Chereads / Fugitive / Chapter 6 - Bagian 1.4

Chapter 6 - Bagian 1.4

Rania menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya. Dia menatap mata Anna dengan serius. "Aku mengatakan hal ini dengan sungguh-sungguh, Anna. Kamu diteror kemarin, kan? Ceritakan semuanya kepadaku. Mungkin aku bisa membantumu!"

Anna tidak bisa berkata-kata lagi setelah mendengar ucapan Rania. Dia bertanya-tanya, dari mana Rania tahu jika dia diteror kemarin? Padahal dia tidak menceritakannya kepada siapa pun tentang kejadian kemarin. Pikiran negatif mulai merasuki Anna. Perempuan itu bertanya, apa jangan-jangan Rania sendiri yang menerornya? Dia segera menyingkirkan pikiran itu. Tidak mungkin temannya melakukan hal tersebut.

"A-apa maksudmu, Rania? Bagaimana bisa kamu menganggap bahwa cerita itu nyata dan kualami kemarin malam? Itu tidak masuk akal. Apa alasanmu mengatakan bahwa cerita itu nyata?" tanya Anna.

Rania tersenyum kepada perempuan yang ada di depannya. Melihat hal itu, Anna mulai ketakutan dan memikirkan hal yang tidak-tidak. Apa iya benar Rania yang meneror aku kemarin? Itu terdengar tidak masuk akal. Kata Anna dalam hatinya.

"Ya, karena kamu menceritakan kisah itu seolah-olah itu baru terjadi kemarin malam. Jadi, aku langsung menyimpulkan jika kamu diteror kemarin. Kamu menceritakannya seolah-olah kamu berada dalam di situasi tersebut. Jadi secara otomatis pikiranku menyimpulkan hal itu," kata Rania.

Anna langsung tertawa mendengar hal itu. Tawanya terdengar seperti dipaksakan. "Bagaimana bisa kamu menyimpulkannya dengan begitu mudah, Rania? Ini sangat lucu bagiku."

"Anna yang aku kenal tidak pandai mengarang sebuah cerita. Dan juga, Anna yang kukenal sangat pandai menceritakan kisah yang dia alami. Jadi, aku berpikir jika kisah yang baru saja kamu ceritakan itu murni yang kamu alami kemarin, " kata Rania.

"Tentu saja, tidak. Aku tidak mengalami hal itu. Sebenarnya aku pandai mengarang cerita, hanya saja, selama ini aku menyembunyikannya kepadamu." Anna berbohong kepada Rania. Dia sebenarnya tidak bisa mengarang cerita. Perempuan itu berbohong agar kejadian kemarin tidak diketahui oleh siapa pun.

"Baiklah begitu." Rania melanjutkan makannya.

Anna melihat teman kantornya menikmati makanan yang ada di depannya dengan lahap. Jantungnya masih berdegup dengan kencang. Dia hampir saja tidak bisa bernapas ketika Rania mengatakan jika dia tahu bahwa dirinya diteror kemarin. Ternyata itu semua hanya kesimpulannya yang asal saja. Percakapan tadi cukup menakutkan baginya.

"Kamu tidak memesan makanan?" Kata Rania sambil menyendok makanannya.

"Tidak, aku tidak merasa lapar lagi," jawab Anna.

"Jadi, kamu melewatkan makan siang begitu saja?" ucap Rania.

"Iya, mungkin saja begitu. Nafsuku terhadap makanan tiba-tiba menghilang," kata Anna.

"Kamu masih memikirkan tentang ucapanku barusan?" Rania memasukkan makanan ke dalam mulut dan mengunyahnya. Setelah itu, dia menelan makanannya. "Jangan dipikirkan! Aku hanya bercanda. Ucapanku tadi jangan dibawa serius."

"Ba-baiklah," katanya.

Sambil menunggu Rania makan, Anna memikirkan lagi apakah dia akan berangkat menuju alamat itu atau tidak. Dia berpikir apa saja yang akan terjadi di sana ketika dia datang ke alamat itu. Dia juga berpikir apa yang akan terjadi jika dia tidak datang. Dia memperhitungkan semuanya dengan teliti.

Dia mengingat tentang kejadian kemarin. Kejadian di mana dia merasa ketakutan karena diteror oleh seseorang. Baru pertama kali dia merasakan diteror oleh seseorang. Saat itu dia sangat ketakutan sekali. Kejadian teror kemarin malam saja sudah sangat menakutkan, apa lagi nanti bertemu dengannya nanti malam.

Anna berpikir apakah lebih baik dia tidak datang saja. Dia tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi jika dia datang. Bisa saja, orang yang menerornya kemarin akan membunuhnya di sana. Atau orang itu mungkin akan menjualnya di perdagangan manusia. Itu sangat menyeramkan.

Lalu apa yang akan terjadi jika dia tidak datang? Apakah orang itu benar-benar akan membunuhnya dan membantai keluarganya? Namun, lebih baik jika Anna tidak datang nanti. Dia akan melaporkannya ke pihak yang berwajib. Tapi, orang itu mengancam akan membantai keluarganya jika Anna melaporkan hal ini. Namun, itu bisa diatasi dengan melaporkan ancamannya juga kepada pihak berwajib, bukan? Dia juga akan melaporkan hal ini ke KBRI. Dan pihak KBRI akan melaporkannya ke Indonesia. Dengan begitu mungkin keluarganya di Indonesia akan dijaga oleh para aparat.

"Sepertinya aku tidak perlu berangkat ke sana. Ya, aku tidak akan berangkat ke alamat itu," Anna bergumam pada dirinya sendiri.

Namun, kata-kata itu hanya terucap di mulutnya saja. Nyatanya, dia pergi ke alamat itu sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh orang yang menerornya kemarin. Dia takut akan terjadi sesuatu dengan keluarganya jika tidak menemuinya. Sehingga dia memutuskan untuk datang ke tempat itu dengan mobilnya.

Jalanan di pusat kota cukup ramai walau hari sudah mulai larut. Dia tidak perlu khawatir di daerah ini. Namun, saat sampai di pinggiran kota, jalanan mulai sepi. Hanya ada satu atau dua mobil saja yang melintas. Perempuan itu mulai waspada. Setiap beberapa menit dia memeriksa kaca spionnya.

Beberapa saat kemudian, dia keluar dari Kota Tehran. Jalanan terlihat lenggang. Anna merasa seperti hanya dirinya saja yang mengendarai di jalanan ini. Ketakutan mulai membaluti dirinya. Mobil yang dia kendarai melaju dengan kecepatan delapan puluh kilo meter per jam.

"Dosa apa yang kulakukan hingga mendapat hukuman seperti ini," gumam Anna pada dirinya sendiri.

Beberapa saat kemudian, dia sampai di tempat tujuan. Perempuan itu menghentikan mobilnya di alamat yang menjadi tempat pertemuan dengan orang yang menerornya kemarin. Tempat ini sangat gelap. Tidak ada siapa-siapa di sini selain dirinya. Dua puluh meter dari mobilnya terdapat bangunan yang sudah tua. Bangunan besar itu sepertinya sudah lama tidak digunakan. Kondisinya sangat buruk. Temboknya banyak yang terkelupas dan puing-puing bangunan menghiasi setiap sisi gedung. Ditambah lagi kegelapan menyelimuti bangunan yang sudah rapuh itu.

"Gedung itu sangat menyeramkan," kata Anna.

Gawai Anna berdering. Dia segera mengambil HP-nya dan melihat layar handphone. Orang yang ingin dia temui meneleponnya. Anna mengangkat telepon itu dan menempelkan gawainya di telinga.

"Apa kamu sudah sampai?" kata orang yang ada di dalam telepon tersebut. Dia berbicara dengan menggunakan Bahasa Persia.

"Iya, aku sudah sampai di lokasi, di mana kamu sekarang?" kata Anna. Perempuan itu juga membalas ucapannya dengan Bahasa Persia.

"Baiklah, aku bisa melihat mobilmu dari sini."

Setelah mendengar hal itu, Anna langsung menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari orang yang dia telepon. Namun, tempat ini terlalu gelap. Tidak ada pencahayaan selain dari lampu mobilnya. Sehingga dia tidak bisa mencari keberadaan orang itu.

"Apa kamu bisa menemui aku di mobil?" kata Anna.

"Tidak, aku tidak bisa ke sana. Kau yang harus datang menemuiku," kata seseorang yang ada di telepon.

"Aku tidak tahu di mana kamu berada sekarang, tempat ini terlalu gelap. Aku tidak bisa melihatmu."

"Temui aku di bangunan ini."

"Maksudmu bangunan tua yang gelap itu?" Kata Anna sambil melihat bangunan tua yang berjarak dua puluh meter dari mobilnya. "Bukankah itu terlalu bahaya? Kita tidak tahu apa yang akan menimpa kita di sana. Bangunan itu sudah tua dan bisa runtuh kapan saja. Lebih baik cari tempat yang lebih aman lainnya."

"Jangan banyak bicara! Kamu hanya perlu menemuiku sebentar. Setelah itu kamu boleh pergi. Ini tidak membutuhkan waktu lama. Ini hanya membutuhkan waktu sebentar," kata orang tersebut.

Anna mengembuskan napas dalam-dalam. Dia menatap bangunan itu dengan tatapan takut dan cemas. Tidak ada pilihan lain. Orang itu sepertinya keras kepala. Orang keras kepala biasanya sulit untuk dikalahkan. Anna merasa jika dia hanya perlu mengikuti perintahnya dan segera pergi dari tempat yang menyeramkan ini. "Baiklah, aku akan ke sana." Dia mematikan teleponnya dan memasukkan gawainya ke dalam saku.

Anna membuka pintu dan keluar dari mobilnya. Setelah itu, dia menutup pintu mobilnya kembali. Dia berjalan menuju gedung tersebut. Semakin dekat dengan gedung itu, aura horor semakin terasa. Bulu kuduk Anna berdiri. Bangunan itu dipenuhi dengan lumut dan tumbuhan liar. Banyak kaca jendela yang sudah pecah. Sebagian tembok di gedung itu berlubang dan retak.

Anna bertanya-tanya sambil berjalan menuju bangunan itu. Dia bertanya gedung apa itu, berapa umurnya, sudah berapa lama ditinggalkan, dan apa alasan orang-orang meninggalkan gedung itu. Semua pertanyaan tersebut mengelilingi pikirannya.

Anna masuk melalui pintu utama yang daun pintunya sudah tidak bisa digunakan. Bangunan ini sangat gelap. Bagaimana bisa orang itu meminta bertemu di tempat yang horor seperti ini? Perasaan perempuan itu menjadi tidak enak. Dia mengambil HP dari saku dan menghidupkannya. Setelah itu, dia menyalakan lampu senter yang ada di gawainya. Dia menggunakan senter dari HP-nya itu sebagai satu-satunya sumber pencahayaan.

"Permisi, ini aku. Di mana kamu?" Anna memanggil orang yang ingin dia temui. Suaranya terdengar menggaung di tempat yang sunyi ini. Setelah suaranya menghilang, dia mendengar bunyi jangkrik. Suara jangkrik itu memenuhi kesepian yang membalut tempat ini.

"Halo! Apa ada orang di sini?" Dia memanggil untuk kedua kalinya, tapi tidak ada yang menyahut panggilannya.

Beberapa meter dari pintu utama, terdapat dua cabang lorong. Anna mengarahkan senternya ke lorong yang ada di sebelah kanan. Lorong itu sangat panjang dan gelap. Di sebelah kanan dan kiri lorong tersebut terdapat banyak pintu yang berjajar-jajar.

