Chereads / MALPIS / Chapter 20 - Chapter 14 - The Conversations

Chapter 20 - Chapter 14 - The Conversations

Alya termenung ditempatnya. Bagaimana ia harus menelepon Dewa yang memastikan kalau bocah itu sudah makan masakan buatan mamanya. Alya mencari nomor Dewa dan mencoba menelepon.

Pada deringan pertama telepon Alya sudah dijawab oleh Dewa. "Halo," sapanya.

Alya melegakan tenggorokannya. "Kamu dimana?" Nadanya tegas.

"Dirumah." Jawab Dewa cuek.

Alya bisa merasakan nada bicara Dewa tidak sama seperti biasanya. Kalimat singkat juga buka gaya bicara Dewa. Bocah itu tengah bersedih dan Alya bisa merasakannya. "Ngapain aja kamu hari ini?" Alya membuat nada suaranya kembali tegas.

"Dirumah aja." Jawab Dewa sederhana.

Alya merasa tidak nyaman dengan jawaban singkat Dewa. Ia merasa kalau bocah itu marah padanya. Padahal bukan urusannya juga. Tapi rasanya aneh mendengar Dewa menggunakan kalimat singkat.

"Kamu udah makan?" Tanya Alya dengan rasa malu yang ditahannya.

"Ibu udah makan?" Tanya Dewa balik masih dengan nada rendah suaranya.

"Saya sudah. Tadi saya makan bebek bakar." Alya sengaja menyebutkan makanannya.

"Dengan pacar baru?" Tanya Dewa.

Alya kaget. Bagaimana Dewa bisa tahu kalau dirinya benar-benar putus dari yogi. "Kamu tahu darimana?"

"Beneran ibu udah dapat pacar baru di Bali, terus langsung diajak makan bebek bakar?" Tanya Dewa lagi.

Alya mulai kesal. Emosinya membara. Ia akan segera meledak namun ditahannya sekali lagi. "Bukan urusan kamu saya punya pacar baru atau tidak." Ucapnya. "Kamu urus saja diri kamu sendiri. Jangan merengek seperti anak kecil, jangan mengeluh seperti bocah SMP. Kalau kamu laper, kamu harus makan ngapain kamu siksa diri kamu sendiri dan membuat orang lain khawatir." Alya mematikan hp nya. Dewa menatap langit kamarnya dan masih meletakkan hp ditelinganya.

Dewa tahu dari mana gue putus sama Yogi, kata Alya pada diri sendiri. Sebuah mobil berhenti didepan motor Alya. Lampu sorotnya ia redupkan dan membiarkam mesin mobilnya menyala. Alya memperhatikan dibalik silau lampu. Ia berharap orang yang mendekat ini adalah orang baik.

"Mbak Alya?" Tanya suara itu.

Alya mengangguk cepat. "Iya saya Alya." Ucapnya. Perlahan wajah itu semakin jelas setelah muncul didepannya. Alya memperhatikan wajah pria itu. Wajah yang terlihat bersih dan rapi yang menjemputnya. "Mas nya siapa ya?" Alya memastikan. Ia seperti pernah melihat wajah itu.

"Saya orang resort. Tadi mbak bilang kalau ban motornya bocor." Ben menjelaskan. Ia berjumpa lagi dengan perempuan ini. Senyumnya menyeringai tipis. Ia senang bisa melihat wanita ini lagi.

"Iya. Saya sudah tunggu disini dua puluh menit." Keluh Alya.

"Maaf mbak, sini motornya saya pindahkan dulu ke rumah warga biar nanti bisa dijemput dengan mobil angkutan." Jelasnya. Ben menaiki motor itu dan membawanya pelan menuju rumah warga terdekat. Ia kembali setengah berlari. "Mari mbak saya antar ke resort." Ajaknya. Alya membawa belanjaannya dan memilih duduk didepan dari pada dibelakang.

Ben melihat belanjaan itu dan tidak melihat topi pantai yang dipegangnya tadi sore. "Mbak gak apa-apa?" Tanya Ben memastikan.

"Iya. Saya gak apa-apa." Ia tersenyum malu. "Mas kerja di resort ya?"

Ben gelagapan. Bagaimana ia harus menjawab pada perempuan ini. "Emm..."

Hp Alya bergetar dan nama Dewa muncul disana. Alya mengangkatnya. "Halo." Sapanya lembut. Ben terdiam dan memperhatikan perempuan disebelahnya menelepon.

"Makan sendiri itu sepi, buk." Ucap Dewa pelan. Posisinya masih ditempat tidur.

Alya terdiam. Ia menatap jalan didepannya. Ben melirik perempuan disebelahnya.

