Xiao-jie: nona
Nu-er: Putri
Nucai: sebutan untuk pelayan pria
-Ye: Tuan
Taciu: paman yang adalah adik laki-laki ibu yang pertama
Shiong: Abang
Muqin: ibu
Fuqin: bapak
Di-di: adik laki-laki
Er-mei: adik perempuan kedua
Ta-Jie: kakak pertama
Piau-sau: Istri dari Abang sepupu pihak ibu
Piau-ge: Abang sepupu pihak ibu
Piau-di: adik sepupu laki-laki pihak ibu
Piau-dimei: Istri dari adik sepupu laki-laki pihak ibu
Tai-wai-gong: Kakek buyut pihak ibu
Zhufu: kakek pihak bapak
Zhumu: nenek pihak bapak
Wai-gong: Kakek pihak ibu
Ta-nai-nai: Selir pertama
Er-Ciu: paman yang adalah adik laki-laki ibu yang kedua
Er-Ciumu: istri paman yang adalah adik laki-laki ibu yang kedua
Er-shu-gong: Kakek-paman yang adalah adik laki-laki dari kakek pihak ibu
Er-di: adik laki-laki kedua
Li Ping pun menatapku dengan penuh kemarahan sembari berusaha melepaskan diri dari Bekapanku dan berkata "kalau begitu kamu harus menepati janji"
Aku hanya mengangguk "sebagai gantinya, Xiao-jie akan baik-baik menikah ke keluarga Chen dan aku akan membiarkan beberapa pengawal untuk tinggal disini"
"Janji?" Tanyanya sembari menatapku dengan tajam
Aku langsung mengangguk dengan ekspresi serius "laki-laki tidak akan menelan ludahnya sendiri"
Sesaat setelah mendengar perkataan ku, Li Ping pun akhirnya tenang. Pelan-pelan aku melepaskan pegangan ku padanya dan kembali duduk di kursi.
Setelah itu, ia pun mendekat dan menarik kursi di depanku dan bertanya "jadi apa hubungan cerita tersebut dengan warna hijau tua?"
Aku langsung terdiam "jadi Xiao-jie masih mau dengar?"
Ia hanya diam dan mengangguk
"Selir Ye semasa hidupnya menyukai warna hijau tua"
Lebih tepatnya, ciri khas selir Ye adalah pakaian berwarna hijau. Semenjak Sepeninggalan selir Ye, tidak ada yang menggunakan warna itu di kediaman penerus.
Mereka takut Jun Kang berubah menjadi gila lagi seperti dulu
Pelan-pelan Li Ping berdiri sembari berjalan mendekati jendela kemudian ia pun bersandar di samping jendela
"Dari pernikahan ini, aku harap Xiao-jie bisa mengobati hati Kang-Shiong yang tersakiti"
Sesaat setelah mendengarkan perkataan ku, Li Ping pun tertawa "harapanmu terlalu tinggi, berarti seumur hidup ini, aku akan selalu jadi yang nomor 2 di hati suami ku?"
Aku langsung menutup senyumanku dengan kipas dan berkata "mungkin iya, mungkin tidak, jalan didepan siapa yang tahu? mungkin saja dewa menuliskan takdir yang berbeda untuk Xiao-jie? Lagipula sebagai manusia, punya hak apa kita untuk mempertanyakan takdir yang telah ditulis oleh para dewa? Dibanding menjadi istri yang akan selalu jadi nomor 2 dihati suaminya, mungkin bisa menjadi nyonya terkasih di kediaman belakang."
"Kenapa kamu begitu yakin?" Tanya Li Ping sembari menatap ke arah luar jendela
Sesaat aku terdiam dan menjawab "karena intuisi ku biasanya tidak salah"
"Kamu terlalu percaya diri" ucap Li Ping dengan senyum mengejek perkataanku sembari melihat keluar jendela, menatap matahari yang pelan-pelan terbenam, suara kicauan burung-burung gereja yang kembali ke sarang mereka seolah-olah menutup bab masa muda Li Ping yang bebas.
Setelah itu aku sendiri kembali ke kapal terlebih dahulu untuk menyuruh Xuande memilih beberapa pengawal untuk ditinggalkan ke kediaman Zheng
"Pilihkan 6 orang pengawal kepercayaan mu yang bersedia menetap di pulau ini" ucapku sembari berjalan memasuki ruangan ku dan Xuande yang mengikutiku dari belakang
"Apa rencana -Ye kira-kira?" Tanya Xuande dengan kebingungan
"Untuk melindungi keluarga Zheng, kita tidak tahu apakah keluarga Li akan menyerah begitu saja" ucapku sembari duduk dan menopang daguku di atas meja
Xuande tidak berkata apa-apa atas rencanaku, ia hanya mengangguk dengan baik, tetapi ekspresinya menunjukkan ada sesuatu yang ingin ia sampaikan
Aku hanya diam sembari memandangnya sesaat "Apa ada yang kamu ingin pertanyakan? Mengenai rencanaku? Atau kamu ada alasan untuk menolak perintahku?"
"Nucai tidak berani" ucap Xuande sembari membungkuk
"Kalau begitu apa maksud dari ekspresimu yang seperti ingin berkata sesuatu?" Tanyaku sembari memasang senyum tipis dan menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan
"Kalau begitu mohon biarkan Nucai untuk berbicara terus terang" ucap Xuande sembari tetap membungkuk "Padahal -Ye sendiri tahu bahwa keluarga Li sekarang sedang di puncak kuasa, Adik pejabat Li adalah Nyonya Letnan dan ibu penerus letnan, putri sulungnya adalah selir penerus, putri bungsunya adalah tunangan putra bungsu letnan dan putra pertama pejabat Li sendiri adalah tunangan dari putri pertama letnan, bahkan letnan pun tidak berani macam-macam dengan mereka, tapi kenapa -ye berani mengusik keluarga mereka?"
Aku hanya mengangguk sembari tertawa mendengar pertanyaan Xuande "Keluarga Li berencana menggulingkan keluarga Chen, hanya saja Taciu terlalu bodoh untuk menyadari hal itu, kalau hari ini kita tidak menyingkirkan mereka, cepat lambat kita yang akan disingkirkan"
*Disisi kediaman Zheng*
Keluarga Zheng duduk melingkari meja makan dalam suasana senyap, yang terdengar hanyalah suara sumpit yang bertabrakan dengan piring dan mangkuk
Sekeluarga tidak ada yang berusaha memecah keheningan ini, takut akan rasa canggung yang akan melanda selanjutnya, apalagi ini mungkin akan menjadi terakhir kalinya mereka makan bersama.
Pelan-pelan isak tangis Nyonya Zheng pun terdengar, Tuan Zheng pun meletakkan sumpit dan mangkuknya pelan-pelan kemudian mengusap punggung nyonya Zheng untuk menenangkannya
"Jangan menangis, Menangis di hari seperti ini bisa mengundang sial" ucap Tuan Zheng sembari menyodorkan Sapu tangan pada Nyonya Zheng dan menggenggam tangan Nyonya Zheng
"Semua ini salah Muqin" ucap Nyonya Zheng ditengah isak tangisnya "Muqin tidak seharusnya membuat perjanjian dengan pembayaran yang tidak diketahui, membayar hasil akhir dengan kebahagiaan anak sendiri itu sama sekali tidak seharga"
Li-Ping sendiri juga sedih harus berpisah dengan keluarganya, tetapi tidak setetes air matapun mengalir di pipinya "Muqin tidak salah, Muqin berusaha melakukan yang terbaik untuk keluarga Wang, hanya takdir Nu-er yang tidak terlalu baik, harus menikah ke tempat yang jauh dari keluarga demi politik"
Kemudian Tuan Zheng pun meraih tangan Li-Ping dan menggenggamnya dengan erat "Ingat, kamu masih ada rumah disini, pulanglah ke sini ketika kamu merasa tidak bisa tahan disitu" ucap Tuan Zheng sambil menahan air matanya keluar
Li Ping sendiri hanya diam melihat ibunya menangis, ia sedih, tetapi entah kenapa tidak ada setetes pun air mata yang mengalir keluar, ia balik menggenggam tangan Tuan Zheng dan berkata "Perkataan Fuqin, Nu-er mengerti"
Akhirnya malam pun tiba, para pelayan ku buru-buru mengangkat Peti-peti naik ke atas kapal, sedangkan aku bersandar dari dek kapal melihat ke pelabuhan.
