Chereads / Change To Life / Chapter 33 - 33. Hari Tanpa Erlan

Chapter 33 - 33. Hari Tanpa Erlan

Manda membuka matanya, melihat kesamping dan tak ada Erlan disampingnya. Manda meraba tempat tidur yang biasa Erlan tempati, Erlan sepertinya sudah bangun dari tadi. Manda menengok jam di dinding, astaga ternyata sudah pukul delapan tumben sekali Manda bangun jam segini.

Erlan pasti sudah berangkat ke kantor. Manda turun dari kasurnya ia akan mandi dan ibadah terlebih dahulu. Setelah selesai Manda turun ke bawah ia berpapasan dengan Bik Surti yang akan menaiki tangga, "Baru aja Bibik mau naik Non."

"Makan di meja makan aja Bik," kata Manda pada Bik Surti. Manda mengucapkan terimakasih pada Bik Surti karena sudah membuatkannya makanan. "Kok sepi banget Bik?" tanya Manda pada Bik Surti.

"Iya Non, Tuan hari ini udah mulai kerja jadi Nyonya kerja juga." Manda menganggukkan kepalanya. "Erlan berangkat jam berapa tadi Bik?" tanya Manda lagi.

"Jam enam kayaknya Non, soalnya saya sama Pak Mar datang langsung diminta anter Den Erlan ke bandara." Manda langsung tersedak makanannya, Bik Surti mengambilkan air minum dan memberikan pada Manda.

"Pelan pelan Non, sampai kesedak kayak gitu," kata Bik Surti. Manda menatap Bik Surti dengan tatapan terkejut, "Ke bandara?" tanya Manda.

"Iya Non, Den Erlankan mau ke Surabaya Non, Aden gak bilang sama Non Manda?" tanya Bik Surti.

"Bilang Bik tapi Manda yang lupa," jawab setengah bohong Manda. Erlan pernah bilang bakal ke luar kota tapi dia gak bilang kalau hari ini dia bakal ke luar kota, Manda kira pas pemeriksaan si kembar besok.

"Bik, Manda naik dulu ya. Terimakasih masakannya Bik." Manda menaiki tangga, selera makannya sudah hilang ketika tahu Erlan pergi luar kota udah gak bilang lagi sama Manda, segitu marahnya Erlan sama Manda.

Manda membuka pintu kamarnya, pandangannya jatuh pada sofa yang miring, "Kayaknya Erlan tadi malam tidur di sofa deh, Ya Allah segitunya kamu Lan."

.

.

.

.

Erlan memegang dahinya ketika ia di dalam mobil bersama Daniel setelah meeting. Kliennya akan ada rapat dengan yang lain sebentar sedangkan Erlan akan langsung menuju proyek untuk meninjau lokasi. Daniel melihat Erlan yang ada di jok belakang, jika dipikir Erlan itu hebat sekali tapi juga kasihan sekali.

Masa yang seharusnya diisi oleh masa mencoba semua hal sepuasnya tapi harus diisi oleh beban yang begitu berat. "Gak mau balik ke hotel dulu Lan?" tanya Daniel.

"Gak deh Dan, mending sekalian aja. Oh iya Dan kabarin Sam buat cariin sekretaris baru ya, Mbak Rosalinda minta resign tapi Gue tahan Gue minta tunggu ada orang baru, Gue gak mungkin biarin Papa kerja over lagi." Daniel mengiyakan kata Erlan.

"Setelah ini masih ada dua pertemuan lagi ya Dan? Kalau di alihin ke restoran deket sini bisa gak? atau yang tengah-tengah gitu, Gue musti terbang ke Bali sore nanti bisa telat entar Gue." Daniel lagi-lagi mengiyakan kata Erlan. Erlan memijat dahinya satu pertemuan penting lagi di kota Bali, setelah itu ia harus balik lagi ke Surabaya untuk peninjauan lebih lanjut dan pembukaan galeri salah satu rekan bisnisnya.

Setelah satu jam mengendara Erlan dan Daniel sampai di lokasi dimana mereka akan membangun proyek mereka. Erlan merasa sedikit tak asing dengan tempat ini tapi entah sumpah ini adalah pertama kali Erlan datang kesini.

Erlan berjalan melihat sekitar, "Pak Erlan?" panggil seseorang. "Iya."

"Saya Frans Pak, arsitektur yang akan membantu Bapak mendesain hotel dan resort yang ada di Bali." Erlan membalas jabat tangan Frans sang arsitektur.

"Ah iya, maaf karena ini pertama kalinya saya melihat Anda secara langsung. Senang bisa bekerjasama dengan Anda."

Frans memaklumi itu karena selama rapat dirinya selalu di wakilkan oleh managernya. "Saya juga senang bisa bekerjasama dengan Anda. Oh iya mau lihat kedalam Pak Erlan?" Erlan mengangguk lalu meminta Daniel untuk mengikutinya.

