Chereads / Pengantin pulau / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Furen: Nyonya

Shao-Ye: Tuan muda:

Taren: pejabat

Muqin: Ibu

Piau-di: adik sepupu laki-laki pihak ibu

Piau-ge: Abang sepupu pihak ibu

Piau-jie: kakak sepupu pihak ibu

Xiao-Jie: Nona

An: Salam sejahtera

Shiong: Abang

Lao-Ye: Tuan besar

Ta-Xiao-jie: nona pertama

Er-Xiao-jie: nona kedua

Ben-Ye: sebutan untuk diri sendiri (tuan)

Ben-Xiao-Jie: sebutan untuk diri sendiri (nona)

Ben-Furen: sebutan untuk diri sendiri (nyonya)

Akhirnya becak pun berhenti tepat di depan sebuah rumah besar yang berdinding hitam dan beratap merah.

Yang paling tak kusangka adalah ternyata calon istri Abang sepupuku adalah putri pengusaha opium, meski aku tahu bahwa dari pihak ibunya ia merupakan sepupu dari Letnan Wang Binjai Barat, Letnan Wang sendiri merupakan suami dari kakak sepupuku.

Langsung ku dekati pengawal Melayu tadi dan bertanya "betul ini kediaman Keluarga Zheng?"

Ia hanya mengangguk dan berjalan ke arah pintu dan menggedor

Setelah sesaat, seorang pelayan pun membuka pintu, ketika pintu dibuka asap opium langsung keluar dari dalam terlihat banyak buruh dan tukang becak yang tengah duduk sembari menghisap pipa opium.

Pengawal Melayu tersebut langsung menunjuk ke arah ku "tuan letnan menyuruh ku mengantar Tuan pejabat ini ke sini"

"Panggilkan Nyonya kalian, perwakilan dari keluarga Chen, Letnan Binjai Utara datang untuk melamar anak perempuan nya" ucap Yubei sambil menyuruh para tukang angkut menurunkan peti peti uang mahar.

Mendadak Nyonya mereka pun keluar, aku langsung membungkukkan badan sesaat sebagai tanda hormat.

Tampak sesosok perempuan paruh baya dengan pakaian sutra merah gelap yang terlihat elegan yang mengeluarkan aura Nyonya-nyonya bangsawan, tidak salah lagi inilah Nyonya Zheng.

"Furen adalah Wang He'an?" Tanyaku ragu-ragu

Dia hanya mengangguk "Shao-Ye kenal dengan Ben-Furen?"

"Meski waktu sudah berlalu 17 tahun tetapi kecantikan Furen masih terkenal di seluruh tanah binjai" ucap ku sembari mengeluarkan surat merah di dalam kantong baju ku dan memberikan pada nya.

nyonya langsung tertawa mendengar ucapan ku "kamu memang putranya mendiang Zhong-Ta-Ren dengan Mei Phin, mulut kalian sama sama manis"

Aku hanya tersenyum mendengar basa-basinya itu

"Dulu sewaktu aku berangkat untuk menikah, Mei Phin baru setahun menikah, sekarang anaknya sudah dewasa, tinggal menunggu cucu lah ya" ucap nya sembari tertawa

"Muqin menyuruhku membawakan pesan untuk Zheng-furen" ucapku sembari mengeluarkan secarik surat dari lengan pakaianku dan lanjut berkata "sekarang bisa kita mulai pembicaraan perjodohan nya ini?"

Nyonya pun mengangguk dan mengajak ku masuk melalui pintu belakang, sembari berjalan aku memberi isyarat pada pelayan ku untuk membawa uang mahar ke dalam.

Kami berjalan melewati koridor panjang yang berdinding coklat tetapi karena efek cahaya matahari yang memerah diluar, warna dinding tersebut jadi terlihat seperti warna darah yang sudah mengering

Melihat warna tersebut malah membuatku lapar.

akhirnya kami pun sampai di ruang tamu. Disitu tersusun rapi vas antik yang kalau dilihat dari modelnya, Harga barang barang ini sedang melambung tinggi di rumah lelang barang antik di Medan

Setelah nyonya duduk, ia mengulurkan tangan nya mempersilahkan aku duduk di salah satu kursi tersebut dan menyuruh salah satu pelayan yang berdiri di dekat situ untuk mengambilkan teh.