"Jaga kesehatan, jangan lupa makan. setelah menikah, jangan sering-sering keluar kediaman, kita tidak tahu apakah ada yang berusaha mencelakai mu atau tidak" ucap Nyonya Zheng sembari menggenggam tangan Li Ping
Li Ping hanya diam dan tersenyum "iya, Muqin tenang saja, aku mengerti"
"Ta-jie, nanti kalau di Binjai ada perempuan cantik, kenalkan ke aku ya" ucap Adiknya sembari tertawa
Lagi lagi Li Ping hanya tertawa dan mengangguk sembari mengusap kepala adiknya.
Kemudian ia melihat ke arah Tuan Zheng yang berdiri di samping Nyonya Zheng "Fuqin, Titip Muqin, Di-di dan Er-Mei, jangan lupa jaga kesehatan sendiri, jangan terlalu memaksakan diri"
Tuan Zheng hanya mengangguk pelan sembari mengedipkan matanya beberapa kali agar jangan sampai ada air mata yang menetes turun
Setelah berkata seperti itu ia pun mundur 3 langkah kemudian berlutut dan bersujud 3x. Dibantu oleh Yubei, ia pun berdiri dan segera berjalan menuju tangga kapal.
Mendadak Li Ting berlari dan menarik tangan Li Ping dan menggenggamnya "Ta-Jie, kita akan bertemu lagi kan di lain hari?"
Sesaat Li Ping hanya terdiam, ia juga tidak rela, sedih untuk meninggalkan keluarganya, tetapi ia tetap tidak bisa menangis, kemudian ia pun membalas genggaman tangan Li Ting dan menjawab "pasti, suatu hari, datanglah ke kediaman Chen, aku menunggu mu"
Kemudian Li Ting pun mengangguk dengan pipi yang telah dibasahi oleh air mata sembari terus menggenggam tangan Li Ping
"Xiao-Jie, kapal sudah mau berangkat" bisik Yubei pada Li Ping yang ia balas dengan anggukan, kemudian Li-Ting pun perlahan-lahan melepaskan pegangannya atas tangan Li Ping, membiarkan Li-Ping perlahan-lahan menaiki tangga kapal tersebut
Untuk sesaat li-Ping melirik ke belakang, ke arah keluarganya untuk terakhir kali, seolah-olah menanamkan ingatan akan keluarganya di pikirannya untuk terakhir kali
Setelah Li Ping berhasil naik ke atas kapal, para nakhoda pun menarik tangga naik dan melepaskan tali penahan kapal, kemudian kapal pun berlayar.
Aku dan Li Ping masih bersandar di dek kapal ketika kapal mulai berlayar, angin kencang mulai menerpa wajah kami
"Xiao-jie, mari kita masuk" ucapku sembari menawarkan tanganku sebagai tumpuannya. Ia menerima tanganku dan perlahan-lahan berjalan menuju ruanganku sembari berkata "Sedari tadi kamu terus berkata Xiao-jie, Xiao-jie, Xiao-jie, aku lelah dengarnya, bisa ganti panggilan lain?"
Aku tertawa kecil mendengar perkataan Li-Ping itu "jadi kalau tidak perlu panggil apa?" Tanyaku
Li-Ping sesaat juga kebingungan "iya juga, panggil apa baiknya? Kalau panggil Nama kan kurang sopan"
Sesaat aku terpikir "bagaimana dengan Piau-sau?"
"Piau-sau?" Tanya Li-Ping dengan heran
"Calon suami anda adalah Piau-ge ku, jadi wajarnya saya memanggil anda Piau-Sau" ucapku sembari membantu Li-Ping membuka mantelnya
"Piau-sau ya?" Gumam Li-Ping "Boleh juga"
Aku pun mengangguk "kalau begitu panggil itu saja ya"
"Kenapa Piau-sau tidak menangis tadi?" Tanyaku sembari menggantung mantel dan mempersilahkannya duduk
"Menangis juga tidak akan merubah nasibku sama sekali" ucapnya sembari menuang teh hangat yang telah dipersiapkan di atas meja.
Aku hanya mengangguk mendengar perkataannya sembari mengeluarkan beberapa pion catur Weiqi
"Jadi kapan kita sampai?" Tanya Li Ping sembari mengunyah Kue kacang yang diatas meja.
"Besok siang, begitu sampai kita langsung bersandar di pelabuhan Belawan dan menginap 1 hari di kediaman Letnan Ma" ucapku sembari menyodorkan pion-pion catur tadi ke hadapan Li Ping
"Siapa letnan Ma?" Tanya Li-Ping lagi-lagi dengan kebingungan
"Salah satu penguasa di daerah Sumatra, dia yang menguasai Pelabuhan, perairan serta jalur pelayaran di wilayah tengah. Kalau keluarga Chen menguasai dataran tinggi, keluarga Wang menguasai dataran rendah" ucapku sembari membuka kipasku "Sepertinya Piau-sau kurang tahu tentang sejarah keletnanan meskipun merupakan cucu letnan ya?"
Li-Ping menepuk-nepuk tangannya dari serpihan kue kacang itu sembari berkata "aku lahir di keluarga pengusaha, tidak kepikiran akan ada gunanya belajar sejarah"
Aku hanya bisa menghela nafas dengan lelah "Kalau begitu aku akan jelaskan mengenai 3 keluarga letnan ini"
Letnan pertama Chen yaitu kakek buyutku dan Jun-Kang diangkat menjadi letnan pada tahun 1705 bersamaan dengan Letnan Pertama Wang, berbeda dengan letnan pertama Ma yang sudah menjabat lebih lama daripada mereka berdua.
Permusuhan turun temurun antar keluarga Chen dan Wang dimulai pada tahun itu juga ketika terjadi perebutan pemilihan ibukota, Kedua letnan sama-sama memaksa ingin wilayah Binjai yang dekat dengan Medan yang merupakan pusat pemerintahan Netherlands dan dekat dengan jalur perairan.
Atas bantuan letnan Ma pada saat itu mengajukan permintaan untuk mengakhiri pertikaian dengan membagi Binjai menjadi 2; Binjai utara milik Keluarga Chen dan Binjai barat milik keluarga Wang.
Pada saat itu keduanya pun menyadari betapa menguntungkannya membangun koneksi dengan keluarga Ma, dengan segera lanjut bertikai selama 2 tahun atas putri tunggal letnan Ma
Tentu saja kalau yang menjadi dasar pertimbangan awal hanya adalah uang maka Letnan Wang yang tanahnya subur atas perkebunan dan pertanian akan merupakan pilihan terbaik. Tetapi sayangnya Letnan Wang pada saat itu sudah berusia 30 tahun, hanya berbeda dengan letnan Ma 10 tahun, apalagi ia juga sedari awal sudah memiliki selir dan putra penerus, tidak akan ada keuntungan untuk keluarga Ma.
Sehingga akhirnya keputusan pun jatuh pada Letnan Chen yang pada saat itu baru berusia 25 tahun dan juga tidak memiliki selir ataupun anak
"Kalian pandai ya cerita, membuat seolah-olah Tai-wai-Gong mu itu begitu hebat, sedangkan Tai-wai-Gong ku seperti kakek tua mesum yang kaya" ucap Li-Ping dengan senyum tipis dan tatapan kesal
"Tetapi kenyataan bahwa Letnan Wang pertama itu memang sudah memiliki selir dan putra kan pada saat itu" ucapku dengan eskpresi datar "lagipula cerita ini juga berhubung dengan silsilah keluarga yang Piau-sau harus ingat nanti"
Li-Ping hanya memberiku senyum tipis sembari melihat ke arah pion catur tadi dan menyuruhku lanjut bercerita. Aku pun menggunakan sumpit menggerakkan pion-pion catur itu satu persatu dan menyusun mereka sesuai silsilah keluarga Chen dan Ma
"Jadi Putri tunggal Letnan Ma yang berusia 13 tahun pun menikah ke keluarga Chen, dari pernikahan itu menghasilkan 1 putri 2 putra. Zhumu ku adalah putri tunggal mereka, menikah ke keluarga Zhong yang pada saat itu menjabat sebagai kepala tabib pribadi letnan. Putra Pertama yang nantinya akan menjadi letnan kedua adalah Zhufu nya Jun-Kang dan Wai-gong ku. Putra Kedua tidak terlalu memiliki prestasi apapun kecuali menjabat sebagai Duta antara letnan dengan pemerintah pusat di medan, dia juga lah Zhufu dari Istri Letnan Wang" ucapku menjelaskan dengan panjang lebar
"Berarti Zhen-Cai yang merupakan Piau-di ku, istrinya itu Piau-dimei ku, jadi Si putra kedua itu adalah Zhufu dari Piau-Dimei ku?" ucap Li-Ping dengan sedikit bingung sembari berusaha memperjelas hubungan mereka
"Nanti begitu Piau-sau menikah ke keluarga Chen, harus panggil Si putra Kedua itu Er-Shu-gong"
kemudian ia pun menyentuh pelipisnya sembari menekan-nekan "Pusing sekali silsilah keluarga kalian"
"Ini masih belum selesai lagi Piau-sau" ucapku sembari menunjuk kedua Pion catur hitam
"Letnan kedua menikahi putri sulung dari saudagar Xi, saudagar terbesar di seluruh tanah Sumatra. Er-shu-gong juga menikahi putri bungsu saudagar Xi, sedangkan Letnan Ma yang sekarang menikahi putri kedua saudagar Xi. Sehingga membuat hubungan keluarga Chen dan Ma tidak hanya sepupu, tetapi juga ipar
Kemudian turun ke generasi ke-3, dimana putri sulung letnan pertama memiliki seorang putra yang merupakan Fuqin ku. Putra kedua letnan pertama juga hanya memiliki seorang putra tetapi meninggal muda, menyisakan putri tunggalnya, Yun-Xue sebagai pewaris utama keluarga cabang" ucapku panjang lebar sembari menunjuk ke arah pion catur Yun-Xua dan suaminya, Wang-Zhen-Cai
Li-Ping mengangguk-nganggukkan kepala sembari mengemil Kue kacang itu dan tetap fokus pada penjelasanku
"Letnan kedua juga hanya memiliki 1 putri 2 putra. Putri tunggalnya adalah Muqin ku. Putra pertamanya menjadi Letnan ketiga menikahi putri mendiang pejabat keuangan Li"
"Jadi pejabat Li yang mengirim pembunuh bayaran adalah putra nya?" Tanya Li-Ping dengan mulut penuh kue kacang
Aku hanya mengangguk dan lanjut menjelaskan "Putra Kedua mengurus bisnis Kilang padi dan menikahi putri Duta Ye"
"Ye?" Tanya Li-Ping mendadak bingung "marga Ye yang kamu maksud ini sama dengan marga Ye yang terbunuh itu?"
"Mendiang Ta-nai-nai (Selir Ye) adalah keponakan Er-ciumu, berarti dia masih bersepupu dengan Furen ku" ucapku sembari menunjuk ke arah harus yang lebih jauh
Seketika Li-Ping terlihat termenung, kemudian ia pun menggelengkan kepalanya dan dengan cepat berkata "bentar! Bentar, bentar! Jadi tadi kamu bilang Putri tunggal Letnan kedua adalah Muqin mu"
"Iya, betul, kenapa?" Tanyaku keheranan "apa ada yang kurang jelas?"