Anna melangkah melewati lorong tersebut. Dia berjalan dengan hati-hati. Perempuan itu menatap pintu demi pintu yang ada di sana dengan senternya. Di atas pintu-pintu itu tertera sebuah nomor yang tertulis di atas papan. Nomor itu berurutan dari pintu ke pintu. Langit-langit di lorong ini kondisinya sangat buruk. Bisa saja langit-langit itu rubuh dan menimpa dirinya.

Perempuan itu membuka salah satu pintu ruangan. Dia melihat semua perabot yang ada di ruangan tersebut ditutupi oleh kain berwarna putih. Dia berjalan memasuki ruangan tersebut dan meraba kainnya. Kain itu sangat kotor dan penuh dengan debu.

Anna membuka kain tersebut. Dia melihat sebuah ranjang beserta kasurnya yang sudah tua. Di atas kasur itu terdapat beberapa peti yang terbuat dari kayu. Peti itu terkunci oleh gembok dan rantai dengan rapat sehingga Anna tidak bisa membukanya. Dia sangat penasaran dengan isi dari peti itu.

Di sebelah peti tersebut terdapat sebuah kertas yang terlipat. Anna mengambil kertas tersebut dan membukanya. Di dalam kertas tersebut terdapat tulisan "Hauenube aide!" dengan tinta warna merah.

Anna mengangkat alisnya setelah membaca tulisan tersebut. Dia bertanya-tanya apa maksud dari tulisan itu. Tulisan tersebut tidak terlihat seperti tulisan dalam Bahasa Inggris ataupun Bahasa Persia. Dan yang pasti tulisan itu bukan tulisan dalam Bahasa Indonesia.

Dia membuka aplikasi terjemahan di HP-nya. Setelah itu dia memasukkan kata tersebut di kolom detektif bahasa dan mencoba mencocokannya dengan bahasa lain. Dari hasil pencariannya, tidak ada bahasa yang memakai kosakata tersebut. Bahasa ini bukan dari negara mana pun.

Perempuan itu menyapukan pandangannya dari ujung ruangan ke ujung ruangan yang lain. Banyak perabot yang ditutupi oleh kain putih di sini. Anna membuka kain putih yang kotor itu satu per satu. Dia melihat lemari, meja, dan perabot yang lainnya setelah membuka kain-kain tersebut.

Anna bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Tempat apakah ini? Sepertinya perabot yang ada di ruangan ini masih lengkap dan mungkin masih bisa digunakan. Walaupun semuanya sudah terlihat tua dan usang.

Anna melipat kertas itu kembali dan memasukkannya ke dalam saku. Setelah itu dia keluar dari ruangan tersebut dan melanjutkan perjalanannya melewati lorong itu. Dia berjalan dengan menggunakan senter yang berasal dari HP-nya.

Beberapa saat kemudian, perempuan itu sampai di ujung lorong. Di sebelah kanan dan kiri terdapat cabang lorong lagi. Anna mengarahkan senter ke arah lorong yang ada di sebelah kiri. Jika dilihat dari tempat Anna berdiri, lorong itu sangat panjang dan juga gelap. Anna memberanikan diri melewati lorong tersebut. Sebelah kanan dan kiri lorong ini banyak pintu yang berjajar-jajar. Sepertinya bangunan ini adalah rumah sakit yang sudah lama tidak digunakan. Banyak ruangan di sini. Dan juga di dalam setiap ruangan itu terdapat ranjang besi yang sudah berkarat dan meja dari kayu yang sudah lapuk di makan rayap.

Langit-langit di lorong ini kondisinya juga sudah buruk. Asbes yang ada di atasnya bisa jatuh kapan saja dan menimpa dirinya. Banyak pecahan kaca di sini. Tumbuhan liar juga mulai memenuhi lorong ini.

Dia melihat sesuatu berwarna putih di kejauhan sana. Anna terkejut melihat hal tersebut. Sesuatu yang berwarna putih itu terlihat sedang melayang. Dia merasa ketakutan melihat hal itu. Suasana di sekitarnya seketika berubah menjadi menakutkan.

Anna memberanikan diri berjalan menuju sesuatu yang berwarna putih tersebut. Dia berjalan dengan perlahan sambil mengarahkan senternya ke objek itu. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Berkali-kali dia menelan air ludahnya.

Objek berwarna putih itu semakin lama semakin terlihat dengan jelas. Tiba-tiba suara pintu berderit terdengar sangat keras. Anna terkejut mendengar hal tersebut. Suara yang dihasilkan oleh pintu itu membuat suasana semakin mengerikan.

Dia bertanya bagaimana bisa pintu itu bergerak dengan sendirinya. Tidak mungkin pintu itu bergerak karena tertiup oleh angin. Area di sini sangat tertutup. Sehingga tidak memungkinkan angin dapat masuk ke dalam area ini.

Anna tidak ingin memikirkan hal itu lagi. Semakin dia memikirkannya, semakin jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Dia hanya ingin segera mendekati objek berwarna putih itu untuk memuaskan rasa penasarannya.

Beberapa saat kemudian, dia sampai di objek yang berwarna putih itu. Anna mengarahkan cahaya senter yang berasal dari HP-nya ke arah objek tersebut. Ternyata itu hanyalah pakaian berwarna putih yang digantungkan di langit-langit ruangan. Tapi, siapa yang menggantungkannya di sana? Apakah ada orang iseng yang menjemur pakaian di gedung ini? Dia tidak ingin memikirkan hal itu dan melanjutkan perjalanannya melewati lorong.

Perempuan itu semakin masuk ke dalam gedung itu. Dia berbelok ke kanan dan ke kiri. Dia juga mengecek seluruh ruangan yang ada di gedung tua ini. Namun, sampai saat ini, dia belum menemukan orang itu.

Dia merasa kesal karena tidak menemukan orang itu. Sudah dari tadi dia mencarinya. Namun, sampai sekarang, dia belum menemukan orang itu. Dia merasa lelah karena berjalan dari tadi. Sekarang malam sudah larut. Seharusnya dia istirahat sekarang.

Sesuatu jatuh di belakangnya. Suara yang dihasilkan memenuhi setiap sudut lorong tersebut. Anna membalikkan badannya dengan refleks setelah mendengar suara itu. Dia melihat sebuah benda tergeletak di atas lantai. Perempuan itu menyenter benda yang tergeletak di atas lantai tersebut. Benda itu hanya setongkat kayu. Kemudian, perempuan itu menyenter langit-langit ruangan tempat asal kayu tersebut sebelum jatuh. Sepertinya kayu itu berasal dari langit-langit ruangan yang jatuh. Setelah itu, Anna kembali menghadap depan dan meneruskan jalannya.

"Apa tidak ada orang di sini?" Tepat setelah dia mengatakan hal itu, terdengar suara tembakan.

Perempuan itu terkejut. Dia menoleh ke kanan dan kirinya untuk mencari dari mana asal suara tersebut. Dia menelan air ludahnya karena merasa ketakutan. Anna bertanya-tanya dari mana asal suara itu. Apakah ada pertengkaran di sini.

Beberapa saat kemudian, suara tembakan terdengar untuk yang kedua kalinya. Perempuan itu merasa ketakutan. Perasaannya tidak enak. Tanpa menunggu lama lagi, Anna segera berlari menuju pintu utama untuk keluar dari gedung itu. Tempat ini berbahaya. Dia tidak ingin sesuatu terjadi kepada dirinya.

Saat berada di dekat pintu keluar, dia melihat seseorang sedang berdiri di ambang pintu. Anna langung menghentikan langkahnya. Dia melihat orang tersebut berjalan mendekatinya. Perempuan itu merasa takut dan melangkah mundur menjauhi orang itu.

Anna tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang itu. Dia mengenakan pakaian hitam dan menutupi wajahnya dengan masker berwarna hitam juga. Perempuan itu merasa ketakutan. Keringatnya menetes di pelipisnya.

"Siapa kau?" kata Anna dengan menggunakan Bahasa Persia. Dia melangkah mundur dengan perlahan menghindari laki-laki itu.