Ben menandatangani dokumen terakhirnya hari ini. Ia menutup map merah itu kemudian bangkit dari kursinya. Pintu kantornya di ketuk dari luar dan Arif masuk ke dalamnya.
"Kerjaan hari ini selesai, aku mau pulang ketemu Elena." Ucap Ben dengan senyum bahagia. Sudah lima hari ia tidak menemui istrinya. Bahkan Elena hanya membalas pesannya di malam hari.
Arif memberikan senyuman yang ikut bahagia walau di ujung bibirnya seperti bergerak pelan dan ingin mengatakan sesuatu yang ditahannya.
Ben melirik ke arah Arif dan memperhatikan tingkah cowok itu. "Ada apa? Ada yang mau kamu sampaikan?" Tanyanya. Raut wajahnya sedikit khawatir.
Arif menggeleng tegas dan menjawab, "Tidak ada, pak."
Ben tampak lega. Ia mengangguk yakin, "Kalau gitu aku pulang dulu." Ia meninggalkan ruangan kantornya. Arif mengikutinya dari belakang.
***
Ben masuk ke dalam rumahnya dan melihat ruang tengahnya kosong. Ia beralih ke dalam kamarnya dan mendapati Elena sedang sibuk dengan hp nya di tempat tidur.
"El," panggil Ben mendekati istrinya.
Elena kaget dan melihat Ben dengan mata yang membesar. Dengan cepat ia menutup hp nya lalu menyimpannya di bawah bantal. Ben yang menyaksikan situasi itu, hanya bisa diam dan menutup mata.
Elena tampak ceria menyambut Ben. Ia bangkit dari tempat tidur lalu mendekati suaminya dengan memberikan pelukan sekilas. "Kamu cepat banget pulangnya?" Tanyanya mesra.
Ben merasakan ada yang berbeda dari pelukan itu, "Aku sengaja selesaikan semuanya supaya kita bisa berdua malam ini." Jawab Ben.
Elena tampak diam sejenak, "Tapi aku..." ia mengucapkannya sedikit pelan.
"Kenapa, kamu ada acara malam ini?" Tanya Ben memastikan. Raut wajahnya sudah tak terbendung lagi.
Elena menggeleng cepat, "Enggak. Aku lelah mau keluar. Aku mau dirumah aja." Jawabnya. Ia memeluk Ben sedikit lebih rapat.
"Kamu mau makan apa, aku masakin?" Tanya Ben lembut. Ia ingin memanjakan istrinya malam ini.
"Terserah kamu aja." Ucap Elena.
"Ya udah kalau gitu aku mandi dulu," Ben mencium kening Elena dan masuk ke dalam kamar mandi.
Elena berlari ke arah tempat tidur dan mengambil hp nya kemudian mengetikkan sesuatu disana. Tanpa ia sadari kalau sepasang mata memperhatikannya dari dalam kamar mandi tanpa sengaja.
***
Ben memasakkan Elena makanan sederhana yang menjadi kesukaan istrinya, Aglio Olio. Pasta jenis itu memang tergolong sangat sederhana namun itulah makanan kesukaan Elena sejak kecil hingga sekarang.
Ben menyiapkan meja makan lengkap dengan air minum mereka. Dan Ben memilih coke sebagai temannya. Tak lama Elena keluar dari kamar dengan menggenggam hp nya dengan erat di tangan kanan. Ben masih menutup matanya akan hal itu.
Mereka menikmati makan malam bersama setelah sekian lama. Elena menceritakan kegiatannya di Bali pada Ben. Dan Ben senantiasa mendengarnya dan bertanya satu atau dua hal. Namun mata Ben memperhatikan hp Elena yang diletakkan tepat disamping piring pasta wanita itu. Perlahan Ben menghela napas.
Setelah makan, Elena membantu Ben dengan mencuci piring bekas mereka. Ben berdiri di belakang Elena dan memperhatikan istrinya. Perlahan ia maju kemudian memeluk Elena dari belakang.
"Ben, aku lagi cuci piring." Protes Elena saat tangan Ben sudah melingkar di pinggangnya.
Ben meletakkan kepalanya di bahu kiri Elena. "Aku kangen sama kamu." Ucapnya.