"Terus kamu bilang Putri tunggal Letnan pertama adalah Zhumu mu dan putranya adalah Fuqin mu?" Tanyanya dengan ekspresi kurang yakin
Aku tetap hanya mengangguk "iya, kenapa?"
"Berarti Fuqin mu dan Muqin mu adalah Sepupu?!" Tanyanya dengan ekspresi terkejut
"Iya" jawabku dengan santai "Kenapa? Salahkah?" Tanyaku dengan bingung
"Tidak" jawab Li-Ping dengan masih heran "hanya terasa aneh saja, lanjutkan" ucapnya sembari lanjut meraih kue kacang tadi
"Kemudian di generasi ke 4, Muqin ku yang putri tunggal letnan kedua hanya memiliki 2 putra yaitu aku dan Er-di ku. Er-Ciu punya 2 putra 1 putri, Putri tunggalnya itu Furen ku" ucapku dengan santai hingga menyadari tatapan terkejut Li-Ping dan mulut nya yang telah menganga lebar
Tanpa mempedulikan ekspresi Li-Ping itu aku pun lanjut "letnan ketiga memiliki 4 putra 3 putri, 2 putra paling pertama dari selir meninggal muda berkat konspirasi keluarga Li" ucapku sembari menghela nafas dengan rasa prihatin pada kedua Abang sepupu yang tidak pernah kutemui itu
Sesaat ekspresi Li-Ping sendiri juga berubah menjadi iba "Jadi ini bukan pertama kalinya keluarga Li turun tangan menyingkirkan orang-orang yang tidak berdosa demi ambisi mereka?" Tanyanya dengan pelan
Aku pun menganggukkan kepala dengan pelan, Kemudian kami pun menghabiskan satu malam itu membahas silsilah keluarga Chen, Zhong dan Ma tanpa henti
Akhirnya pagi pun tiba, kami pun bersandar di dek kapal sembari melihat matahari yang mulai terbit perlahan-lahan seolah-olah menyambut kedatangan Li Ping ke tanah sumatra ini.
*Disisi kediaman Zhong*
Pagi itu kediaman Zhong sudah lumayan sibuk, para pengawal bersiap-siap, para pelayan sibuk membantu Yun Rou memakai pakaian dan para pengasuh sibuk mengurus 2 tuan muda lainnya
"Menurutmu Xiu-Ji bagusnya dibawa ke kediaman Ma atau tidak?" Tanya Yun Rou pada Chunxi sembari merapikan kerah pakaiannya
"Kalau ini Nu-bi tidak bisa bilang apa-apa, kalau ditinggal di kediaman Zhong nanti Shao-Ye pasti nangis, dia mana mau pisah dengan Furen. Kalau dibawa, Furen pasti mengerti, Zheng-Xiao-Jie bisa menganggap bahwa Furen sedang berusaha mempermalukan dia dengan membawa putra shu (庶; anak dari selir) nya Chen-Ye"
Sesaat Yun Rou terdiam mendengar perkataan Chunxi, saat itu ia berpikir bahwa memang betul membawa Xiu-Ji akan mempermalukan Li Ping, tetapi bukannya sebagai calon Nyonya Letnan dimasa depan dia harus lebih bersabar, kalau tidak apa bedanya Li Ping dengan Li Zhi Yan.
"Tidak apa, kita tetap akan membawa Xiu Ji, dan tolong ambilkan buku keuangan bulan ini, Ben-Furen ingin membacanya selama perjalanan" ucap Yun Rou sembari menunjuk ke atas meja kerjaku
"Furen, kereta kuda sudah siap" ucap salah seorang pelayan diluar
Setelah itu Yun Rou pun keluar bersama Chunxi yang disusul oleh Yi-Hong dan Xiu-Ji bersama pengasuh mereka.