Tidak mendapatkan jawaban dari wali kelasnya, Dewa memutuskan sambungan telpon itu. Ia merenung sejenak lalu bangkit dari tempat tidurnya dan menghidupkan lampu dapurnya. Ia duduk didepan mejanya dan mulai malahap perlahan masakan mamanya dengan nasi panas yang sengaja dimasak oleh mamanya. Perlahan ia mengunyah makanan itu dan menatap sekelilingnya yang tenang. Bahkan suara tetangganya dari atas juga tidak terdengar.

Ben menurunkan Alya di lobi depan. "Nanti motornya diambil sama karyawan lain. Mbak tenang aja ya."

Alya mengangguk, "Iya makasih mas." Ia turun dari mobil itu membawa belanjaannya. Ia melewati resepsionis dan melaporkan keadaanya yang baik-baik saja. Ia berbalik dan melihat sekumpulan orang melihat ke arahnya dan Alya hanya memberikan senyuman lalu berjalan ke arah tangga.

"Siapa tadi, mah?" Tanya Edwin penasaran saat melihat wanita itu turun dari mobil yang dikendarai oleh adiknya.

"Tumben dia mau turun tangan soal beginian." Seru Arifin yang juga merasa aneh. Mereka sudah tahu kemana Ben pergi setelah mendapatkan penjelasan dari resepsionis. Sarinah dan Malpis pernah melihat wanita muda itu karna mereka mereka sempat menolehnya tadi pagi.

Ben bergabung di lobi dan melihat keluarganya sudah menunggunya. "Masih disini, tunggu apa lagi?" Tanyanya heran.

"Om katanya mau kasi hadiah. Mana?" Tanya salah satu keponakannya.

"Udah lama nih nunggunya dari tadi." Sahut keponakannya yang lain.

Ben baru teringat. "Iya dikamar. Sebentar om ambilkan dulu." Ia berlari menuju kamarnya. Saat berada di lantai lima, Ben menghentikan langkahnya ketika ia melihat perempuan itu berdiri didepan kamar mencari sesuatu didalam tas.

Alya menoleh ke samping kanannya ketika ia melihat pergerakan disana. Ia melihat orang yang membantunya tadi. "Mas," sapanya.

"Cari apa?" Tanya Ben.

"Cari kartu kamar. Terselit kayaknya." Alya terus mencari. "Mas kerja disini?" Tanyanya sambil mencari.

"Enggak. Saya kerja di..." Ben ingin bilang dia kerja di Hotel Malpis, perempuan ini akan bertanya dengan Mita tentang dirinya dan dalam sekejap semuanya terbongkar. "Saya kerja kantor."

"Kantor Resort Malpis?" Tanya Alya menegaskan.

"Bukan. Kantor di Jakarta." Jawab Ben.

"Mas orang jakarta? Terus kalo gitu kenapa tadi bisa tolongin saya?" Alya bingung.

"Tadi kebetulan saya duduk di lobi dan lihat mbak resepsionisnya kesusahan. Saya tolongin aja." Jelasnya. Sedikit banyak ia tidak berbohong soal itu.

Alya jadi tidak enak hati. "Makasih mas, udah tolongin tadi."

Ben merasa senang melihat perempuan didepannya ini. "Gak usah panggil saya mas. Saya belum tua."

"Oh." Alya merapatkan mulutnya.

"Benjamin. Panggil aja Ben." Ia mengulurkan tangan gagahnya pada wanita didepannya.

"Alya." Ia menyambut uluran tangan itu. Seketika perasaan gugup menyerangnya.

Ben teringat sesuatu. "Al, aku bisa permisi sebentar gak. Aku harus ke kamar ambil sesuatu nanti sambung lagi ngobrolnya." Ujar Ben.

"Iya gak apa. Kartu kamar aku juga udah ketemu." Alya menunjukkan kartunya menggunakan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya memegang sebuah sapu tangan yang baru saja ia keluarkan dari dalam tasnya agar lebih mudah mencari kartu kamar hotelnya.

Ben tersanjung metika wanjta itu masih menyimpan sapu tangannya dan dibawanya hingga ke Bali. Ia menahan rasa gembiranya sesaat melihat betapa wanita ini menghargai permberiannya saat itu walau tanpa melihat wajahnya. Alya masuk ke dalam kamarnya dan Ben berlari menuju kamarnya juga untuk mengambil hadiah yang akan diberikannya pada keponakannya.

