Elena membuka matanya saat hari sudah pagi dan matahari sudah menerangi kamarnya. Ia berbalik dan melihat Ben ada disana sedang memandanginya. Ia mengucek matanya pelan dan memperjelas pandangannya. Ben berbaring tepat di belakangnya.
Seketika tangan Ben merangkul perut Elena dengan lembut. Ia cium tekuk wanita itu dengan beberapa kecupan hangat di pagi hari. Elena hanya diam saja mendapatkan perlakuan Ben yang romantis. Tapi kenapa saat ini perasaan itu tidak bisa sampai ke hatinya dan hanya sebatas pikirannya saja.
"Kamu gak ada meeting hari ini?" Tanya Elena yang masih membiarkan Ben memeluknya erat.
"Aku udah bilang sama Arif untuk batalkan acara hari ini sampai aku antarin kamu ke Bandara." Ben mengecup leher Elena lembut.
"Gak apa kalau kamu batalkan meetingnya? Bukannya kata kamu semua jadwal itu udah di susun sejak dua minggu yang lalu."
Ben seperti terpancing nafsu di pagi hari, tangannya mulai meraba area lain di tubuh Elena. "Anterin kamu ke Bandara jauh lebih penting." Ben mulai membanjiri Elena dengan ciuman yang agresif.
Elena tampak tidak terpengaruh dengan aksi Ben yang sudah semakin liar. Bahkan suara deru napas Ben sudah terdengar jelas. Namun Elena masih ďiam seribu bahasa dan tidak membalas perlakuan suaminya.
Ben benar-benar sudah berada diatas angannya. Ia memutar tubuh Elena menghadapnya dan mulai mencium bibir lembut istrinya. Perlahan ciuman itu turun ke leher dan Ben beraksi disana. Elena hanya mendongak ke atas tanpa merasakan apapun.
Ben mulai mengangkat pakaian tidur Elena perlahan dengan napas yang semakin memburu. Tiba-tiba Elena menurunkan kembali pakaiannya dan berkata, "Aku harus siap-siap ke Bandara." Dengan cepat ia bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Ben mematung di atas tempat tidur. Ia terkejut dengan penolakan istrinya. Ia hanya bisa memandangi Elena menghilang di balik dinding kamar mandi.
***
Ben duduk di meja makan sambil melahap ŕoti dengan selai kacang kesukaannya. Tak lama Elena keluar dari kamar dengan dress hitam berbahan kain hingga mata kaki. Ia berjalan menuju dapur.
"Kamu boleh pergi asalkan kamu sama teman-teman kamu mau menginap di resort Malpis di Kuta." Celetuk Ben begitu Elena ada di dekatnya.
Elena menoleh sekilas dengan tatapan bingung, "Kamu tanya sendiri sama mereka nanti." Jawab Elena. "Dan setahu aku mereka pergi ke Nusa dua bukan ke Kuta." Tambahnya.
Ben diam saja dan tidak menjawab. Ia seperti menahan susuatu yang ada didalam dirinya. Elena sudah membuat kopinya kemudian berjalan melewati Ben dan menuju kamarnya.
"Kamu kenapa sebenarnya?" Tanya Ben dengan nada tegas. Pertanyaan itu ia tujukan pada Elena. Roti selai kacang yang masih tersisa setengah ia letak begitu saja diatas meja. Seleranya sudah hilang.
Elena berbalik dan menoleh, "Apa maksud kamu?" Ia tampak cuek.
"Aku tahu aku berubah, aku sibuk. Tapi kamu juga berubah." Ben menatap istrinya. Ia masih duduk di meja makan.
"Kamu gak sadar aku berubah karna siapa?" Elena masih menggengam gelas kopinya.
"Apa yang kamu mau sebenarnya. Kamu mau aku seperti dulu lagi, aku udah kasi seperti keinginan kamu. Tapi buktinya tadi pagi kamu bahkan diam aja waktu aku cium." Ben seperti kesal. "Apalagi yang kurang?"
"Yang aku butuhkan itu kamu yang dulu. Kamu yang melakukan semuanya karena kamu sayang sama aku, kamu cinta sama aku. Bukan kamu yang tadi pagi atau semalam." Elena diam sejenak. "Kamu ngelakuin semuanya karena terpaksa harus memperbaiki hubungan yang udah rusak."
Ben kaget, "Jadi menurut kamu hubungan kita rusak?"
"Aku lebih rela kamu jadi bawahan direktur daripada kamu yang jadi CEO-nya." Ucap Elena tajam.
Ben terdiam. Ia tidak bisa berkata apapun.
"Aku suka sama kehidupan kamu yang dulu. Dengan semua kesibukan kamu aku suka. Apa yang kamu buat aku juga suka. Kamu kasi aku dunia yang baru yang gak pernah aku bayangkan sebelumnya. Tapi sekarang aku bosan. Aku muak sama kehidupan kamu yang itu-itu lagi. Isinya cuma rapat, rapat, rapat. Aku lelah, ben." Elena berbalik dan menuju kamarnya.
Ben mengejar Elena ke dalam kamar. Elena duduk diatas tempat tidur dan menangis. Ben berdiri disamping Elena. "Kamu kenapa sebenarnya. Kenapa tiba-tiba jadi begini?" Tanyanya lembut. Ben sedikit menunduk mendekati istrinya.
Elena masih menunduk dan menangis. Ia tidak menjawab.
Ben mengelus kepala Elena lembut dan memeluk istrinya erat sambil berdiri. Kepala Elena terbenam didalam perut Ben yang rata. Ia mengelus punggung Elena lembut dan penuh kasih sayang. Ia mencintai wanita ini dengan seluruh jiwanya.
"Aku gak tahu, Ben." Ucap Elena tiba-tiba dengan isak tangis. "Semenjak kamu sibuk dengan urusan kantor... aku merasa kesepian. Aku merasa kalau cinta kamu untuk aku udah berkurang." Elena tersedu-sedu. "Semakin aku kesepian, aku semakin bosan dengan semuanya, aku benci rumah ini, aku benci kesibukan kamu, aku muak sama rutinitas kamu."
Ben masih mendengarkan sambil mengelus kepala Elena.
"Aku capek. Aku lelah sama semuanya." Seru Elena dengan air mata yang mengalir.
Ben melepaskan pelukannya dan duduk di depan Elena kemudian berkata, "Apa yang membuat kamu lelah?"
Elena menggeleng, "Aku gak tahu." Ia masih menangis.
Ben menatap Elena penuh cinta. Ia mengakui semua pengakuan istrinya. Ben merasa bersalah. Elena menegakkan kepalanya dan menatap Ben dengan sendu.
Ben mengelus wajah cantik Elena dan berkata, "Make-up kamu rusak." Senyumnya merekah. "Sekarang aku anterin kamu ke Bandara. Disana kamu harus seneng-seneng sama teman kamu. Lupakan masalah kita. Sementara kamu liburan, aku akan coba atur ulang jadwal di kantor." Ben memegang tangan Elena, "Kamu pulang nanti, kita bicara lagi baik-baik."
Elena masih memandangi wajah Ben yang selalu muncul di mimpinya sejak pertama kali mereka bertemu. Ia sangat mencintai Ben. Bahkan rasa cinta itu berbeda dari sebelumnya. Mencintai Ben seperti memberikannya alasan untuk terus bahagia. Tapi entah kenapa rasa bahagia itu kini menghilang. Elena mengangguk perlahan. Ben memajukan tubuhnya dan memeluk wanita itu dengan hangat.
***
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR.