Flash Back On
Saat itu, di siang yang terik Purnama melangkahkan kaki menuju kelas. Kegiatan olahraga yang diadakan di lapang sudah usai dan Purnama memutuskan kembali ke kelas sebelum menyusul teman-temannya di kantin. Seperti kebiasaan sebelumnya untuk memghabiskan waktu pelajaran olahraga yang tersisa.
Berjalan melewati kelas-kelas yang sedang dalam pembelajaran membuat Purnama melangkah dengan pelan. Begitu pelan hingga langkah itu tak bersisa karena menatap sosok di depannya.
Chandra yang entah dari mana, kini sedang berjalan menuju Purnama yang terdiam. Mematung seperti benda tak bernyawa. Purnama merutuk dalam hati, kenapa ia selalu bersikap berlebihan disaat berhadapan dengan Chandra? Lihatlah laki-laki itu, dia bahkan berjalan dengan santai bahkan tak melirik sedikitpun kepada Purnama yang menunduk menyembunyikan malunya.
Purnama mencoba mengabaikan perasaannya, perasaan yang terabaikan. Ia memilih melanjutkan langkahnya menuju kelas sebelu suara Chandra menusuk telinga Purnama hingga berdenging. Bahkan detak jantung Purnama ikut berdetak kencang akibat volume rendah dari gelombang suara Chandra.
"Purnama, nanti kamu bisa pulang bersamaku. Aku akan pergi ke rumah Rama, jika mau." ajak Chandra yang sontak membuat Purnama berbalik dan menatap punggung Chandra yang menjauh.
Jantung Purnama masih bertedak kencang hingga di dalam kelas. Dirinya berlari setelah Chandra berbicara secara langsung kepadanya.
Ya Tuhan! Purnama tidak bisa menyembunyikan senyuman. Bahkan rasa gerahnya semakin terjadi saat mendengar ajakan tadi. Namun tak ada yang mampu menyegarkannya kembali. Hanya tatapan Chandra yang meneduhkan membuat semuanya menjadi baik.
Dan hari itu pula,sepulang sekolah Chandra menunggunya. Bersandra di motor besarnya untuk menunggu Purnama yang sebelumnya mengumpulkan tugas ke ruang guru.
Purnama ragu mendekati Chandra, banyak siswa yang masih berkeliaran di halaman sekolah. Hingga saat tatapan Chandra beralih dari ponselnya, ia melambai kepada Purnama di belakang. Membuat semua keraguan Purnama menghilang.
Sore itu, Purnama habiskan bersama Chandra dan Rama. Ia yang memaksa agar Purnama ikut bergabung bersama mereka. Mengingat Purnama dan Rama adalah teman semasa kecil sekaligus tetangga.
Dan sejak saat itu, Purnama kembali dekat dengan Rama, teman semasa kecilnya.
Flash Back Off
******
"Chan, kenapa kamu lakukan hal itu? Enggak seharusnya Purnama yang kamu seret ke dalam permasalahan kamu!" ujar Rama yang telah mengetahui semua permasalahan yang menghancurkan Chandra sejak satu jam yang lalu. Mamanya Chandra, Tante Windi telah menceritakan semuanya kepada Rama disaat ia hendak kembali menuju Purnama dengan makanan di tangan.
"Aku harus bagaimana, Ram? Aku sudah membuat mama sedih, apa mungkin aku kembali menambahkannya dengan rasa malu karena anaknya batal tunangam karena ditinggalkan? Saat ini aku gak mikirin diri aku sendiri. Tapi aku mikirin perasaan mama." Chandra menangis, Purnama melihatnya kembali. Dan ia tak suka melihat tangisan itu. Ia terluka karena air mata, dan lebih luka lagi, jika Chandra yang menangis memohon kepadanya.
"Chandra... aku mau, aku akan menerimanya." Purnama tersenyum. Memberikan kejutan kepada dua lelaki yang tengah bersitegang.
Sontak Rama menghampiri, mengguncang lengan Purnama dengan kedua tangannya guna menyadarkan, bahwa perempuan itu tak perlu bersusah payah menjadi korban. "Purnama! Kamu tak perlu berkorban seperti ini! Aku tahu kamu cinta sama Chandra, tapi tolong, jangan sebodoh ini. Dia hanya menjadikanmu pengganti, Purna."
Namun Purnama mengelak, sekarang ia bukan perempuan bodoh. Ia tahu mana keputusan terbaik yang harus ia ambil atau tidak. Ia bukan korban disini, ia hanya berusaha menjadi penyelamat untuk Chandra yang menderita. "Rama, aku tahu. Tapi aku tidak berkorban untuk Chandra. Aku berkorban untuk Mama Chandra, untuk semua acara yang susah payah aku rangkai. Aku tidak mau semua berakhir kecewa."
"Kamu terlalu jauh melihat kekecewaan orang lain, tapi aku, apa kamu tahu? Aku kecewa, Purnama! Aku kecewa karena menuruti permintaan bodoh itu!" Rama membentak, membuat Purnama melangkah menjauh. Rama tidak pernah seperti ini sebelumnya. Tidak ada bentakan ataupun teriakan marah. Namun saat ini, Purnama sudah mendapatkannya. Rama membentaknya dengan kemarahan besar.
Purnama kembali tersenyum. Tak mengindahkan perasaan sakitnya menerima bentakan Rama. Ia tahu, bahwa teman lamanya begitu mengkhawatirkannya. "Kenapa kamu kecewa, Rama? Aku baik-baik saja. Chandra tidak akan menyakitiku. Jadi, biarkan aku menggantikan Sahira hari ini."
Rama meluruh, gerakan nafasnya sedikit teratur. Ia kalah membujuk Purnama. Gadis itu keras kepala. "Bagaimana jika perempuan itu kembali lagi?" lirih Rama yang memegang pundak Purnama. Menyokong sebagian tubuhnya yang tak bertenaga.
"Aku akan pergi. Saat itu juga."
*****
Dua cincin telah tersemat di kedua jari pasangan. Senyum paksa Chandra tularkan kepada Purnama yang tulus menerima. Pertunangan telah dilaksanakan. Gemuruh tepuk tangan tak mampu membuat tatapan penasaran menghilang seketika.
Sang perempuan kini berganti, bahkan memiliki nama berbeda yang terpatri dalam undangan. Purnama harus bersikap tenang disaat orang-orang menghampirinya dan mengucapkan selamat. Setidaknya mereka tak berani secara terang-terangan menanyakan keberadaan perempuan yang terganti sebelumnya.
Kini, pihak keluarga besar Sahira datang menghampiri. Tatapan malu, kekecewaan, dan kesedihan nampak timbul dari sebagian wajah. Bahkan, Mama Sahira tampak menangis histeris dalam pelukan Chandra. Membuat para tamu memusatkan mata dengan beribu tanya.
"Maaf, mama minta maaf. Chandra, maafin mama. Anak mama sudah kurang ajar. Anak mama sudah melukai perasaan kamu. Kamu jangan pernah membuang mama, kamu tetap anak mama."
Purnama ikut terisak, dirinya tak menyangka, hari bahagia Chandra akan berakhir menyedihkan. Semua ucapan bahagia seakan boomerang menyakitkan yang membabat habis Chandra dan keluarga.
Chandra terlihat mengeratkan pelukan paruh baya itu. Tersenyum miris meratapi nasib pahitnya. Wajahnya mendongak tinggi guna membendung air mata yang hendak meluncur deras. "Tidak, ma. Chandra tetap anak mama. Mungkin, hubungan Chandra dengan Sahira hanya sampai di pintu pertunangan. Chandra tidak akan memaksa Sahira. Chandra berusaha ikhlas."
Pelukan mereka terlepas, tangan tua itu lantas menangkup wajah Chandra. Menghapus air mata yang menggenang di sudut mata. "Kamu laki-laki tegar. Sudah ada perempuan yang menjadi pengganti Sahira. Meskipun secara terpaksa, namun mama harap kamu melanjutkan pertunangan kalian. Pertahankan perempuan yang sudah menjadi pilihanmu. Apapun alasannya. Sekali lagi, mama dan keluarga meminta maaf sebesar-besarnya."
Rengkuhan terpisah, menyisakan kelegaan yang mendalam setelah mencoba memaafkan, menerima segala ketentuan dan takdir Tuhan yang tak bisa dijauhi.
Kini, Mama Sahira berpaling menuju Purnama. Perempuan yang telah siap menerima pelukan wanita itu dan mendengarkan segala kerisauan hatinya.
"Tolong jaga Chandra untuk mama. Jangan sampai kamu sakiti dia. Cukup anak mama yang menyakiti dan meninggalkannya. Kesedihan ini, siapa yang mau menanggung semuanya, kecuali mama? Dan sekarang, mama ingin memastikan bahwa Chandra sudah menemukan kebahagiaannya. Mama harap mulai sekarang kamu bisa membahagiakannya."
Purnama mengangguk, kebahagiaan Chandra merupakan kewajibannya. Dulu, sekarang, ataupun nanti. Dan Purnama akan selalu mengusahakannya.