Sesaat kami diam, nyonya membaca surat dari ibuku. Perlahan-lahan ia membuka surat tersebut dengan perasaan campur aduk antara senang dan khawatir apa yang akan ditulis temannya itu, apalagi ibu tidak pernah menulis surat untuknya kecuali untuk ucapan selamat tahun baru sekaligus berbasa basi

"Sudah saatnya kamu membayar Hutangmu, He-An" tulis surat tersebut yang langsung membuat rona wajah Nyonya Zheng berubah menjadi pucat seketika

Pada saat itu ia langsung tahu bahwa ibu tidak lupa akan perjanjian mereka 3 tahun yang laku.

aku sendiri yang tidak menyadari keganjalan dari ekspresi Nyonya Zheng pun dengan tenangnya menunggu pembicaraan perjodohan untuk segera dimulai.

Sampai ketika Yubei datang menyuruh para tukang angkut tersebut menurunkan peti-peti tersebut yang berjumlah total 5 yang berisi koin gulden, ada yang berisi sutra, emas, perak dan mutiara.

Setelah ia selesai memberi perintah pada para tukang angkut dan pelayan nyonya sudah datang mengantar teh barulah Pembicaraan dimulai.

*Disisi lain*

Li Ping yang mendengar kabar dari pelayan bahwa utusan dari keluarga calon suaminya sudah tiba, ia pun diam-diam melangkah menuju ruang tamu.

Sembari mengintip dari jendela kecil diantara lorong dengan ruang tamu, yang ia lihat hanyalah seorang pria muda dengan pakaian serba hitam sedang berbincang-bincang akrab dengan ibunya

Begitu menyadari bahwa ibunya sudah menatap nya dari tadi, Li Ping buru-buru bersembunyi

Aku yang juga menyadari tatapan dibalik pintu tersebut hanya tersenyum tipis melihat kemarahan Nyonya Zheng yang tengah menimbun

"Keluar dari persembunyian mu, sudah ketahuan dari tadi" ucap Nyonya Zheng sembari mengambil cawan teh nya

Pelan-pelan Li Ping pun keluar dari persembunyiannya dengan senyum terpaksa.

"Jia Wen, ini anak perempuan ku, Li Ping" ucapnya sembari memperkenalkan putrinya pada ku

Aku hanya mengangguk pelan dengan perasaan canggung

"Li Ping, ini anak teman Muqin, Zhong-Jia-Wen. Piau-di dari Calon Suami mu" ucap Nyonya Zheng sembari berbalik memperkenalkan-ku pada putrinya

Aku sendiri pun buru-buru berdiri dan membungkuk kecil sembari berkata "Xiao-jie, An (安)"

Perempuan itu hanya mengangguk pelan sembari membalas salamku "Shao-Ye, An"

Kelihatan sekali dari ekspresinya bahwa ia sedang kebingungan

"Muqin tidak ajarkan kamu sopan santun? Tamu sudah datang jauh jauh dari pulau Sumatra ke sini hanya untuk melamar kamu dan kamu untuk apa memasang ekspresi kebingungan" ucap Nyonya Zheng sembari meletakkan cawan tehnya ke atas meja dengan ekspresi kesal

"Kalau mereka tidak mau datang jauh-jauh ke sini juga tidak apa-apa, toh mereka bisa mengambil calon istri dari keluarga lain" gumam Li Ping sembari menunduk dan menatap ibunya

"Kamu!" Bentak Nyonya Zheng sembari menunjuk ke arah Li Ping dengan wajah memerah

Li Ping hanya diam dengan ekspresi tetap tidak senang, jadi Nyonya Zheng pun meminta maaf padaku atas perilaku anaknya.

"Jia Wen, Tolong beritahukan Mei Phin, kemungkinan kalau anak perempuan pertama ku tidak setuju menikah, aku mungkin akan mengirim anak perempuan Kedua ku" ucap Nyonya Zheng dengan ekspresi segan

Aku pun terdiam sesaat dalam keadaan bingung "Furen, bukan Aku tidak mau memberi tahukan Muqin masalah ini, tetapi dari awal Kang-Shiong sendiri yang memilih Xiao-Jie. Kalau nanti yang aku bawa bukan xiao-jie, aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan ke keluarga Chen"

Sesaat Nyonya Zheng mengangguk setuju dan mengerti akan alasan ku.

Li Ping sedari tadi mendengarkan percakapan kami dalam diam.

Akhirnya karena sudah malam, aku kembali ke kapal untuk beristirahat setelah membuat janji dengan Nyonya Zheng besok pagi untuk lanjut membicarakan masalah perjodohan ini.

"Jadi bagaimana pembicaraan pernikahannya?" Tanya kapten kapal sembari mengikutiku ke ruanganku

"Kacau, pengantinnya sendiri tidak mau" ucapku sembari membuka pintu ruangan

"Tapi -ye harus berhasil bukan? Kalau tidak, nanti kemungkinan Selir Li untuk menjadi istri pewaris lebih besar" ucap kapten dengan ekspresi khawatir

Aku hanya diam sembari duduk di kursi kerja ku dan berkata "dia akan setuju, lebih tepatnya dia harus setuju"

*Tengah malam Di kediaman Zheng*

Nyonya Zheng dan suaminya diam-diam berdiskusi di ruang tamu

"Jadi besok pagi, kamu akan kirimkan perantara untuk memutuskan perjodohan Li-Ping dengan Zhang-Xuan-Ming secara resmi?" Tanya Tuan Zheng sembari memegang kertas merah dan menyerahkannya pada Nyonya Zheng

Nyonya Zheng hanya mengangguk dalam diam

"Sebenarnya ada masalah apa di Binjai? Sampai kita harus kirimkan anak kita ke tanah Binjai?" Tanya Tuan Zheng sedikit kesal bahwa ia harus membatalkan perjodohan putrinya begini saja.

"Ini balas Budi yang diminta Mei-Phin sebagai ganti keselamatan keluarga Wang" ucap Nyonya Xheng singkat dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya

Sesaat diantara suami istri ini, mereka hanya bertatapan dalam diam.

"Demi balas Budi! demi keluarga wang! kamu rela menghancurkan masa depan anak sendiri!" bentak tuan Zheng dengan keras, belum selesai dia berbicara, Nyonya sudah duluan berteriak

"Kamu kira aku mau menikahkan anak sendiri ke keluarga Chen! Aku yang paling tahu keluarga mereka bagaimana! Mereka semua licik! Kamu pikir aku bersedia mengirim anak sendiri ke dalam kandang serigala?!" Teriak Nyonya Zheng sembari membenamkan kepalanya di dada suaminya

Tuan Zheng sendiri hanya bisa diam sembari memeluk istrinya itu dan mengelus rambutnya, ia mengerti rasa kewajiban istrinya itu untuk melindungi keluarga Wang, melindungi satu satunya darah daging abangnya yang tersisa. Ia juga merasakan rasa sedih yang sama dengan istrinya itu, harus berpisah dengan putrinya sendiri

Kemudian ia pun menghela nafas "nasib Li-Ping untuk selanjutnya, bergantung pada karunia para dewa, kita sebagai orang tua yang memaksanya untuk tenggelam dalam kubangan lumpur itu hanya bisa mendoakan keselamatannya"

*Keesokan paginya*

Setelah selesai sarapan bersama Yubei di kedai Bak-kut-teh, kami langsung menuju ke kediaman Zheng.

Tak ku sangka, keluarga Zheng ternyata telah berkumpul menunggu ku, sehingga begitu sampai langsung ada pelayan yang menunjukkan jalan ke ruang tamu

"Lao-Ye, Furen, An" salam ku sembari membungkuk, pada saat itu Tuan Zheng langsung mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah ku "Aku dan putri-ku sudah sepakat, bila kamu bisa sebutkan alasan yang wajar atas pernikahan ini, kami akan menyetujui perjodohan ini"

Saat itu aku langsung tertawa dan bertanya "cerita nya akan panjang lebar dan memakan waktu, apa Lao-Ye bersedia untuk mendengarkan sampai habis?"

Tuan Zheng hanya mengangguk sembari mengusap rambut putihnya.

Aku pun bercerita

kembali ke 3 tahun yang lalu ketika 3 orang pewaris letnan wang generasi ke-3 meninggal secara berurutan yang juga disusul oleh letnan wang dan istrinya sendiri. Pada saat itu, putra ke-4 nya yang baru berusia 13 tahun mewarisi gelar letnan beserta tanah Binjai barat

Saat itu banyak pejabat Binjai barat

yang ingin merebut posisi letnan, apalagi dikarenakan usia letnan baru yang masih muda, pemerintah pusat sendiri memiliki pemikiran untuk mencabut posisi letnan tersebut dan memberikan tanah Binjai barat kepada keluarga Lain

"Saat itu Zheng-Furen menawarkan sebuah perjanjian dimana Muqin akan menjaga dan menjamin keselamatan letnan wang yang baru, dengan bayaran apapun, apakah itu betul?" Tanyaku sembari membuka-tutup kipasku

Nyonya Zheng sendiri duduk dengan punggung tegak dan ekspresi gugup, ia mengangguk dan berkata "iya, betul"

Pada saat itu ibu pun menyetujui perjanjian dengan meminta pamanku, Letnan Chen generasi ke-3 untuk menjadi wali Letnan Wang untuk sementara hingga ia sudah cukup umur, bahkan untuk memperkuat perjanjian ini, ibu mengirim putri dari mendiang Abang sepupunya untuk menikah dengan letnan

Setelah tugas perwalian ini dilepas, terbukti bahwa Letnan Wang tidak memiliki bakat memerintah. Ia tidak pandai membedakan yang mana baik dan jahat, menaikkan teman dekatnya sebagai pejabat, membuat korupsi merajalela di pemerintahannya, dalam 3 tahun pemerintahannya, berbagai macam bencana alam terjadi, tanah Perkebunan yang awalnya subur pun menjadi rusak

Kakak sepupu ku yang merupakan istri letnan wang merupakan perempuan yang licik dan pintar, awalnya kami mengira bahwa ia pasti dapat mencegah pemberontakan di Binjai barat, tetapi ketidakmampuan letnan wang telah menggerogoti jiwa rakyat sehingga mendorong mereka untuk memberontak, hal ini hampir mendorong pemerintahan pusat untuk menghapus pemerintahan letnan di Binjai barat yang tidak kompeten.

Akhirnya lagi-lagi dengan bantuan ibu yang memiliki banyak koneksi di pemerintah, pemerintah pusat pun setuju untuk mempertahankan Pemerintahan letnan di Binjai barat.

"Apakah yang ia ceritakan semua betul?" Tanya Li Ping pada ibunya sembari berdiri dan menunjukku dengan ekspresi tidak percaya

Nyonya Zheng yang tidak bisa mengelak pun Hanya mengangguk dengan pelan

"Kenapa?! Muqin jelas tahu bahwa berhutang Budi masalah ini tidak ada bedanya dengan berhutang pada lintah darat, tapi kenapa? Kenapa harus Muqin tetap setuju?!" Tanya Li-Ping dengan nada keras dan histeris

Saat itu Nyonya Zheng hanya bisa menundukkan kepala dengan perasaan menyesal "Ini semua salah Muqin, tapi pada saat itu tidak ada cara lain demi menyelamatkan kekuasaan keluarga Wang"

"Apa kekuasaan ini lebih penting daripada nasib Putrimu sendiri?" Tanya Li-Ping dengan histeris, kali ini Tuan Zheng angkat bicara "sudahlah, nasi sudah jadi bubur, menyalahkan Muqin mu pun tidak akan bisa mengembalikan hal ini" ucap Tuan Zheng dengan ekspresi kasihan pada istrinya

Saat itu Tuan Muda Zheng langsung membuka mulut "apa yang terjadi pada Piau-Ge bila pemerintahan Letnan di hapus?"

Aku langsung tersenyum "Pertanyaan yang bagus, Pemerintahan Letnan hanya bisa dihapuskan bila terjadi Letnan gagal salam memerintah dan menimbulkan pemberontakan serta tidak dapat memadamkan, dan hal ini sudah terjadi sekali. Bila sekali lagi terjadi, Pemerintahan bukan hanya akan menghapus kedudukan letnan, mereka juga akan memenggal Kepala Letnan wang"

Saat itu ekspresi semua orang langsung seketika berubah pucat. mendadak Adik perempuan Li Ping pun membuka mulut entah mungkin ia berusaha memberanikan dirinya "Bukannya dia bilang Piau-jie nya menikah dengan Piau-Ge? Kalau begitu, bila Piau Ge dipenggal, bukannya Piau-jie nya akan menjadi janda? Di situasi seperti ini kita akan sama sama rugi, bukankah ini hanyalah ancaman kosong saja?"

"Er-Xiao-Jie terlalu meremehkan ben-ye, kalau tidak percaya, hari ini juga ben-Ye kembali ke pulau Sumatra, er-xiao-jie tinggal tunggu kabar duka dalam beberapa hari" ucapku sembari tersenyum yang membuat semua orang semakin gugup

"Jadi intinya, kalau Ben-Xiao-Jie tidak setuju dengan pernikahan ini, Keluarga Chen akan menarik bantuannya dari keluarga Wang? Dan penarikan bantuan ini dapat berujung pada kematian Piau-di?" Tanya Li Ping yang sudah sedikit tenang dengan wajah pucat tetapi tatapannya masih memancarkan keberanian

Aku hanya mengangguk

Saat itu Li Ping langsung terduduk di kursinya dalam diam, lagi-lagi ia bertanya "Kalau ben-xiao-jie setuju, kamu akan melanjutkan pemberian bantuan untuk Piau-di?"

Lagi-lagi aku hanya mengangguk "semua keputusan ada di tangan Ta-Xiao-Jie"

Sesaat keheningan memenuhi ruangan itu, semua tatapan mengarah pada Li-Ping, Li-Ping sesaat terlihat dengan serius mempertimbangkan dan tak lama kemudian

Dengan ekspresi serius dan tatapan yang tersirat sebuah keyakinan dan keraguan akan nasibnya, ia pun berkata dengan pelan "sebuah Janji harus ditepati, demi Muqin dan keluarga Wang, aku akan menikah ke keluarga Chen"