Dewa menyimpan semua sisa makanannya ke dalam kulkas. Ia mencuci piring bekas makannya dan kembali ke kamar. Malam ini jadwal cuti kerjanya dan ia merasa bosan seorang diri saat ini. Dewa berbaring dan melihat nomor wali kelasnya. Ia ingin sekali berbicara dengan Alya saat ini namun wanita itu pasti menolaknya dan dengan segera menyudahi permbicaraan mereka.

Dewa berdiri dan mengambil jaketnya. Ia keluar dari apartemennya dan menuju parkiran motor.

***

Alya merapikan barang belanjaannya didalam koper. Saat ia melihat tas bertuliskan Agusto, ia teringat Dewa. Tiba-tiba ia kasihan pada bocah itu. Alya merasa kalau kisahnya sudah menyedihkan karena ditinggal dan diselingkuhin oleh pacarnya tapi ternyata ada orang lain yang lebih menyedihkan darinya.

Alya membuka hp nya dan mengirimkan pesan pada Dewa dengan perasaan yang lebih baik daripada sebelumnya.

Jangan merasa sedih karna kamu hidup sendiri. Kenyataannya kamu enggak sendiri. Jalani hidup kamu apa adanya. Pelajari yang pahit, rasakan yang gembira.

Dewa menghentikan motornya dan ia membuka helmnya. Ia merasakan sesuatu bergetar didalam kantong celananya. Ia melihat ke arah depan dan sekumpulan orang beramai-ramai disana dan suara motor terdengar jelas. Dewa membuka hp nya lalu membaca pesan dari wali kelasnya. Tak ada guratan emosi disana. Ia kembali menutup teleponnya ketika selesai membaca pesan itu. Dewa berjalan ke arah sekumpulan orang-orang itu.

Ben berdiri didepan balkon nya yang luas. Ia melihat ke arah balkon kamar 5055 yang berada di sebelah kanannya. Tampak lampu kamar itu masih menyala namun tidak ada pergerakan dari dalam. Udah tidur? Batinnya. Ben menatap pantai didepannya. Ia teringat Arif dan menelepon pria itu.

"Halo pak," jawab Arif setelah dua kali nada sambung.

"Hotel gimana?" Tanya Ben pelan.

"Aman, pak." Jawab Arif yakin. Tak ada kendala hari ini disana. "Resort gimana, pak?" Tanyanya balik.

Ben diam sesaat. Ia melirik ke arah balkon 5055. "Sama saja." Jawabnya. Terlihat bayangan seseorang melintas dari dalam kamar 5055. Ben berdiri tegak dan langsung memandangi kamar itu.

"Ya sudah." Ia menutup teleponnya dan menggengmnya erat.

Alya baru saja selesai mandi dan membereskan beberapa barangnya. Besok siang ia akan kembali ke Jakarta dan ia tidak perlu terlalu repot. Ia berjalan ke arah balkon untuk menatap langit malam sekejap sebelum tidur. Ia hanya mengenakan kaos oblong dengan celana pendek. Rambut panjangnya ia cepol ke belakang.

Ben menahan tawanya ketika melihat wanita itu keluar dengan dandanan rumahnya. Entah kenapa penampilan wanita itu menarik perhatiannya dan memberikan sensasi tersendiri didalam pikirannya.

Alya menguap dengan sangat lebar karena menahan rasa kantuknya. Ia belum ingin tidur secepat ini. Alya memperhatikan kolam renang dibawahnya yang masih ramai pengunjung. Ia ingin kesana tapi berjalan seorang diri rasanya aneh apalagi disana banyak sekumpulan orang yang saling mengobrol. Alya tidak siap jika ia harus diganggu atau digoda.

"Belum tidur?" Ucap Ben dari balkonnya. Ia tidak tahu harus menyapa seperti apa.

Alya mencari sumber suara dan ia melihat Ben, pria yang menolongnya tadi. Senyumnya spontan merekah. "Kamar kamu disitu?" Tanyanya.

Ben mengangguk. "Iya." Ia diam sejenak. "Kamu... mau jalan-jalan ke bawah?" ajaknya. Ia berharap tidak akan ditolak.

Alya menoleh ke arah bawah sekali lagi dan muncul keraguan didalam dirinya untuk mengiyakan. "Boleh." Ucapnya setelah ia menekan perasaan ragunya.

"Aku tukar baju dulu." Sahut Ben sambil memegang kaos oblongnya.

Alya melihat ke bawah dan memperhatikan penampilannya yang kumel. Ia bergegas masuk ke dalam dan memperhatikan wajahnya didepan cermin. Wajahnya benar-benar polos tanpa make-up. Alya dengan segera menaburkan beberapa sentuhan diwajahnya. Ia memakainya setipis mungkin agar tidak terlihat begitu mempersiapkan dirinya agar terlihat rapi. Alya memberikan sedikit lipstik pink di bibirnya. Rambut cepolnya ia lepas dan terbentuk lengkungan alami pada rambutnya.

