Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Harapan Sang Purnama

🇮🇩Yuliana_Farida
--
chs / week
--
NOT RATINGS
14.9k
Views
Synopsis
Purnama telah menyesal dengan kalimat yang dulu pernah terucapkan oleh bibirnya. Ia benar-benar perih ketika mengingatkan perkataannya terdahulu dengan takdirnya sekarang. Hubungan dengan masa lalu seakan tak ada habisnya menggerogoti sebagian jiwanya. Dan ia benar-benar tertohok dengan ucapannya sendiri. "Aku benar-benar menyesal dengan ucapan di masa lalu yang kini menjadi boomerang untuk diriku. Entah bagaimana kalimat itu berbalik kembali menusuk diriku yang tak berdaya. Entah takdir yang salah, atau diriku yang terlalu munafik dengan semua yang terjadi. Karena yang seharusnya terjadi adalah aku tidak pernah mengatakan bahwa aku merelakan dirimu untuk selalu bersamanya hingga takdir lain memisahkan." Selamat membaca^^ Jangan lupa untuk mendukung cerita ini agar semakin berkembang dengan baik;)
VIEW MORE

Chapter 1 - Menatap kembali

Purnama memejamkan mata, entah kenapa ia diharuskan kembali untuk menatap wajah Chandra, wajah yang setelah sekian lama menghilang dari penglihatannya, dan juga benaknya.

Hidup di kota besar seperti ini tak membuat dirinya terbebas dari kejaran masa lalu yang ingin sekali ia tinggalkan. Namun entah kenapa, satu persatu dari kenangan masa lalunya itu perlahan muncul dan menguak kembali apa yang telah terjadi selama mereka dalam lingkup yang sama.

Mencoba mengabaikan tangannya yang gemetar, Purnama mengambil beberapa tangkai bunga yang telah dipesan oleh si pembeli di hadapannya. Bukan, bukan Chandra yang memesannya. Melainkan wanita paruh baya yang berdiri di samping laki-laki itu dengan senyum ringan menatap tangkai bunga yang tengah Purnama rangkai.

Purnama menghela nafas serta menyerahkan kotak dus yang telah diisi oleh bunga hasil rangkaiannya dan berjalan menuju meja kasir untuk melakukan pembayaran.

Purnama berpikir, kenapa ia harus bersikap gugup seperti ini jika Chandra sendiri nampak tak acuh padanya. Bahkan sejak pertama kali mendengar suara bel dan pandangan mereka bertemu, Chandra sama sekali belum- atau bahkan tidak akan- menyapa Purnama. Seolah mereka adalah dua orang asing yang tidak pernah saling mengenal.

Purnama mengangguk kecil mengingat hal itu. Ia membenarkan kalimat bahwa mereka tidak saling mengenal satu sama lain. Ah, tidak, hanya Chandra saja yang tidak mengenal Purnama. Berbanding terbalik dengan Purnama sendiri yang sudah mengenal begitu dalam akan sosok tinggi di depannya. Namun itu dulu, dan sekarang Purnama sudah melupakan semua tentang informasi pria itu. Mungkin saja.

"Tujuh ratus lima puluh ribu rupiah untuk Lavenda Rose Cascade." ucap Purnama mengucapkan nominal yang harus dikeluarkan pembelinya untuk bunga rangkaiannya. Purnama menerima uang yang disodorkan dengan gugup karena sedikit lagi kulit epidermisnya akan bersentuhan dengan tangan Chandra jika saja Purnama tidak menariknya secepat mungkin.

"Terima kasih. Bunganya cantik sekali." Wanita paruh baya itu tersenyum manis kepada Purnama yang tentu dibalas dengan senyuman serupa.

"Terima kasih kembali, semoga anda berkenan kembali memesan serangkai bunga disini."

"Apa disini juga menyediakan dekorasi pernikahan?" tanya perempuan itu dengan halus. Namun begitu, Purnama mematung mendengar pertanyaan penuh minat itu. Pandangannya menunduk kala mata Chandra menatapnya penuh keingintahuan.

Purnama menelan kuat salivanya yang terasa menyangkut di tenggorokan. 'Apakah Chandra akan melangsungkan sebuah pernikahan? Apa wanita itu adalah Sahira?' Pertanyaan-pertanyaan itu menumpuk dalam benak Purnama yang terdiam cukup lama. Namun ia tak segan untuk melanjutkan keterdiamannya lebih lama lagi dan memilih menjawab pertanyaan yang dilayangkan kepadanya.

"Ya, kami menyediakan jasa dekor pesta pernikahan. Apakah ibu minat dengan jasa kami?" Purnama memaksa melayangkan senyum ramahnya. Ujung matanya sedikit menangkap wajah Chandra yang sedang menatap dirinya.

"Tentu. Tapi, aku belum tahu siapa yang akan menjadi pasangan di pesta itu." ujarnya dengan kekehan ringan.

"Maksud ibu?" Purnama dengan lancang meminta penjelasan lebih rinci demi memudarnya rasa penasaran dari dalam benaknya.

"Tidak, tidak. Lupakan saja. Lain waktu saya akan kembali dan meminta jasa dekorasi kalian." Purnama kembali tersenyum. Demi keramahan yang dijunjung oleh pegawai Purnama mengalihkan perasaan kecewa akan jawaban yang kurang memuaskan itu.