. . . .

Jika Erlan disibukkan oleh pekerjaanya yang padat Manda disibukkan oleh lamunannya. Manda menunggu Erlan menelponnya, bodoh memang tapi ia takut menghubungi Erlan lebih dahulu.

Manda yang bersandar di kepala kasur sambil sesekali melirik ponselnya hanya bisa diam dan diam. Apalagi yang akan dia lakukan? semenjak sakit semua pekerjaan rumah yang dilakukan dilarang, Erlan yang menghiburnya sedang diluar kota dan jauh disana.

Manda ingin menelpon Dera, tapi ia sadar Dera pasti sibuk mengurusi pertunangannya. Menghubungi Salsa dan Hanin jam segini mereka kuliah apalagi Salsa dan Hanin juga kerja part time sekarang.

Manda memilih untuk menuju balkon kamar, duduk di sofa itu. Sebuah mobil yang memasuki rumah besar ini membuat pandangan Manda teralihkan, ternyata Sam.

Tiba-tiba Manda terlintas suatu ide. Ia buru-buru turun dan berharap ada Sam lantai bawah. "Eh Kak Sam."

Sam yang baru saja memberikan berkas pada Bik Suryi dan hendak keluar dari rumah menghentikan langkahnya, "Iya?" tanya heran Sam. Pasalnya ini pertama kalinya Manda dan dirinya berdialog. "Eh itu mmm mau tanya," jawab Manda sedikit gagu.

"Tanya apa?"

"Eh Erlan.. udah sampai belum ya Kak?" tanya Manda sambil menatap Sam malu-malu. Sam menatap Manda disini ia mengerti sepertinya Erlan dan istrinya sedang bertengkar pasalnya Erlan akan selalu mengabari bahkan pada dirinya yang sudah tahu jadwal Erlan.

Sam mengangguk menjawab pertanyaan Manda. Manda yang melihat itu juta ikut mengangguk pelan, "O-Oh gitu, makasih ya Kak." Sam mengerutkan dahinya, itu saja?

Sam mengangguk lalu pamit pergi. Manda menghela nafasnya ia baru saja teringat ia ingin menanyakan Erlan berada di kota mana dan kapan pulang, tapi keburu pergi dulu orangnya.

Sam berjalan keluar dia mencoba menghubungi Erlan orang yang baru saja ditanyain. Karena tak bisa-bisa Sam menelpon Daniel. "Halo?"

"Dan Lo bisa kasih telepon ini ke Erlan?" kata Sam langsung to the point.

"Dia lagi bicara sama arsitekturnya dan lumayan serius. Kenapa sih?"

"Bilangin tuh bocah, jangan lupa ada bini yang nunggu kabar dia, kasian tadi si.. si Manda sampai tanya ke Gue," balas Sam. Daniel berdeham mengiyakan kata Sam.

Sam memutuskan sambungannya lalu menuju mobilnya, ia harus kembali ke kantor mengingat pekerjaannya yang menumpuk.

Bik Surti menatap Nona mudanya itu kasian, Manda berjalan lesu menuju sofa ruang tamu. "Non, mau Bibik bikinin apa? Ah atau Non Manda mau coklat Bibik bisa loh Non buat bola-bola coklat," tawar Bik Surti.

Manda tersenyum tipis lalu menggeleng, "Gak usah Bik, Manda lagi gak kepengen apa-apa." Bik Surti menatap sedih Nona mudanya yang tengah hamil itu.

Manda dan Bik Surti sama-sama terdiam sampai bunyi lonceng dari alarm berbunyi, "Non, Bibik tinggal angkat bolu ya." Manda mengangguk, Bik Surti langsung lari keburu gosong nanti bolu buatannya.

Manda mengambil bantal, ia ingin merebahkan tubuhnya yang akhir-akhir ini punggungnya terkadang terasa pegal padahal Manda hanya banyak diam atau rebahan.

Manda menatap langit-langit rumah yang begitu jauh untuk dipandang. "Loh Non Manda kok masih disini?" tanya Bik Surti pada Manda. "Iya Bik, lagi capek naik tangga," jawab sekena Manda, jika ia bilang punggungnya sakit satu jam kemudian pasti mertuanya datang sambil membawa Dokter Rina. Bik Surti itukan di gaji oleh mertuanya dan mertuanya itu sedikit overprotective pada dirinya dan kembar.

Bukan Manda tak suka, tapi ia merasa merepotkan banyak orang padahal sakitnya hanya biasa dan dengan istirahat pasti juga sudah tak sakit lagi. "Bibik temenin disini ya Non kebetulan Bibik juga udah gak punya kerjaan apa-apa." Manda mengangguk tersenyum akhirnya ada yang mau menemaninya.

