Chereads / Pengantin pulau / Chapter 1 - Chapter 1

Pengantin pulau

🇮🇩Tajiromaru
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 16.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 1

-Ye: tuan

Ta-Furen: Nyonya

Muqin: ibu

Piau-di: adik sepupu laki-laki pihak ibu

Ben-Ye: sebutan untuk diri sendiri

Shao-Ye: tuan muda

Lao-Ye: tuan besar

Guma: kakak dari ayah

Zhumu: nenek

Lao-Furen: Nyonya besar

Tai-Furen: Nyonya Tua

Shiong: Abang

Nucai: sebutan diri untuk pelayan pria

Cahaya matahari yang menyusup masuk ke dalam kapal membuat ku terbangun dari tidur

"Sudah sampai?" Tanya ku pada Yubei, pelayan pribadiku

"Sebentar lagi, mohon -Ye bersabar" ucapnya sembari berdiri tepat di samping ranjangku itu

Aku menatap ke arah langit-langit kapal. Sesaat setelah sudah lebih sadar, aku bangun dari tempat tidur ku dan duduk.

"Ruangan untuk calon istri Kang-Shiong sudah siap?" Tanya ku masih setengah tidak sadar

"Sudah" jawab Yubei dengan tenang sembari mempersiapkan air untuk membasuh muka

Sesaat Yubei melihat ke arah ku dan bertanya "perlu Nucai bantu sisirkan rambut -ye?"

Aku cuma mengangguk dan berjalan ke arah kursi disamping jendela dan duduk. Membiarkan dia membuka kepangan rambut Tocang ku (gaya rambut Orang Tionghoa jaman dulu) dan menyisir sambil mengoleskan wewangian bunga krisan.

Aku hanya terdiam menutup mata sambil mendengarkan suara ombak dan kicauan burung laut di siang hari.

*Disisi kediaman keluarga Zheng*

Nyonya Zheng yang pelan-pelan masuk ke kamar anaknya dan berdiri bersandar di samping tempat tidur pun dengan santainya berkata "Pernikahan mu akan dipercepat, dalam kurun waktu 1 bulan" meski suaranya terdengar tenang tetapi ia tetap merasa gugup untuk melanjutkan kata-katanya

Putri tertuanya, Zheng Li Ping pun memasang ekspresi terkejut, tetapi Ia hanya mengangguk sembari menutup buku cerita yang ia genggam "Aku mengerti" ucapnya, seolah-olah sedari awal ia sudah menerima takdir atas keputusan pernikahan yang tidak pernah melibatkan pendapatnya itu

Bukan ia tidak tahu bahwa pernikahan ini cepat lambat akan datang, pernikahan ini akan menggantungkan reputasi keluarganya sehingga tidak ada pilihan lain selain menjalani, tetapi tetap saja ia merasa terkejut dan gugup

Nyonya Zheng pun menghela nafas sembari duduk di ujung tempat tidur dan mengusap kepala anaknya pun bertanya "Kamu tahu siapa calon suami mu?"

Dengan ekspresi yang heran mendengar pertanyaan ibunya itu, Li Ping pun menjawab "putra sulung keluarga Pengusaha Zhang, Zhang-Xuan-Ming kan?"

Nyonya Zheng kembali menghela nafas sembari menggelengkan kepala dan berkata "Perjodohan mu dengan putra keluarga Zhang sudah dibatalkan"

"Muqin bercanda bukan?" tanya Li-Ping dengan perasaan yang bercampur aduk antara terkejut, heran dan tidak bisa mempercayai perkataan ibunya

"Muqin tidak bercanda sama sekali, Piau-di mu baru mengirim kabar bahwa keluarga Chen menginginkan mu sebagai menantu mereka"

Mendengar perkataan ibunya, Li-Ping semakin terkejut "Sejak kapan? Sejak kapan masalah ini ada?" Tanyanya dengan kaget

"Sekitar seminggu yang lalu" ucap Nyonya Zheng sembari mengalihkan pandangannya dari tatapan putrinya itu, dalam hati ia mengira bahwa keterkejutan putrinya itu karena menyukai mantan tunangannya, sehingga ia merasa menyesal telah memisahkan mereka. "Zhen-Cai mengirim kabar" ucap Nyonya Zheng dengan lirih

"Kabar apa?" Tanya Li-Ping yang semakin kebingungan "Apa hubungannya pemutusan perjodohan ini dengan Piau-di? Dan siapa pula calon suami yang kalian pilihkan kali ini?" Tanya Li-Ping bertubi-tubi

Nyonya Zheng dengan segala kesabaran yang ia miliki pun perlahan-lahan menjawab "Hal ini semua salah Zhen-Cai. Keluarga Letnan Chen Binjai Utara tengah mencari istri untuk putra sulung letnan, dan Zhen-Cai sebagai Letnan Binjai barat tidak ingin kalah dari keluarga Ma letnan Belawan, sehingga diantara nama nama kandidat calon istri, dia memasukkan nama mu sebagai salah satu wakil Binjai barat"

Saat itu juga Li-Ping langsung mengamuk, ia terkejut mendengar bagaimana kebodohan dan keegoisan Abang sepupunya akan membawanya ke atas masalah ini "Zhen-Cai?! Suruh dia pergi mati! Jelas-jelas aku ada calon suami! Hal ini bagaimana bisa terjadi?!"

"Zhen-Cai tidak tahu tentang Zhang-Xuan-Ming, jadi ketika keluarga Chen memilihmu, dia dengan santai dan gembira menerima" ucap Nyonya Zheng dengan lirih

Mendengar perkataan Nyonya Zheng, Li-Ping pun semakin heran atas dasar apa mendadak ibunya memutuskan perjodohan dengan keluarga Zhang, padahal awalnya ini adalah perjodohan yang sangat sangat diinginkan oleh ayahnya, dan dia merasa bahwa ibunya bukan tidak bisa menolak perjodohan ini.

Nyonya Zheng yang melihat Li-Ping terlihat terkejut pun hanya bisa menghela nafas dan beranjak keluar dari ruang tamu untuk membantu suaminya mengurus para pelanggan di kedai opium

Sebelum beranjak pergi, ibunya hanya berkata "persiapkan diri mu, menurut surat Zhen-Cai, Piau-di istrinya yang menjadi wakil keluarga Chen akan datang membawa surat lamaran hari ini, tidak ada pilihan lain selain setuju"

Perkataan ibunya itu membuatnya semakin tercengang, entah apa yang membuat ibunya sangat bersikeras untuk mengirim anak perempuannya itu ke tanah Sumatra.

Akhirnya sore pun tiba dan kapal ku pun berlabuh di pelabuhan pulau Karimun itu. aku pun menyuruh para nakhoda kapal untuk menurunkan peti-peti uang mahar dan memberi pelayan ku sedikit uang untuk merekrut para tukang angkut dan 2 becak tarik.

Sembari menunggu aku melihat lihat pasar pulau tersebut, pulau ini terhitung kecil tapi sepertinya pusat dagang yang aktif, apalagi di saat sore seperti ini masih banyak pedagang yang berjualan, dan masih banyak kapal yang berlabuh dan menurunkan barang bawaan mereka, dari gaya pakaian mereka ada yang dari Engelend dan Nederland.

"-ye sepertinya terlihat senang" bisik Kapten kapal kepada Yubei yang tentu saja kedengaran sampai telinga ku

Yubei hanya tertawa "-ye senang karena tadi berhasil melihat pemandangan yang bagus ketika kapal mendekati pelabuhan"

Aku langsung melihat ke belakang dan memberikan senyum terpaksa pada Yubei "dibanding berbicara hal yang tidak penting kenapa tidak segera mencari tenaga kerja"

Ia pun tertawa dan buru-buru pergi sedangkan kapten kapal sendiri pura-pura sibuk untuk menghindari omelan ku

Setelah itu aku pun lanjut melihat-melihat hingga beberapa saat barulah Yubei kembali untuk memberitahu bahwa semuanya sudah siap.

"Suruh mereka angkat peti-peti tersebut" ucap ku sambil menaiki becak tarik

"Becak tarik yang satu lagi mau diapain?"

Aku membuka jam gantung ku dan berkata padanya "kamu naik itu becak tarik, tidak mungkin kamu lari atau maksa duduk 1 becak dengan Ben-ye bukan?"

Ia pun tertawa sembari buru-buru berjalan menaiki becak nya.

Aku menyuruh tukang becak nya untuk mengantar kami ke kantor Letnan Cina (*Luitenant der Chinezen*) yang menyimpan semua catatan keluarga yang menetap di pulau beserta alamat mereka.

Sesaat setelah sampai di depan kantor tersebut, aku menyuruh becak dan para tukang angkut untuk menunggu dan menyuruh Yubei untuk berjaga diluar.

Begitu Aku memasuki kediaman tersebut,  aroma tinta yang kuat langsung menusuk ke hidung dan suara para pejabat yang keras pun terdengar, mereka semua sedang sibuk menyusun berkas berkas laporan yang harus dikumpulkan akhir bulan.

Mendadak seorang pengawal Melayu mencegat ku dan bertanya apa yang aku lakukan disini. Kukatakan Padanya bahwa aku ingin bertemu dengan Letnan Cina disini dan menunjukkan lencana pengenal yang terikat di pinggang ku.

Sesaat dia melihat dan mengembalikan lencana pengenal tersebut.

Dia menyuruh ku untuk tetap ditempat sambil mengetuk pintu sebuah ruangan "letnan, seorang Inlandsch Bestuur (pejabat) datang menemui anda"

"Antarkan dia masuk" begitulah jawaban dari dalam ruangan dan aku dipersilahkan untuk menemui letnan tersebut.

Aku pun membuka mantel hitam ku dan menyerahkan nya pada pengawal tadi. Disana tampak seorang pria tionghoa paruh baya dengan perut yang menonjol mengenakan pakaian resmi nya yang berwarna hitam sedang duduk sembari menghirup puntung rokoknya

"Silahkan duduk, dan apa ada yang bisa Ben-ye bantu?" Tanya nya sambil mematikan rokoknya dan menyuruh pengawal tadi untuk membawakan teh untuk ku

Dari situ aku menjelaskan bahwa aku mencari keluarga Zheng untuk mengantarkan surat perjodohan putri sulung mereka dengan Abang sepupuku yang merupakan putra sulung sekaligus penerus letnan Chen dari Binjai utara, setelah menjelaskan padanya, aku pun menyerahkan amplop merah yang berisi surat perjodohan sebagai barang bukti

ia pun membuka amplop merah tersebut dan melihat isinya sesaat. Setelah memberi suruhan pada pengawal tadi untuk membawa alamat keluarga Zheng, ia pun tersenyum padaku dan berkata "kalau begitu, ucapan selamat dari keluarga Liu untuk Keluarga Chen dan Zheng"

Aku pun membalas senyumannya dan mengucapkan terima kasih

Sembari menunggu pengawalnya mencari alamat keluarga Zheng, Kami pun mengobrol sedikit.

"Jadi kalau dilihat dari perawakan Shao-Ye yang tinggi besar, Ben-ye tebak umur Shao-Ye sekitar 16-17 tahun. Jadi takdir apa yang membawa anda datang ke sini untuk menjemput pengantin untuk penerus keluarga Letnan Chen?" tanyanya sembari menghidupkan puntung toko yang baru

"Sesuai perkataan Lao-ye, umur ku 16 dan ibu ku dengan letnan yang sekarang merupakan Kakak-adik sehingga Aku dengan Chen-Ta-ye merupakan saudara sepupu" jawabku sembari meraih teh yang dibawakan pengawal tadi dan meneguknya

"Jadi Shao-Ye sendiri sudah beristri? Bukankah setelah pernikahan Ta-Shao-ye, pernikahan Shao-Ye lah yang selanjutnya diadakan"

"Aku sudah beristri" jawabku dengan ekspresi polos yang membuat Letnan Lim juga terkejut

Belum sempat ia bertanya lebih, pengawalnya sudah kembali sembari membawa daftar alamat keluarga Zheng dan menyerahkannya padaku.

Aku pun segera beranjak pergi ke kediaman keluarga Zheng setelah berterima kasih pada letnan Lim

*Disisi Kediaman Penerus letnan*

Suara desahan yang kuat bercampur dengan suara tubuh yang saling bertabrakan perlahan lahan mereda.

Sesosok pria pun keluar dari tempat tidur dengan mengenakan celana panjang putih. Inilah Penerus letnan Chen sekaligus calon suami dari tokoh utama kita, Chen Jun Kang yang juga merupakan Abang sepupu ku.

"Aku dengar rumor" Ucap perempuan tersebut yang terkapar diatas tempat tidur

"Rumor apa?" Tanya Jun Kang sembari mengambil Cawan Teh dari atas meja belajarnya.

"Bahwa Tai-Furen dan Zhong Lao-Furen sudah menentukan istri untuk -Ye, dan sekarang Zhong-Taren dikirim untuk menjemput nya" ucapnya dengan sedikit berharap bahwa Jun Kang akan berkata tidak

Jun Kang spontan menjawab "Iya, Jia Wen yang pergi jemput sebagai wakil ku"

"Jadi setelah menikah pun -ye akan terus mengunjungi ku kan?" Ucap perempuan tersebut sembari keluar dari tempat tidur tanpa sehelai benang pun dan memeluk jun Kang dari belakang

Jun Kang langsung terdiam begitu mendengar ucapan perempuan tersebut. Kalau perempuan tersebut mengenalnya dengan baik, ia pasti tahu bahwa Jun Kang tidak suka dengan perempuan yang menempel padanya, untuknya itu sangatlah merepotkan. Jun Kang langsung melepaskan diri dari pelukan perempuan tersebut dan berkata

"Ben-ye lupa bilang, sesuai perintah Guma dan Zhu-mu, Ben-Ye sudah putuskan hubungan dengan para perempuan, sekarang kamu lah yang terakhir. Mulai sekarang izin mu untuk masuk ke kediaman timur dicabut"

Rona wajah perempuan tersebut langsung pucat, saat itu ia langsung tahu bahwa rencananya untuk menjadi selir ketiga penerus letnan sudah gagal.

Ia memohon pada Jun Kang sembari menangis-nangis untuk jangan membuangnya dan mengucapkan kata kata cinta yang penuh kebusukan.

Kalau saja saat itu ia memilih berpisah dengan cara baik-baik seperti beberapa Perempuan lainnya, mungkin Jun Kang masih akan memberikan rasa hormat padanya, sayangnya sekarang semua sudah tidak tersisa.

Dengan satu tepukan tangan dari Jun Kang, beberapa pelayan perempuan pun masuk dan membantu Perempuan tadi untuk berdiri

"Segera kenakan pakaian mu dan keluar dari kediaman ini, kamu tidak diperbolehkan menginjakkan kakimu di kediaman ini lagi" ucap jun kang sembari melambaikan tangannya

Sembari mendengar suara tangisan perempuan yang ditarik keluar itu, ia pun mengisap pipa opium dan menatap air the Dihadapannya

Saat itu ia berpikir, seperti apa kira-kira calon istrinya, apakah cantik? Apakah baik? Apakah mirip ibunya yang ia benci? Atau mirip dengan bibinya yang dingin?

Disisi lain sendiri Li Ping juga tengah bersandar di jendela kamarnya, menikmati angin laut yang menyapu wajahnya itu sembari bertanya tanya sendiri seperti apakah calon suaminya itu

Inilah kisah bagaimana takdir 2 orang yang terlahir dari latar belakang yang berbeda, terikat menjadi 1