Alya berlari ke arah kopernya dan membongkar bajunya yang sudah disusunnya. Ia bingung harus menggunakan baju yang mana. Pakaiannya yang lain sudah dipakai. Besok pagi rencananya ia akan mengenakan baju tidurnya malam ini dan celana jeans yang sudah dipakainya sewaktu datang ke Bali. Tapi ia tidak mungkin memakai kaos nya untuk keluar malam ini. Sedangkan baju pulangnya besok adalah baju yang sama dengan baju perginya. Alya membongkar semua barang belanjaanya dan mencari sesuatu.

Tiba-tiba ia teringat kalau ia membeli baju putih di butik tadi pagi. Baju dengan harga mahal itu dipakainya. Alya mengambil gunting kecil didalam tasnya untuk memotong tag harga yang menempel. Dengan rapi ia membetulkan penampilannya di depan cermin didalam kamar mandi.

Bunyi Bel didepan kamarnya berbunyi. Alya mengambil kartu kamarnya dan sejumlah uang kemudian ia selipkan didalam kantong celananya. Sendal tali satu-satunya ia gunakan kembali. Hp nya ia genggam erat. Alya membuka pintu kamarnya dan Ben sudah berdiri disana.

"Udah?" Tanya Ben. Ia melihat penampilan Alya dari atas hingga bawah. Wanita itu menawan dengan caranya sendiri. Tak ada kesan seksi disana dan Ben menyukainya.

Alya menutup pintu kamarnya dan melirik penampilan Ben yang menarik perhatiannya. Cowok itu mengenakan kaos oblong hitam dan juga celana jeans biru tua. Sepatu keds putih dipilih oleh pria itu.

Mereka berjalan menuruni tangga dan saat berada dilobi, mereka berjalan ke arah kolam renang. Area itu masih ramai dan terdapat beberapa orang yang berkumpul sambil tertawa.

"Kita duduk disana aja, gimana?" Tanya Ben. Ia menunjuk sebuah kursi disudut kolam renang yang memiliki payung diatasnya.  Alya mengangguk setuju. Mereka duduk berhadapan dan canggung satu sama lain.

"Kamu mau minum apa?" Tanya Ben.

"Teh hanget aja." Ucap Alya malu.

Seorang pelayan datang menghampiri mereka. Dari jauh Ben sudah memberikan kode kepada pelayan itu menggunakan kedipan matanya. Pelayan itu paham dan bersikap biasa saja. "Permisi, mau pesan apa?" Pelayan itu memberikan buku menu.

"Teh manis hangat satu dengan capuccino hangatnya satu." Pesan Ben.

"Baik. Ditunggu sebentar." Pelayan itu mengambil buku menunya kembali dan berlalu dari hadapan kedua orang itu. Dan mereka kembali canggung.

Ben memperhatikan baju yang Alya kenakan. Ia tahu kalau baju itu adalah baju yang baru dibelinya tadi pagi di butik Limoar. Ia menahan senyumannya dan mengangumi wajah manis wanita didepannya.

Alya tidak pernah membayangkan dirinya akan beada didalam siatuasi seperti ini di sebuah Resort. Situasi ini biasanya hanya terjadi didalam FTV, liburan dan bertemu dengan seorang pria yang kebetulan menolong saat kesusahan. Benar-benar sebuah kebetulan yang aneh baginya. Ditambah lagi ia baru saja putus cinta dan diberikan pria seperti Ben saat ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya.

"Kamu kesini liburan atau kerjaan?" Tanya Ben membuka pertanyaan. Ia bisa menebak kalau jawabannya adalah liburan jika dilihat dari aktivitas tadi pagi.

"Liburan." Jawab Alya. Ia berusaha menatap wajah Ben. "Kalau kamu?"

"Aku juga liburan." Balas Ben. Ia melihat beberapa pegawainya yang memperhatikannya dari jauh. Mereka kembali hening. "Belanjaan kamu tadi banyak. Buat orang rumah?"

Alya mengangguk sambil menahan senyumannya. "Ini pertama kalinya aku liburan ke Bali, sendiri pula. Jadi aku mau belikan oleh-oleh buat orang rumah." Jelas Alya.

"Orang rumah kamu ramai dong sampai kantongnya sebanyak itu." Ben berusaha bercanda.

"Lumayan." Jawab Alya singkat. Minuman mereka datang dan melerai kecanggungan keduanya.

***

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR.