Sebulan kemudian, Ben melangsung pernikahannya dengan Elena. Pernikahan yang cukup mewah itu di selenggarakan di Hotel Malpis. Seribu undangan disebar untuk acara ini. Saudara mereka yang dari luar negeri pun datang, kolega dan rekan bisnis juga ikut diundang. Pernikahan ini bahkan masuk ke dalam majalah dengan Judul Pangeran Malpis akhirnya menikah.
Setelah resmi menjadi sepasang suami istri, Ben mengajak Elena ke Swiss dan berbulan madu di sana selama dua minggu. Mereka memadu kasih dan cinta seperti di surga. Kehidupan yang di jalani berdua terasa lebih sempurna. Saat mereka menaiki pegunungan Alpen, Ben bahkan menyewa fotografer lokal untuk mengambil beberapa momen mereka dan di jadikan album pribadi.
Di dalam pesawat menuju pulang, Ben melihat foto mereka di pegunungan Alpen yang diberikan oleh fotografer lokal sewaannya. Di salah satu foto itu ada yang paling Ben suka, yaitu saat dirinya mencium bibir Elena. Di gambar itu tampak Ben memegang kedua pipi istrinya kemudian mencium bibirnya lembut. Di gambar itu Elena tampak menutup matanya namun dengan senyum merekah. Kedua kaki mereka tampak menjinjit menandakan suasana hati yang tengah bersuka cita.
"El, menurut kamu gambar mana yang paling kamu suka?" Tanya Ben pada istrinya yang duduk tepat disamping kirinya. El adalah panggilan sayang darinya untuk Elena semenjak menikah.
Elena menoleh dan memperhatikan satu persatu gambar itu. Senyumnya melebar ketika ia melihat foto saat Ben mencium bibirnya. "Aku suka ini." Katanya.
"Aku juga suka ini." Ujar Ben sambil mencium pipi istrinya.
Elena melihat ekspresi Ben yang menyukai gambar itu. Terlintas sesuatu dipikirannya. Elena memeluk lengan Ben yang empuk baginya. Ia menyandarkan kepalanya di bahu pria itu dan menjawab, "Aku sayang kamu, Ben."
***
Pernikahan itu memang indah jika dijalani berdua, melakukannya berdua dan mengisinya pun berdua. Semuanya milik berdua seolah hanya mereka pengisi dunia. Sepulangnya dari Swiss, Ben dan Elena tinggal di rumah yang dihadiahi oleh Malpis. Rumah mewah dengan segala fasilitas lengkap Malpis berikan sebagai rasa bahagianya.
Dua bulan pernikahan, Ben dan Elena bagaikan dua sejoli yang tak terlepaskan. Dimana ada ben disana ada Elena dan juga sebaliknya. Teman Elena menjadi teman Ben dan teman Ben menjadi teman Elena. Mereka benar-benar berada diatas langit dengan pernikahan ini.
Suatu hari saat Ben berada di kantor. Pintu rumah mereka diketuk oleh sorang kurir. "Permisi." Panggilnya.
Elena yang tengah memasak didapur, berjalan cepat menuju depan dan melihat seseorang menggunakan seragam berwarna merah membawa kotak berukuran sedang. "Iya ada apa?"
"Apa benar ini rumahnya Ibu Elena." Tanya kurir itu.
"Iya benar. Saya Elena."
"Ini pesanannya." Kurir menyerahkan kotak itu.
Elena menerimanya dan melihat nama yang tertera adalah namanya. Ia memberikan tanda tangan penerima. Ia tahu isi kotak itu dan wajahnya memancarkan senyuman penuh maksud. Elena meletakkan kotak itu diatas meja kerja Ben.
Malamnya, Elena menyambut Ben sambil menunggu suaminya didepan pintu.
"Kamu lagi ngapain diluar?" Tanya Ben waktu melihat istrinya menunggunya tidak sabar.
"Aku mau tunjukkin kamu sesuatu." Elena menarik tangan suaminya menuju ruang kerja.
Ben mengerutkan kepalanya ketika melihat sebuah kotak bersampul cokelat ada diatas meja kerjanya. "Itu kotak apa, El?" Tanya Ben.
"Kamu buka sendiri." Elena mendorong tubuh suaminya agar membuka kotak itu.
Ben melangkah ragu membuka kotak itu. Ia melihat nama pengirim dan juga penerima dikertas putih yang masih menempel. Ben mengambil cutter nya dilaci dan menyobek pembungkus itu.
Setelah pembungkus itu dibuka, tampak ukuran kotak yang masih sama. Hanya saja penutupnya tidak di lem atau diberi pengaman apapun, ia hanya ditutup. Ben menoleh ke arah Elena sesaat dan ia membuka penutup kotak itu penuh harap.
Penutup kotak dibuka. Bagian atas diberi kertas sebagai pemanis yang biasa terdapat di sebuah kado. Ben mengeluarkan kumpulan kertas itu kemudian matanya dimanjakan dengan lima gumpalan besar yang dibungkus rapi menggunakan plastic wrapping yang berlapis. Ben mengeluarkan kelima gumpalan besar itu dan dijejerkan diatas meja kerjanya. Ia memperhatikan salah satu gumpalan itu dengan teliti. Elena mendekat.
Ben masih ragu. Ia mengeluarkan sisa dari isi kotak itu, seperti sebuah alas puzzle yang memiliki pola garis halus diatasnya yang jika digabungkan menjadi satu wadah yang panjang dan sangat lebar. "Ini puzzle?" Tanya Ben terkejut. Elena mengangguk yakin.
Dipaling bawah kotak itu, terdapat sebuah foto yang dikenalinya. Ben mengambil foto itu lalu menatapnya dengan menganga. Itu adalah foto mereka di Swiss. Dan foto itu adalah fotonya yang paling ia sukai dari semuanya.
Elena mendekati suaminya dan merangkul lengan Ben lembut, "Aku mau kasih kamu early birthday present buat kamu. Kamu sangat suka puzzle. Aku sengaja jadikan gambar favorit kamu jadi puzzle ini." Ia menatap wajah suaminya penuh harap.
Ben mencium ubun-ubun Elena dan membalas rangkula wanita itu dengan pelukannya. Ia senang sekali diberi hadiah oleh orang yang paling dicintainya. Tapi yang paling membuatnya senang adalah wanita itu tahu kesukaannya.
Ben memutar tubuh Elena menghadapnya. Ia mengcup manis bibir istrinya.
"Aku mau selesaikan ini." Ucap Elena membalas kecupan suaminya ditempat yang sama.
Ben mengelus rambut Elena dengan lembut. Sorot matanya penuh kasih sayang, "Kamu mau apa kalau aku bisa selesaikan gambar ini?"
"Kita bulan madu lagi ke tempat yang kita suka, gimana?" Ajak Elena.
Ben mencium kening istrinya, "Kamu mau kemana?" Tanyanya dengan suara setengah berbisiknya.
"Aku mau ke Maldives." Seru Elena.
Ben memberikan senyuman menggoda. Ia mengangkat tubuh Elena dan mendudukkannya diatas meja kerjanya. Mereka saling berhadapan. Elena melingkarkan kedua tangannya di belakang leher suaminya. Ben memainkan jarinya di wajah istrinya yang cantik dan menawan malam ini. Beberapa saat mereka bertatap, hingga kedua melebur ke dalam sebuah ciuman yang dalam. Ben melumat bibir Elena dengan mesra. Dan Elena menyambut kehangatan suaminya dengan eluhan manis yang seksi.
Ben sangat percaya pada Elena hingga ia membebaskan istrinya memilih untuk bekerja atau duduk di rumah dan menjalani hari-harinya dengan kegiatan yang ia suka. Dan Elena memilih pilihan kedua. Wanita itu selalu mengisi waktunya dengan olahraga di tempat fitnes, memasak untuk Ben dan membawanya ke kantor atau bertemu teman-temannya di luar.
Setahun pernikahan semua berjalan normal. Ben pergi kerja pukul sembilan pagi dan pulang pukul lima petang. Diakhir pekan, Ben selalu menghabiskan waktu dengan Elena dan mengajak wanita itu ke mal untuk sekedar makan atau nonton. Sayangnya puzzle itu masih belum terselesaikan karena waktu Ben yang tidak ada. Hingga kedua lupa akan ucapan mereka tentang puzzle itu. Bahkan Ben sama sekali belum memulai sekeping potongan puzzle pun.
Masuk tahun kedua pernikahan, Ben diangkat menjadi CEO atas kesepakatan semua direksi. CEO sebelumnya yaitu Edwin pindah ke Bali mengurus resort baru mereka, termasuk Arifin yang menjabat sebagai direktur utama juga ikut pindah ke Bali. Hotel Malpis merubah semua jajaran staff dan petingginya.
Semua orang mengatakan kalau keberuntungan Ben bisa menjadi seorang CEO adalah berkat Elena. Wanita itu merupakan jimat keberhasilan untuk Ben. Tak disangka, Hidup Ben sebagai CEO tak seperti harapannya.
Ben tetap pergi kerja pukul sembilan pagi dengan jam pulang yang tidak menentu. Ben selalu pulang setelah pukul delapan belum lagi macetnya lalu lintas kota Jakarta. Elena memaklumi keadaan itu karena ia tahu betapa besar tanggung jawab suaminya.
Ben menyadari kurangnya waktu mereka semenjak dirinya disibukkan dengan pekerjaan kantor. Bahkan saat weekend, Ben harus menghadiri undangan pertemuan, pernikahan kolega ataupun menemui rekan bisnis lainnya. Terkadang ia menghadirinya dengan Elena saat istrinya itu tidak menolak. Jika tidak, Arif adalah pilihan terakhir.
***
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR.