Chereads / Change To Life / Chapter 31 - 31. Gaun

Chapter 31 - 31. Gaun

Erlan memegang dahinya sudah dua hari ini dia selalu memergoki Manda bangun di tengah malam sambil melamun. Setiap kali ditanya selalu bilang hanya ingin atau tidak apa-apa.

Erlan berpikir apa semua ini karena dia yang ingin keluar kota tapi hanya dua hari saja kenapa jadi gini. Oh jangan jangan Manda takut rindu berat ya sama Erlan, aduh geer banget Erlan.

Aish mana mungkin Manda sampai begitu. Erlan menelpon Sam apakah hari ini ada meeting atau tidak. Senangnya Erlan ketika tahu tidak ada rapat, artinya ia hanya perlu menyelesaikan tumpukan kertas ini saja.

Erlan semangat mengerjakan semua pekerjaannya kali ini. Ia akan pulang lebih awal menemani Manda mungkin mengajaknya jalan-jalan.

Erlan benar-benar menyelesaikan semua berkas yang deadline hari ini tidak satu bulan ini. Karena dia akan mengisi waktu ini dengan menghibur Manda dan mengejar pelaku teror yang Erlan curigai adalah Alex teman Papanya dulu.

Jam makan siang Erlan tidak istirahat dia hanya minta dibuatkan kopi. Erlan bahkan lupa jika biasanya jam segini Manda akan menelpon atau dirinya yang menelpon Manda.

Mumpung pekerjaannya lumayan sedikit jadi Erlan lebih leluasa. Berbeda dengan Erlan yang semangat kerja bahkan sampai nonstop Manda masih terdiam di atas kasurnya sambil duduk menghadap pintu kaca balkon.

Dua hari ini Manda memimpikan hal yang sama anak laki-laki yang sedih, anak gadis yang sedih, dua orang dewasa yang bermesraan. Kepala Manda sampai pening, tengah malam ia harus bangun karena mimpinya yang membuat hatinya sakit entah mengapa begitu.

Manda menaikkan selimut agar menutupi badannya menyisakan kepalanya. Mata Manda sesekali terpejam tapi Manda tersadar dan langsung membuka matanya kembali.

Tok.. tok.. tok..

"Non ini Bibik."

"Iya Bik, masuk aja." Bik Surti membuka pintu kamar Manda bersama nampan berisi sepiring makanan dan segelas susu hamil. Ternyata Bunda menyusul ke dalam kamar Manda.

"Kamu sakit Man?" tanya Bunda. Bunda memegangi dahi Manda mengecek suhu tubuh Manda. "Aduh kok hangat gini badan kamu. Bunda telepon Dokter Rina dulu ya."

"Eh Bik tolong buatin bubur ya, sama sup," pinta Bunda pada Bik Surti. "Manda gak papa kok Bun. Tiduran juga pasti bakal sembuh."

Bunda berdecak, "Engga engga engga, pokoknya kita tunggu Dokter Rina dulu. Bunda coba ukur panas kamu ya Man, bentar Bunda ambil alatnya."

Bunda keluar dari kamar Manda untuk mengambil alat pengukur suhu badan. Manda bangun dari tidurnya, menyenderkan punggungnya ke kepala ranjang. Manda melihat cermin yang memantulkan diri Manda. Benar wajahnya sedikit pucat dan kantung matanya terlihat jelas.

.

.

.

.

Erlan sedang melihat secara langsung proyek yang sedang di bangun. "Pak Erlan?" panggil seseorang dari dibelakang Erlan.

Erlan berbalik melihat siapa gerangan. "Pak Hamis, apa kabar Pak?" Mereka saling berjabat tantan.

Pak Hamis adalah rekan bisnis Papanya, beliau cukup royal dan hubble orangnya. "Baik-baik. Pak Gantara kabarnya baik?" tanya beliau.

"Alhamdulillah Papa sudah membaik tinggal pemilihan saja."

Pak Hamis lalu pamit dengan Erlan karena dirinya akan berbicara dengan Pak Bara rekan bisnis Erlan yang saat ini sedang menjalin bersama proyek ini. Erlan berbicara pada Daniel dan Sam sepertinya mereka harus mengatur jadwal kembali untuk meeting dengan Pak Bara pasalnya Erlan sedikit kurang pas dengan beberapa tentang proyek ini.

"Dan, abis ini kita balik ke kantorkan? Gue langsung cabut ya. Tenang semua pekerjaan Gue kurang dikit kok, kalau Lo baik sih kerjain sekalian." Daniel berdecak lalu mengangguk, "Balik sono, yang punya istri mah mesti gitu."

Erlan menepuk bahu Daniel mengucapkan terimakasih lalu ia meminta Pak Mar untuk menjemputnya di proyek karena tadi berangkat bersama mobil Daniel.

Erlan menunggu tak terlalu lama, ia langsung pamit pada Daniel dan rekannya untuk pergi lebih awal. Didalam mobil Erlan masih mengecek laporan terbarunya, tentang proyek luar kota yang akan ia garap. Besok Erlan harus segera ke Surabaya dan Jogja untuk pembangunan resort disana.

"Den Erlan," panggil Pak Mar.

Erlan yang sedang menatap ipadnya untuk mengecek tiket dan kamar hotelnya harus terhenti. "Tadi Non Manda sakit Den, badannya hangat. Tapi tadi Dokter Rina udah cek kok Den."

Erlan mengerutkan dahinya, tadi saat menelpon Manda istrinya itu sedang baik-baik saja kok. "Kata Dokter Rina apa Pak?" tanya Erlan.

"Saya gak tahu Den, soalnya saya langsung tinggal jemput Aden." Erlan mengehela nafasnya istrinya semakin aneh. Manda sakit karena apa ya?

Sampai di rumah Erlan langsung menuju kamarnya, ia sedikit menggerutu tangga yang ternyata sangat banyak. Erlan pingin bangun lift saja.

"Sayang."

Erlan langsung menutup mulutnya rapat-rapat ketika Bunda meletakkan jari telunjuk di mulutnya meminta Erlan untuk diam. Ternyata Manda sedang tertidur, "Kamu mandi sana terus makan, biarin Manda tidur dulu."

Erlan mengangguk, ia mencium tangan Bunda lalu melepas jas dan menaruh tasnya di tempat biasa tas-tas ada. Ia lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Bunda meletakkan obat yang baru saja diminum Manda diatas nakas lalu meninggalkan kamar Manda dan Erlan.

Ketika Erlan sudah selesai ia menuju kasur merebahkan tubuhnya pelan-pelan lalu memasukkan tubuhnya ke selimut. Erlan menjadikan salah satu tangannya sebagai bantalan kepalanya dan tangan satunya mengecek kiriman pesan dari Sam dan Daniel.

Erlan membaca dengan seksama deretan kalimat itu. Sampai ia merasakan tangan yang memeluknya. Erlan melihat ke samping Manda yang sudah membuka matanya sedang memeluk dan menatapnya.

"Aku bangunin kamu ya?" tanya Erlan. Ia melepas membenarkan bantal kepalanya lalu tangan yang tadi ia jadikan bantalan menjadi memeluk Manda.

"Engga," jawab Manda dengan suara seraknya. Erlan menyentuh kening Manda, panasnya tak begitu tapi Manda terlihat sangat lesu. "Padahal besok aku udah berangkat ke Surabaya malah kamu sakit jadi gak tega mau ninggalin kamu."

"Kan ada Bunda, Bik Surti, Papa, Pak Mar. Banyak orang Mas disini." Erlan mengangguk ia membetulkan kata Manda hanya saja tetap saja rasanya ia khawatir.

"Eh waktu itu kamu bilang mau cari gaunkan? kita cari aja sekarang." Manda mengerutkan dahinya, "Ke mall?" tanya Manda. Erlan menggeleng, jika ia mengajak Manda dengan keadaan sakit begini gila berarti Erlan.

"Enggalah, bisa di kebiri sama Papa Bunda aku. Kita lihat-lihat di web butiknya langganan Bunda. Bentar aku minta webnya di Bunda."

Erlan langsung mengirim pesan pada Bunda dan Erlan langsung menerima nama web tersebut. Erlan memberikan ponselnya pada Manda membiarkan Manda yang memilih gaun dress itu.

Manda berganti posisi jadi membelakangi Erlan karena Erlan juga ingin melihat deretan gaun itu. Sedangkan dirinya jika terlentang susah bernafas jadi ia memilih untuk membelakangi Erlan. Erlan menopang kepalanya untuk melihat deretan gaun, ia ingin melihat bukan karena modelnya yang cantik tapi membantu Manda memilih gaun karena Manda selalu lama jika masalah pilih memilih apapun itu. Erlan sedang chatting dengan Sam dan Daniel perihal pelaku teror jika Manda melihat takutnya Manda jadi kepikiran apalagi jika nama Manda tak sengaja tersebut.

"Yang ini bagus, kamu suka merah kan," ucap Erlan sambil menunjuk short dress berwarna merah dengan lengan sesiku.

"Aku sama yang lain mau samaan warna, soft pink." Erlan menatap Manda yang ada dibawahnya. Perempuan memang aneh-aneh, gini saja mereka harus kembaran warna kayak apa aja. Beruntung Erlan dan teman-temannya tak pernah ribet begini apalagi cowok warna baju ya itu itu saja.

"Soft pink itu kayak gitukan? pilih itu aja bagus kok." Erlan kembali berucap, tapi Manda menggeleng ia tak setuju, ia kurang srek saja.

Manda menggulirkan kembali layar ponsel itu, lagi dan lagi sampai Erlan pening sendiri. Seribet ini ya ladies. "Kamu cari yang kayak gimana sih? Banyak yang bagus loh, lihat tuh yang soft gak terlalu panjang juga gak terlalu ribet."

"Kamu kurang ala dari bajunya? nanti biar aku request ke desainernya." Manda cemberut sebenarnya ada hal lain yang membuat dirinya kurang srek, harga juga termasuk sih.

"Kamu gak usah pusing harga." Erlan memilih gaun yang terlihat bagus. Gaun soft pink dengan tidak banyak pernak pernik tapi terlihat mewah. Gaun itu juga tidak terbuka dan sepertinya akan panjang sampai mata kaki Manda.

"Yang mana? tiga hari itu cukuplah buat kamu coba-coba gaun. Yang ini bagus." Erlan menujuk gaun yang tadi ia katakan bagus. "Tapi perut aku kelihatan banget, kayaknya bakal ketat di perut aku deh."

"Ya gak papalah, biar aku yang bilang sama desainernya Sayang, kamu tinggal minta yang kayak gimana," ucap Erlan yang mulai gemas dengan istrinya.

"Kalau perut kamu kelihatan itu juga bisa di lebarin, atau engga dibuat khusus ibu hamil." Manda terdiam, sebenarnya semua gaun disana ia akui bagus semua apalagi butik itu cukup terkenal se-Indonesia desainernya juga seorang desainer terkenal dan suka riwa-riwi diajang internasional.

"Tapi, besok waktu ke pestanya bakal banyak temen SMA kita," ucap Manda pelan. Erlan mengerutkan dahinya menatap Manda yang ada di bawahnya, "Terus?" tanya Erlan.

"Kalau... mereka.. tahu gimana? kalau...aku udah hamil... nanti mereka bakal." Erlan mulai tak suka dengan kata-kata Manda. "Ya kalau mereka tahu ya tinggal tahu aja. Kamu kenapa sih Man? kamu malu kalau kamu hamil?" ucap Erlan dengan sedikit emosi. Entahlah emosinya tiba-tiba naik, ia merasa seperti Manda tak suka mengandung sikembar.

"Bukan gitu maks-"

"Bukan apa? Man, aku pernah bilang ke kamu kan. Kembar gak butuh pengakuan mereka, kembar cuma butuh pengakuan kita, kita sebagai orang tua mereka," ucap Erlan memotong kata Manda.

"Aku juga pernah bilangkan Man, kalau ada yang berani ngehina kembar aku bakal pasang badan. Apa yang kamu takutin? atau jangan-jangan kamu mikir dengan adanya kembar kamu jadi merasa kehalang gak bisa pakai gaun itu semua?" Erlan menatap Manda yang hanya terdiam bahkan ponselnya sudah ada di atas bantal, Manda sudah tak lagi melihat gaun itu.

Erlan mendengus ketika Manda tak berusaha membantah, artinya kata-katanya benar adanya, "Cuma karena gaun kamu mikir kayak gitu Man?!" tanya Erlan dengan nada seriusnya.

Erlan keluar dari selimut ia mengambil ponselnya lalu turun dari kasur. "Mas bukan gitu maksud aku, aku cuma takut," jawab Manda menahan tangan Erlan.

"Apasih Man yang kamu takutin? Oke, aku minta maaf karena aku semua kayak gini, aku juga minta maaf karena pernah buat kamu sampai dititik yang buat kamu sakit hati. Tapi Man dengan apa yang aku lakuin sampai sekarang dengan tindakan aku sampai detik ini apa gak bisa membuat kamu lebih percaya diri? mereka butuh kita, butuh pengakuan kita."

Erlan sudah tak kuasa, ia memilih untuk keluar jika ia meneruskan perkataannya lama-lama akan menjadi kata yang menyakitkan. Manda memandang Erlan yang keluar dari kamar.

Ia membetulkan kata Erlan, ia ingin sekali memilih sebuah gaun tapi gaun itu akan sangat memperlihatkan perutnya yang sudah membuncit. Ia malu jika teman-temannya tahu ia sudah hamil, diusia yang masih belia.

Manda memukul kepalanya berkali-kali ia kenapa jadi bodoh begini, hanya sebuah gaun ia harus sampai berpikir jahat pada anak-anaknya bahkan membuat Erlan marah padanya.

"Manda bodoh banget sih!"