Chereads / Change To Life / Chapter 39 - 39. Mari Kita Berlibur

Chapter 39 - 39. Mari Kita Berlibur

Manda dan Erlan masuk kedalam kamar mereka. Erlan sudah gerah karena keringat membuatkan Manda rak. Sedangkan Manda mengambil kantong benih tanaman yang dulu pernah ia dapatkan gratis akibat pembelian di salah satu mini market.

Manda mendengar percikan air yang saling bersautan. Dengan otomatis kaki Manda melangkah menuju lemari untuk mengambilkan pakaian Erlan. Setelah itu Manda turun kembali ke tak hidroponiknya.

Manda di bantu Pak Mar dan Bik Surti menanam benih itu. Pak Mar sesekali memberi saran pada Manda agar tanamannya dapat hidup lebih sehat dan segar.

Manda mengeluarkan ponselnya lalu memfoto rak tersebut. Ia senang lihat hasil jepretan miliknya. Manda melanjutkan pengisian biji dan bibit yang sempat dibelikan oleh Pak Mar.

"Kalau mau nyiram, tinggal nyalain kran ini aja Non." Pak Mar menyalakan dengan memutar kran tersebut. Air menyala disela-sela pipa atas disetiap sela antar pipa penyimpan tanaman. Manda memandang takjub hasil Pak Mar dan Erlan, lebih tepatnya Pak Mar karena ini semua ide dari Pak Mar. Ya, tapi buat seneng suamilah Ya.

Erlan membawa handuknya ia akan seperti biasa, meminta Manda menggosok rambutnya yang basah ini.

Drrrtt... Drrrt.. Drrtt..

Erlan mengambil ponselnya yang bergetar. Sebuah notifikasi masuk cukup banyak dari Daniel. Erlan mengerutkan dahinya tidak biasanya Daniel mengirim pesan sebanyak ini. Lagi pula biasanya Daniel lebih senang menelponnya.

(Sorry Lan, Gue ada kabar kurang enak) ~ Daniel

(Rumah Lo diintai, Gue ambil CCTV disekitar jalan perumahan Lo dan juga CCTV depan rumah Lo.) ~ Daniel.

Setelah itu deretan foto pada dari CCTV dari seminggu ini dan pukul setiap CCTV lebih banyak mengarah pada siang hari dimana memang jarang aktifitas terjadi di perumahanannya mengingat semua orang memang bisa digolongkan orang yang sangat super sibuk. Sehingga mereka jarang berada dirumah.

Tapi ada satu foto yang mencurigakan tentang rumah baru disamping rumahnya, Erlan baru menyadari hal itu, tetangga barunya sedikit aneh.

Erlan menelpon Daniel, mereka harus segera membahas hal ini secepatnya. Erlan melangkah ke balkon rumahnya lalu berbicara dengan Daniel.

Manda menaiki tangga dengan bersenandung ria. Hatinya benar-benar senang, bahkan rasa lelah dan bosan sudah hilang dihempas sang bungah. Manda membuka pintu kamarnya mengambil benih tanaman lagi.

"Yang di Bali aman semua?"

"Kalau gitu atur jadwal ke sana aja."

Manda menghentikan langkahnya, suara Erlan dari balkon membuat langkahnya terhenti. "Erlan bakal ke luar kota lagi?" tanya Manda pada dirinya sendiri.

"Lebih baik aku bawa ke sana."

"Senin depan kelamaan, di minggu ini aja."

Mood Manda jadi turun sekarang, baru juga ia sehari bersama Erlan. Erlan sudah harus pergi lagi. Kenapa sekarang ia menyesal Erlan memiliki pekerjaan ini?

Manda menghela nafasnya lalu berjalan turun lagi. Selama itu bibir Manda tak henti-hentinya berengut sedih. "Kita bakal jauh lagi dari ayah dek."

Manda mengelus perut buncitnya sambil bergumam, sesekali ia membuang nafasnya kasar. Manda menghampiri Pak Mar yang sedang melubangi tanah dengan ranting kecil ditangannya.

"Ini Pak, benihnya. Langsung Manda tanam nih Pak?" tanya Manda.

"Iya Non, nanti ditutup sama tanah lagi."

Manda mengambil sarung tangan terlebih dahulu lalu memasukkan satu persatu benih tanaman sayur bayam yang tadi belum terisi.

Erlan yang baru saja turun dari kamarnya langsung menuju taman belakang. Ia melihat Manda dengan memakai baju terusan yang ditambahi celemek ditambah sarung tangan pink. Lebih sederhana dan alamnya, wanita itu tak memakai alas kaki apapun membuat tanah becek bersatu dengan kulitnya.

Erlan hanya bisa geleng-geleng saja, padahal di dekat Manda sudah ada sepatu boots. Pak Mar dan Bik Surti pun memakai sepatu itu, emang dasar bumil aneh.

Manda memutar kran yang membuat pipa yang sudah dilubangi kecil sedemikian rapinya dan proposional menguncurkan airnya.

"Makasih ya Pak, Bik, seneng deh lihatnya," ucap terimakasih Manda pada Pak Mar dan Bik Surti. "Sama-sama Non," ucap Pak Mar.

Bibir Erlan spontan tertarik keatas ketika melihat Manda yang tersenyum senang dengan rak hidroponiknya.