Sampai matahari tepat diatas dan bersinar begitu terang dan membuat udara memanas. Manda memilih untuk naik ke kamarnya melewati tangga yang melelahkan ini. Manda melakukan ibadah terlebih dahulu, setelah itu Manda mengecek ponselnya kembali dengan keadaan yang duduk di sofa dekat lemari baju dan masih menggunakan mukena.

Tak ada notifikasi dari Erlan membuat Manda meluruhkan kedua bahunya. Manda mengerucut bibirnya, dia kangen banget sama Erlan.

.

.

.

.

Manda membuka matanya ia ketiduran ternyata, ia melihat jam di ponselnya yang sudah hampir sore tapi Erlan tak kunjung menghubunginya. Sebuah dentingan membuat Manda dengan cepat melihat ponselnya kembali.

(Man, aku ada di dekat daerah rumah kamu. Boleh kita bertemu?) ~ Permana.

Senyuman Manda luntur, ia kira itu Erlan. Manda sedang tak ingin keluar rumah jadi ia membalas jika lain kali saja. Tapi Manda tak enak, tapi ah sudahlah balas saja begitu.

Manda melepas mukenanya lalu memilih turun di lantai bawah lagi, ia belum makan siang kasian kembar. Manda mengambil buah apel lalu mencuci dan motongnya.

"Non, Saya masak sop ikan Non mau saya ambilkan?" Manda mengangguk ia akan makan nasi lalu buah.

"Non Manda, maaf ganggu ada yang cariin Non di depan." Pak Mar tiba-tiba datang menghampiri Manda yang sedang makan. Manda mengerutkan dahinya, ia tak sedang menunggu tamu apapun, siapa ya?

"Siapa Pak?" tanya Manda.

"Cowok Non, katanya namanya Permana teman Non Manda." Manda melototkan matanya kaget, Manda dengan cepat keluar menuju orang bernama Permana itu.

Seorang dengan badan yang tinggi tegap dan berjas hitam sedang membelakangi Manda. "Permana?"

Laki-laki itu berbalik dengan senyuman yang menawan. "Halo Manda, apa kabar?"

Satu memori berputar di kepala Manda. Sebuah kilasan tentang senyuman yang sama persis dan terdapat darah di sudut bibirnya. Manda menundukkan kepalanya memundurkan langkahnya menatap kosong lantai di bawahnya. Rasa sakit di ulu hatinya begitu mendalam dan menyakitkan. Suara anak kecil laki-laki terngiang dikapalanya

"No Manda No"

"Adek No"

"Pergi!"

Permana memegangi kedua tangan Manda, "Manda kamu gak papa?" tanya khawatir Permana. Dengan sigap Permana membopong tubuh Manda merebahkannya di atas sofa. Bik Surti yang melihat itu langsung berteriak dan lari menuju Nona mudanya.

"Ya ampun Non!"

Manda memegang dahinya yang berdenyut dan nyeri didadanya yang tiba-tiba membuatnya menangis. Bik Surti mengambil air minum, Permana yang melihat itu menenangkan Manda.

"Manda, Hei, tenanglah. Semua baik-baik saja, tarik nafas buang, tarik nafas buang."

Manda mengikuti intruksi Permana, ia terus menyakinkan dirinya jika ia harus tenang. Bik Surti memberikan pada Manda minumnya. Dengan keadaan yang lebih baik Manda bisa lebih tenang.

Permana mengusap air mata Manda. "Non sudah lebih baik?" tanya Bik Surti. Manda mengangguk dengan lemas. "Lebih baik kamu istirahat Manda, aku bantu kamu ke kamar."

Manda menggeleng ia tak ingin dikmarnya, terlalu membuatnya merindukan Erlan. Manda memilih untuk rebahan diatas sofa saja. Bik Surti membujuk Manda agar mau ke kamar tak baik jika nona mudanya ini tiduran di sofa sempit ini.

Permana menggendong Manda tiba-tiba lalu menanyakan dimana kamar Manda. Manda yang lemas hanya bisa pasrah saja, "Maaf ya Kak, bukannya ngobrol malah kayak gini, terimakasih sudah membantu aku."

Permana mengangguk lalu ia memilih pamit pulang lebih baik ia datang lain waktu, agar Manda dapat istirahat. "Kalau gitu aku pamit pulang dulu aja deh Man. Maaf ya tadi gak bilang kalau mau kesini."

"Makasih ya Kak, maaf malah merepotkan."

Permana menutup pintu kamar Manda lalu berjalan keluar rumah. Sayangnya dijauh sana ada seseorang orang yang sedang mengeraskan rahangnya, niat hati ingin melihat istrinya sedang apa justru ia memergoki istrinya digendong oleh laki-laki lain melalui CCTV yang terhubung oleh ponselnya.