanya, ia tidak sempat melihat karena ia langsung menyimpannya di dalam saku celananya.
"Kenapa rasanya gue gak asing sama wajah cowok ini?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Sanjay dan Elroy yang melihat Arkan bengong melambaikan tangannya ke wajah Arkan. "Hei, Arkan ...," panggil Sanjay.
Namun, sang empu masih saja bengong membuat dua orang itu merasa geram. Lah, apa gunanya ia menari dan memberitahu Arkan bahwa dirinya mengenal Alister Branch. Sebuah kecupan saja tak mendarat di keningnya.
Untuk kalian ketahui, Sanjay dan Elroy adalah pasangan homo yang sudah dua tahun menjalankan hubungan terlarang itu. Arkan sebenarnya sudah tahu, tapi ia biasa saja karena merasa tak ada gunanya mengganggu hubungan sahabatnya itu. Bukan hanya Arkan saja yang tahu, tapi seluruh anggota Evox pun tahu.
Sanjay merasa geram, dengan ancang-ancang ia mencubit pinggang Arkan dan sontak saja sanh empu berteriak kesakitan.
Arkan terpaksa tertarik dari dunia khalayannya. "Lo apa-apaan sih, Njay?" geram Arkan sambil mengelus pinggangnya yang masih terasa panas akibat cubitan super power emak dari Sanjay. Sedangkan Elroy hanya tertawa menyaksikan dua manusia itu.
"Yeh, malah nyalahin gue. Lo tuh yang bengong kenapa?" Sanjay tak terima disalahkan oleh Arkan. Ia sudah benar, 'kan menyadarkan lelaki itu dari lamunannya. Kalo terus ngelamun, 'kan bahaya. Bisa-bisa kesurupan. Itulah yang Sanjay hindari.
"G-gue, sepertinya kenal deh sama laki-laki ini," ujar Arkan sedikit ada keraguan.
Seorang dari anggota Evox berdiri. Ia bernama Gevan. "Mana ada sih yang gak kenal ama tuh bocah yang satu. Anak miliarder dan sering keluar masuk kantor polisi," sahut Gevan terlihat acuh.
"Terus tugas kita ngebunuh nih anak?" tanya Revan yang hanya tadi diam dan kini angkat suara.
Arkan yang masih dalam keraguannya mengangkat bahu acuh. "Ya, begitulah," jawabnya dan duduk.
Arkan masih dalam fokus kemabukkannya, sesuai kebiasaan bos gangster ini, ia akan tidur setelah sejam lamanya mabuk-mabukkan. Anggota Evox yang melihat itu hanya biasa saja karena sudah tahu kebiasaan bos mereka itu. Arkan pun mulai memejamkan matanya dan menuju alam mimpi.
Sanjay, Elroy yang merupakan pasangan homo, Gevan, dan Revan yang merupakan anak kembar mendudukkan bokongnya di sofa. Mereka saling tatap menatap dengan heran.
"Kenapa Arkan terlihat ada keraguan untuk membunuh Alister?" tanya Revan.
"Mungkin ada sesuatu yang disembunyikan oleh Arkan," tebak Sanjay ngasal.
Gevan yang sangat dingin di antara mereka hanya menaiki bahu acuh. "Apapun yang terjadi, A harus mati," ucapnya dengan tajam.
Elroy tertawa sinis. "Pasti. Kita harus memuaskan klien kita."
Sedangkan Revan dan Sanjay yang mendengar percakapan itu hanya bisa diam. Terlebih dengan Sanjay yang terlihat ada sedikit keraguan untuk membunuh Alister.