Elena dengan segera menyelesaikan cuci piringnya. Ia mengelap kedua tangannya lalu memutar tubuhnya menghadap Ben. "Aku juga kangen sama kamu." Wajahnya penuh ceria ketika mengucapkan hal itu.
Ben mendekat dan hendak mencium bibir Elena. Saat berjarak 2 cm, Ben sudah siap mendaratkan bibirnya namun Elena seperti menahan lengan pria itu. Ben mengerutkan dahinya menatap Elena. Sesaat mereka bertatapan dalam keheningan. Tatapan Ben seolah mempertanyakan sikap Elena. Dan akhirnya Elena mendaratkan bibirnya lebih dulu pada Ben. Seketika Ben terbawa suasana dan merapatkan tubuhnya pada istrinya.
Elena masih membiarkan Ben melumat bibirnya. Hingga ia merasakan kalau tangan Ben sudah masuk ke dalam bajunya dan menyentuh perutnya. Napas Ben juga mulai terdengar memburu. Dengan cepat Elena mengeluarkan tangan Ben dari bajunya dan memalingkan wajahnya ke arah lain seolah menghentikan ciuman panas Ben padanya. "Aku lelah, Ben." Ucap Elena pelan.
Ben menatap wajah Elena dengan seksama.
"Lain kali, ya." Seru Elena. Ia pergi meninggalkan Ben di dapur dan menuju kamar.
Ben masih berdiri menatap jendela tepat di depan tempat cuci piring. Ia melihat pantulan dirinya dari kaca jendela itu. Helaan napasnya terasa berat. Pikiran nakalnya sudah keluar masuk di dalam otaknya. Namun Ben masih mencoba tenang dan berpikir jernih. "Mungkin dia memang lelah." Katanya pada diri sendiri. Kemudian Ben duduk di depan TV dan menonton acara malam itu. Ia enggan menuju kamar.
***
Ben dan Arif duduk di restoran buffet di Hotel Malpis. Mereka duduk berhadapan. Arif dengan lahapnya menelan semua makanan yang ia ambil. Sedangkan Ben seperti memilah makanan di piringnya, padahal ia sendiri yang memilih makanan itu. Arif diam-diam memperhatikan Ben namun ia tidak ingin berkomentar.
Tiba-tiba hp Arif berbunyi seperti sebuah pesan masuk. Arif membuka hp nya dan ekspresinya tampak datar seolah tidak ada yang penting di dalam hp nya. Tapi Arif tidak tahu kalau Ben sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya. Dan Ben tahu kalau Arif baru saja menerima pesan yang membuatnya kaget, karena Ben melihat Arif menelan ludahnya beberapa kali saat melihat pesan itu.
"Siapa yang sms?" Tanya Ben tanpa menoleh. Ia berpura-pura tidak tahu. "Sampai kamu harus lihatnya dibawah meja." Tambahnya.
Arif segera menaikkan tangan dan hp nya dari bawah meja dan bersikap natural. "Enggak ada, pak." Jawab Arif. Ia segera mematikan hp nya.
"Ada yang mau kamu sampaikan sama saya, rif?" Tanya Ben dengan nada yakin. Ia menatap orang kepercayaannya itu dengan mengintimidasi.
Arif sedikit gugup dengan tatapan Ben padanya, "Enggak ada, pak." Jawabnya.
"Benar?" Ben seperti memastikan.
"Benar, pak." Jawab Arif tegas.
Ben tidak berkomentar lagi. Ia tidak ingin memaksakan rasa penasarannya pada Arif. Karena sejujurnya ia belum siap akan hal yang mungkin Arif tahu dan segera sampaikan padanya.
***
Sudah seminggu semenjak Elena pulang dari Bali. Dan selama itu juga mereka tidak saling mencumbu. Ben selalu mengajak istrinya namun Elena selalu memiliki alasan seperti pusing, lelah atau yang lainnya. Dan Ben masih memakluminya, walau ia sudah mulai menebak alasan yang sebenarnya.
Belum lagi Elena lebih sering menghabiskan waktunya dengan sibuk mengetik sesuatu di hp nya sambil tertawa. Segala perkejaan rumah dikerjakan oleh Elena namun rasanya ia hanya melakukannya seperti seorang pembantu.