.

.

.

.

Manda mencuci kaki dan tangannya setelah mengembalikan dan menatap alat berkebunnya. Kuku kaki Manda jadi kemasukan tanah, Manda berdecak ia jadi menyesal tidak memakai sepatu boots itu.

Manda mengelap kakinya diatas karpet yang mulai sekarang akan selalu ada disini. Manda menaruh sendalnya yang masih kering diatas lantai lalu memakainya.

Manda duduk diatas sofa ruang tamu, punggungnya terasa pegal sekarang. Mungkin karena dirinya yang terlalu banyak gerak dari biasanya.

Manda memiringkan tubuhnya dan menenggelamkan wajahnya di tumpukkan bantal sofa. Manda mengelus punggungnya. "Aaa!"

Teriak Manda kaget karena rasa dingin yang mengenai kakinya. "Ya ampun ngagetin kamu Mas," kata kesal Manda pada Erlan yang duduk diatas permadani.

"Aku bersihin kuku kaki kamu sini," kata Erlan meminta kaki Manda yang ditekuk. Manda menegakkan tubuhnya lalu menjulurkan kakinya ke Erlan, baik banget suaminya ini.

"Kamu bisa motongin kuku emangnya?" tanya Manda dan mendapat balasan gelengan oleh Erlan. Manda dengan cepat menarik kembali kedua kakinya dari pangkuan Erlan.

"Kalau gak bisa napa nawarin sih," kata Manda.

"Ya dicobalah," jawab Erlan sambil melihat Manda. "Gak bakal napa-napa siniin kakinya," lanjut Erlan.

"Hati-hati loh," kata Manda sedikit ragu. Erlan mengangguk lalu menarik kaki Manda agar berada di atas kakinya.

Manda menelan ludahnya, ketika Erlan sudah akan memulai memotong kukunya. "Hati-hati loh," ucap Manda sekali lagi.

Erlan mengangguk kembali, masa iya dia bakal motong jari istrinya. Dia juga pasti bakal hati-hati. "Tangan kamu dingin banget, abis pegang apaan?" tanya Manda.

Erlan menunjuk segelas minuman dingin diatas meja, "Es jeruk, kamu mau?" tawar Erlan. Manda mengangguk, lalu Erlan memberikan gelas berisi es jeruk itu pada Manda.

Manda sudah seperti putri raja. Erlan memotong kuku jarinya, air es ditangannya, dan dirinya yang bersandar sambil menonton kartun kesukaannya. "Sudah tuan putri," kata Erlan ketika sudah selesai memotong kuku kaki Manda.

"Kok dihabisin sih Yang?" sekarang Erlan yang terkejut melihat gelas berukuran cukup besar itu telah tandas airnya. Manda memberikan gelas itu pada Erlan, "Ya udah sih, aku minumnya berempat loh," ucap Manda.

Erlan berdecak, ia lalu menaruh gelas diatas meja. Erlan duduk disamping Manda, lalu meletakkan kepala Manda pada bahunya dan kepala Erlan yang ditaruh diatas kepala Manda.

"Kamu bakal kerja di luar kota lagi ya Mas?" tanya Manda sambil memandang dua bocah kartun yang sedang bermain dengan teman-temannya.

"Hah? kata siapa?" tanya bingung Erlan menengok ke arah Manda yang ada di bahunya. Manda menatap Erlan, "Aku denger kamu teleponan tadi."

Erlan menatap kaget Manda, "Apa aja yang kamu denger?" tanya Erlan pada Manda sedikit serius. Manda yang mendengar nada Erlan sedikit berubah jadi merasa sedikit aneh.

"Gak banyak, cuman dari kamu ngomong Bali," jawab Manda. Erlan mengangguk-anggukan kepalanya lalu menyandarkan lagi kepalanya diatas kepala Manda. Manda menatap terus bergerakan Erlan karena pertanyaannya yang belum terjawab.

"Liburan yuk" ajak Erlan tiba-tiba membuat Manda kembali heran pada Erlan. "Kemana?" tanya Manda.

"Ke Bali."

Manda mengangkat kepalanya cepat dan tiba-tiba membuat Erlan kaget. "Serius?!" tanya Manda dengan terlihat senang.

"Dua rius," jawab Erlan membuat senyuman Manda menjadi semakin lebar hingga memperlihatkan deretan giginya yang putih.

"Tapi ada syaratnya," kata tiba-tiba Erlan membuat senyuman Manda surut. "Is males ah, kamu mesti ujung-ujungnya bercanda deh," kata malas Manda lalu berdecih.

Pasalnya Manda sudah sangat senang, siapa yang tidak mau ke pulau dewata itu. Dirinya juga hanya pernah sekali ke sana karena study tour semasa SMA. "Seriusan, syaratnya gampang kok," ucap Erlan.

Manda menatap Erlan penasaran dengan lanjutan kata Erlan, dimana syarat itu akan tersebut. "Kita ke rumah ayah dulu sebelum ke Bali. Gampang kan?" kata Erlan sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Manda menatap dalam mata Erlan, suaminya ini pura-pura lupa atau beneran lupa, dirinya dan ayahnya belum baikkan sampai sekarang. Atau Erlan sengaja?