"Ehm, baiklah. Semoga kami dapat memberikan pelayanan terbaik bagi anda."

Chandra pergi, bersama wanita paruh baya yang Purnama terka sendiri adalah ibunya. Wanita itu mencoba menghembuskan nafas secara perlahan dan menatap pintu kaca yang kini telah tertutup kembali.

Kini Purnama sadar, bahwa ia benar-benar tak mengenal Chandra sepenuhnya. Masih banyak hal yang Purnama tak ketahui mengenai kehidupan laki-laki itu. Selamanya mereka akan menjadi dua orang asing yang secara kebetulan berpapasan di sebuah jalan. Hanya satu kali tatapan, lalu kembali berjalan mengikuti sang tujuan.

Garis takdir telah menetapkan bahwa Purnama hanyalah orang asing yang sengaja menaruh hati kepada Chandra tanpa balasan berharga.

******

"Purna, istirahatlah dulu, biarkan aku yang menjaga toko sekarang. Kamu sudah bekerja keras hari ini." ucap seorang wanita tua dari belakang toko. Ia adalah Nyonya Dania, wanita pemilik toko bunga tempat Purnama bekerja.

Purnama tersenyum masih dengan kegiatan membereskan sisa bunga yang berserakan. Semua pekerjaan ia lakukan dengan sendiri karena hanya dirinyalah pegawai yang berada di toko tersebut. Sementara Nyonya Dania memiliki satu lagi pegawai laki-lakinya yang bertugas mengurus kebun-kebun bunga yang merangkap sebagai jasa pengantar bunga.

"Sebentar lagi Purnama selesai." jawab Purnama yang kini memasukkan beberapa kardus dan sisa potongan kertas ke dalam tempat sampah.

"Cepatlah. Kamu harus segera makan sebelum asam lambungmu kambuh." ucap Nyonya Dania mengingatkan. Purnama hanya tersenyum tipis seraya keluar toko untuk menyimpan tempat sampah yang sudah menumpuk itu ke dalam penampungan sampah di depan.

Sekembalinya Purnama dari tugasnya, ia kembali menatap seluruh penjuru toko hingga ia memastikan tak ada sampah ataupun benda berserakan lainnya. Setelah yakin ruangan toko kembali bersih dan rapih, Purnama dengan segera berjalan ke belakang untuk mencuci tangan. Ia akan menggunakan waktu istirahatnya untuk memakan bekal yang dibawanya di dekat gudang barang terbuka dengan sebuah meja dan dua kursi. Tempat yang sering digunakan Nyonya Dania dan pegawainya beristirahat dan makan siang.

Purnama menyantap nasi serta telur baladonya dengan lahap. Pelanggan yang selalu berdatangan hari ini membuat ia kelelahan setiap melayaninya. Dan tenaganya cukup terkuras banyak setelah pelanggan terakhir datang sebelum jam makan siangnya.

Mengingat hal itu kembali membuat Purnama memelankan kunyahannya. Ia menunduk untuk menyembunyikan rona dari pipinya. Rona yang berhasil kembali setiap dirinya menatap Chandra dari jarak dekat.

Tangan Purnama terangkat memukul kepalanya berulang kali. Ia kembali mengingat-ngingat sosok Chandra setelah sekian lama hal itu tidak dilakukannya kembali. Seharusnya ia menyingkirkan hal itu sebelum harapannya kembali melambung seperti dulu. Ia tidak mau memiliki sangkut paut lagi dengan hubungan mereka.

Sudah pasti Purnama akan mendapatkan permusuhan kembali dari orang-orang yang dulu dekat dengannya. Meskipun Purnama sangsi tidak ada yang akan membencinya karena ia sudah lama kehilangan kontak dengan mereka semua.

Namun Purnama tidak mau mengacau lagi dan menyedihkan perasaan Chandra. Apalagi jika sampai laki-laki itu mengeluarkan urat amarahnya yang sangat menakutkan. Suatu hal yang terakhir kali Purnama pandang sebelum ia memutuskan bersembunyi dan menjauh dari kotanya.

"Sudah bibi bilang, kamu tidak boleh sedikitpun menunda waktu makanmu. Apa pusingnya begitu sakit?" tanya Nyonya Dania penuh perhatian dengan sedikit nada cerewetnya. Ia memang selalu memberi perhatian lebih akan kesehatan para pegawainya. Karena ia tidak ingin mereka jatuh sakit karena bekerja terlalu keras.

"Aku tidak merasa pusing, bi." jawab Purnama yang sedikit salah tingkah dan segera melanjutkan menyuap nasi.

"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Dan jika sudah selesai makan, kamu pergi ke depan saja. Ada tamu yang ingin bertemu denganmu."

Purnama menghentikan gerakan menyuapnya, ia mengernyit bingung kala seseorang ingin menemui dirinya. "Tamu? Siapa?" Purnama ingat jika orang tuanya tidak berencana untuk mengunjunginya dalam bulan ini. Jadi, tidak mungkin orang tuanya yang berkunjung.

"Jika dilihat, dia seperti laki-laki yang pesan bunga bersama orang tua tadi."

Purnama benar-benar tersedak hingga sebutir nasi berhasil keluar dari lubang hidung kanannya. Ia segera meraih botol air mineralnya dan menetralkan deru nafasnya yang memburu.

'Chandra? Untuk apa dia menemuiku lagi?'