Ditambah lagi Elena jadi lebih sering keluar di sore hari dan pulang setelah pukul sembilan malam. Ben jadi sering tiba dirumah lebih dulu dan menunggu Elena pulang di sofa tengah. Saat mereka mengobrol, Ben merasa kalau ia hanya menceritakan kisahnya sedangkan Elena seperti menutup kisahnya dan tidak ingin diketahui oleh siapapun.
Bahkan saat Ben bertanya, Elena selalu menjawabnya dengan nada tidak peduli. Dan sudah tiga kali Elena tidak menemani Ben pergi ke undangan pernikahan kolega dengan alasan sudah janji lebih dulu dengan temennya dan tidak bisa dibatalkan. Tentunya Ben mengalah lagi. Ia terpaksa pergi dengan Arif. Bagi Elena, teman-temannya lebih penting saat ini.
***
Ben masuk ke dalam rumahnya dan menemukan koper besar milik Elena berdiri tegak di ruang tengah. Ben mencoba untuk menariknya dan ternyata berat. Ben langsung menuju kamarnya untuk bertanya. Terdengar suara percikan air dari dalam kamar mandi. Ben mengurungkan niatnya dan menunggu Elena selesai. Ben mulai membuka jasnya dan meletakkannya diatas tempat tidur. Suara getar hp perlahan terdengar. Ben yang sedang membuka kancing lengan bajunya, harus terhenti karena terpancing oleh suara getar itu.
Setelah mencari sumber getarannya, Ben menemukan hp Elena dari bawah bantal istrinya. Getaran itu muncul karena seseorang menghubungi hp Elena. Ben tidak berani mengangkatnya dan membiarkan telepon itu berhenti dengan sendirinya. Nomor yang menelepon itu tidak memiliki nama.
Setelah panggilan itu terhenti, Ben melihat layar hp istrinya yang sudah berubah wallpaper. Seingatnya, terakhir sebelum Elena berangkat ke Bali, wallpaper hp itu adalah foto mereka berdua di Swiss. Tapi saat ini Ben melihat sebuah gambar matahari terbenam. Wallpaper matahari terbenam memanglah sangat familiar dan pasaran, tapi entah kenapa Ben merasa kalau gambar itu diambil di Bali.
Tiba-tiba telepon Elena bergetar kembali dan Ben melihat nomor yang sama seperti sebelumnya. Bukan niat Ben untuk mencari tahu, hanya saja ia khawatir telepon itu merupakan telepon penting karena istrinya tidak menyimpan di daftar kontak.
Ben menekan tombol hijau pada layar hp Elena kemudiam meletakkannya di telinga.
Belum sempat Ben mengucapkan sepatah kata, si penelepon sudah lebih dulu menyapa, "Yang, dimana?" Sapa penelepon itu. Suaranya terdengar berat. "Kamu jadi kan ketemu aku malam ini?" Tanyanya.
Ben tidak bergeming. Ia seperti tersambar petir di malam hari. Penelepon itu adalah laki-laki dan memanggil Elena dengan sebutan sayang.
"Sayang?" Panggil si penelepon. "Elena?" Panggilnya lagi. Tak mendapat jawaban, akhirnya si penelepon memutuskan sambungan.
Ben meletakkan hp Elena kembali dan mematung. Ia tidak menyangka akan berhadapan dengan hari ini juga. Hari dimana ia akan menemukan kebohongan Elena yang sudah lama di dengarnya. Tepatnya semenjak Elena ke Bali.
Hp itu bergetar kembali dan sebuah pesan masuk. Ben membukanya dan membaca pesan yang berasal dari nomor yang sama.
Yang, kamu lagi nyetir ya? Kenapa tadi gak ada suaranya. Aku tunggu ya malam ini. Love you.
Ben menghela napas dalamnya dan tak sengaja tangannya menggeser pesan itu dan tampak percakapan istrinya dengan si penelepon itu selama ini. Ben menemukan hal yang ia tidak ingin lihat. Istrinya sudah lebih dari sekedar teman dengan si penelepon itu.
***
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR.