✒✒✒✒📁📁📁📁✒✒✒✒
"Kamu pasti tidak bisa melupakan kejadian itu." Kata Dav sambil mengelap senapan api yang dia pegang.
"Bagaimana bisa aku melupakan kejadian yang mengerikan itu?" ujar Anna.
"Semenjak kejadian itu, apakah kamu melihat banyak orang dibunuh di depan matamu?" Dav meletakkan senjata itu di lemari dan mengambil senapan lain yang berjenis revolver. Kemudian dia membersihkan senapan itu dengan menggunakan kain.
"Apa maksudnya?" tanya Anna.
"Apa kelompok itu membunuh banyak orang?" Dav meniup senjata apinya kemudian mengelapnya.
"Entahlah."
✒✒✒✒📁📁📁📁✒✒✒✒
Malam itu berlalu begitu saja. Hari mulai berganti dan sekarang, pagi telah tiba. Anna membuka matanya dengan perlahan. Pandangannya masih terlihat samar-samar. Sepertinya dia tertidur di lantai kamarnya semalam dengan kondisi yang masih kotor dan acak-acakan. Dia tidak sempat membersihkan diri kemarin malam.
Perempuan itu bangkit dari tidurnya. Setelah itu dia menggosok-gosok kedua matanya agar pandangannya tidak terlihat samar-samar lagi. Selang beberapa saat kemudian, Anna berdiri dan menggeleng-gelengkan kepala. Dia juga merenggangkan badannya berkali-kali.
Perempuan itu berjalan menuju pintu untuk keluar dari kamarnya. Namun, saat dia baru memegang ganggang pintu, dia teringat dengan kejadian kemarin. Dia ingat dengan detail kejadian yang dia alami di hari-hari sebelumnya. Dimulai dari orang yang menerornya kemarin lusa. Hingga ledakkan dahsyat yang dia lihat di depan mata kepalanya sendiri.
Anna menghela napas dalam-dalam. Dia berusaha melupakan semuanya. Meskipun begitu, ketakutan yang berhubungan dengan kejadian kemarin masih menghantuinya. Dia harus berhati-hati mulai sekarang. Perempuan itu membuka pintunya seperempat bagian dan mengintip keadaan di luar kamarnya dari balik pintu. Dia ingin memastikan apakah ada orang di luar sana atau tidak. Mengingat kejadian yang dia alami kemarin, bisa saja ada orang yang mengikutinya sampai rumah ini. Apa lagi dia menjadi target oleh organisasi yang tidak dikenal.
Untungnya, dia tidak melihat siapa pun dia luar sana. Tidak ada siapa-siapa selain dirinya sendiri di rumah ini. Dirasa sudah aman, Anna keluar dari kamarnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Kondisinya sangat kacau sekarang. Badannya sangat kotor dengan rambut yang acak-acakan.
Setelah mandi, Anna berpakaian dengan rapi. Dia akan pergi bekerja. Walaupun sesuatu menimpa dirinya kemarin, dia harus tetap bekerja. Setelah berpakaian yang rapi, dia keluar dari rumahnya. Anna menutup pintu depan dan menguncinya rapat-rapat agar tidak ada orang yang bisa masuk ke dalam rumahnya. Dia berjalan menuju mobilnya dan masuk ke dalam kendaraan tersebut. Setelah itu, dia menyalakan mesin dan mengendarai mobil menuju tempat dia bekerja.
Selama perjalanan, Anna selalu waspada. Setiap menit dia menatap kaca spion untuk melihat apakah ada mobil mencurigakan yang mengikutinya dari belakang. Dia merasa harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Apa lagi ada banyak orang yang kini sedang memburunya.
Walaupun dia sendiri tidak tahu alasan mengapa orang-orang itu memburunya.
Saat berada di lampu merah, Anna menghentikan kendaraannya. Dia menatap layar kaca spion untuk melihat kondisi di belakang. Dia melihat mobil berwarna hitam berhenti tepat di belakang kendaraannya. Pikirannya mulai menjadi tidak karuan ketika melihat mobil itu. Dia mulai berprasangka buruk. Apa lagi mobil yang ada di belakangnya terlihat mencurigakan. "Jangan-jangan mobil itu mengikutiku". Anna berbicara di dalam hati.
Namun, prasangka buruknya itu lenyap ketika mereka berjalan ke arah yang berbeda. Saat lampu hijau mulai menyala, mobil Anna berbelok ke arah kiri, sedangkan mobil hitam itu berjalan lurus. Melihat hal itu, Anna langsung bisa bernapas dengan lega.
Beberapa saat kemudian, Anna sampai di kantor tempat dia bekerja. Perempuan itu memarkirkan mobilnya dan keluar dari kendaraan itu. Dia masuk ke dalam gedung kedutaan besar dan berjalan menuju mejanya.
Sesampainya di meja kerja, Anna duduk di kursinya. Dia masih belum bisa melupakan kejadian yang menimpanya kemarin. Wajar saja jika dia sulit untuk melupakannya. Siapa yang tidak trauma ketika ada orang yang mengalami kejadian mengerikan itu.
Dia menghidupkan layar komputer yang ada di depannya. Kemudian dia membuka internet. Perempuan itu menulis "Harga tiket pesawat Tehran-Jakarta" di kolom pencarian. Setelah itu, dia menekan tombol enter pada keyboard.
Hasil pencariannya keluar. Dia melihat harga tiket dan juga jadwal penerbangannya. Anna ingat dengan ucapan Taishi terakhir kali. Laki-laki itu berpesan agar dirinya segera meninggalkan Iran untuk sementara. Dalam waktu dekat, dia berencana mengambil cuti sejenak dari pekerjaannya untuk beristirahat sekaligus menghindari orang-orang yang mengejarnya atau memburunya. Jika kondisi sudah membaik, dia akan kembali bekerja.
Anna kembali menuju kolom pencarian. Dia berubah pikiran. Perempuan itu menulis "Harga tiket pesawat Tehran-Aljir" di kolom pencarian. Dia tidak bisa pergi ke Indonesia untuk sementara waktu. Dia tidak mau membahayakan keluarganya yang ada di sana. Dia tidak bisa melibatkan keluarganya dalam masalah ini.
Anna menggerak-gerakan tetikus untuk memesan tiket pesawat secara daring. Dia akan berangkat ke Aljir minggu depan. Aljir merupakan ibukota Aljazair atau lebih dikenal dengan sebutan Algeria. Negara itu merupakan tetangga Tunisia. Dia akan menuju ke sana untuk bersembunyi. Ketika kondisinya sudah mulai kondusif, dia akan kembali bekerja.
Saat waktunya istirahat, Anna berjalan menuju restoran langganannya. Dia pergi ke sana bersama dengan rekan kerjanya yang bernama Rania. Sesampainya di restoran, mereka berdua langsung memesan makanan dan duduk di kursi yang telah disediakan. Tidak perlu menunggu lama, makanan yang mereka pesan akhirnya datang. Anna dan Rania mengambil garpu dan sendok kemudian menikmati makanannya.
Sebuah televisi yang menggantung di salah satu sudut ruangan menayangkan sebuah berita. Televisi itu menayangkan tentang sebuah bangunan tua dan besar yang hancur karena ledakkan bom. Tempat itu merupakan kejadian yang Anna alami kemarin malam.
Anna menatap televisi itu dan memperhatikan beritanya. Acara itu memberitakan tentang kejadian yang kemarin malam dia alami. Di dalam tayangan televisi itu terdapat seorang reporter yang menjelaskan tentang kondisi di TKP saat ini. Banyak polisi yang menjaga bangunan kosong itu. Mereka memasang garis polisi di gedung tua tersebut untuk melarang siapa saja melintas kecuali para petugas. Beberapa orang membawa tandu untuk membawa mayat yang ditutupi dengan kain putih. Mereka memasukkan mayat tersebut ke dalam ambulan untuk di identifikasi.
Yang hanya Anna pikirkan ketika menonton tayangan itu adalah Taishi. Dia terus berharap Taishi selamat dari kejadian yang mengerikan itu. Selamat atau tidaknya dia dari kejaran orang-orang kemarin tergantung dengan kondisi Taishi saat ini. Hanya laki-laki itu yang bisa memberikan arahan kepadanya agar bisa selamat dari orang yang memburunya.
Namun, harapannya kandas begitu saja ketika reporter yang ada di televisi itu mengatakan jika salah satu korbannya adalah orang Asia Timur. Hanya Taishi lah satu-satunya orang yang berasal dari Asia Timur di gedung itu. Sedangkan yang lainnya terlihat seperti penduduk asli.
Mata Anna berkaca-kaca. Dia hampir tidak percaya mendengar hal itu. Sekarang dia tidak tahu harus berbuat apa. Perempuan itu butuh Taishi supaya bisa kabur dari orang-orang yang memburunya. Jika seperti ini, entah apa yang akan terjadi dengannya nanti.
"Kamu menangis?" Kata Rania yang sekarang sedang duduk di hadapan Anna.
Anna langsung menoleh ke arah temannya dan mengedipkan matanya berkali-kali dengan cepat agar air matanya tidak menetes. "Tidak, aku tidak menangis," kata Anna.
"Tapi, matamu terlihat berkaca-kaca," kata Rania.
"Benarkah?" Anna pura-pura tidak tahu. "Mengapa mataku berkaca-kaca?"
"Kamu baik-baik saja, kan?" kata Rania.
"Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir," ucap Anna.
"Apa kamu sakit?" tanya Rania, "jika kamu sakit lebih baik kamu pulang saja sekarang."
"Aku tidak sakit. Aku baik-baik saja," jawab Anna.
"Kamu yakin baik-baik saja?" tanya Rania lagi.
"Iya, aku baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir," kata Anna.
"Baiklah kalau begitu." Rania melanjutkan makan.
Melihat Rania makan, Anna juga ikut melanjutkan kegiatan makannya. Dia hanya perlu bertahan selama satu minggu di Iran. Minggu depan dia akan pergi ke luar Iran. Perempuan itu berusaha menenangkan dirinya agar tidak merasa khawatir. "Tenanglah, Anna. Kamu akan baik-baik saja! Sebentar lagi kamu akan pergi meninggalkan negara ini". Kamu akan baik-baik saja walaupun tidak ada orang yang membantumu. Perempuan itu menyemangati dirinya sendiri.
"Rania...." Anna menghentikan kegiatan makannya dan menatap Rania yang duduk di depannya.
"Ada apa?" Perempuan itu juga menghentikan kegiatan makannya dan menatap Anna.
"Apa kamu bisa menginap di rumahku nanti malam?" tanya Anna.
"Menginap? Mengapa kamu memintaku menginap di rumahmu?" tanya Rania.
"Aku hanya ingin mengajakmu saja. Aku merasa kesepian ketika tinggal di rumah sendirian. Aku butuh teman. Kamu bisa, kan?" ujar Anna.
"Tentu saja, bisa. Hanya semalam saja, kan?" tanya Rania.
"Iya, hanya semalam."
"Baiklah kalau begitu, aku akan menginap di rumahmu nanti malam." Rania menerima tawaran Anna.
"Terima kasih," kata Anna.
Saat jam pulang kerja, mereka berdua pergi pulang ke rumah. Mereka pergi dengan menggunakan mobil milik Anna. Hari sudah malam. Banyak lampu jalanan dan lampu bangunan yang dinyalakan. Rania menatap pemandangan dari balik jendela. Sedangkan Anna fokus mengendarai mobil. Selama perjalanan, Rania selalu menanyakan apakah ada masalah kepada Anna. Tidak seperti biasanya, Anna mengajaknya menginap di rumahnya. Tetapi, Anna selalu menjawab pertanyaan itu dengan kalimat, "Aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir."
Sesampainya di depan rumah, Anna memarkirkan mobilnya. Mereka berdua membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan itu. Kemudian, Anna berjalan menuju pintu diikuti dengan Rania di belakangnya.
Sesampainya di depan pintu masuk, Anna mengambil kunci dari dalam sakunya. Kemudian dia memasukkan kunci itu ke dalam ganggang dan membuka pintunya. Anna masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu, diikuti dengan Rania di belakangnya.
"Silakan duduk di sofa itu!" Kata Anna sambil menunjuk sofa yang ada di depan televisi. Tanpa diperintah lagi, Rania langsung duduk di sofa yang ditunjuk oleh temannya itu. "Aku akan mandi dahulu. Kalau kamu mau mandi silakan mandi setelah aku."
"Baiklah, aku akan mandi setelahmu," kata Rania.
"Kalau kamu mau menyalakan televisinya, silakan nyalakan saja! Anggap saja seperti rumah sendiri." Anna masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaian. Setelah itu dia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Rania mengambil remote yang ada di sebelahnya dan menyalakan televisi. Dia meletakkan kedua kakinya di sofa. Posisinya terbilang santai dan tidak sopan saat di rumah orang lain. Tapi, dia tidak memedulikan itu. Toh! Anna juga bilang kepada dirinya untuk menganggap rumah ini seperti rumah sendiri.
Televisi yang ada di depannya menayangkan sebuah berita kriminal. Perempuan itu sudah bosan dengan acara seperti itu, sehingga Rania mengganti channel TV dengan menekan tombol angka lima. Televisi yang awalnya menayangkan berita, kini beralih menampilkan acara Talk Show.
Setelah Anna keluar dari kamar mandi, dia masuk ke dalam kamarnya. Perempuan itu juga menyilakan temannya untuk membersihkan diri. Mendengar hal itu, Rania langsung bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar mandi. Dia juga meminjam pakaian Anna karena tidak membawa baju dari rumah.
Setelah mereka berdua mandi, Rania duduk di meja makan. Sedangkan Anna memasak di dapur. Menu malam ini cukup makan mi instan saja. Mereka lupa membeli makanan saat perjalanan pulang tadi. Ingin memesan makanan pesan antar juga tidak bisa. Hari sudah semakin larut sekarang. Mungkin banyak restoran yang sudah tutup.
Anna mengambil sebuah panci dan memasukkan air di dalamnya. Setelah itu, dia meletakkan panci tersebut di atas kompor untuk merebus airnya. Beberapa saat kemudian, air di dalam panci itu menguap. Tanpa menunggu lama lagi, Anna langsung memasukkan mi ke dalam air yang menguap itu.
Sambil menunggu mi matang, Anna menyiapkan dua buah mangkok. Dia memasukkan semua bumbu-bumbu ( MSG dan minyak ) yang ada di dalam kemasan mi instan ke dalam dua mangkok tersebut. Beberapa saat kemudian, mi yang ada di dalam panci sudah matang. Anna memindahkan mie beserta kuahnya kedua mangkok itu. Kemudian, dia mengaduk mi dan bumbunya agar merata.
Anna membawa kedua mangkok berisi mi itu ke atas meja makan. Dia menyerahkan satu mangkok untuk Rania dan satunya lagi untuk dirinya sendiri. Dia duduk di sebuah kursi dan menikmati makanannya. Mi instan berkuah yang masih panas memang cocok di makan saat malam hari.
"Anna, ada yang ingin aku katakan kepadamu." Kata Rania sambil menghentikan kegiatan makannya.
"Ada apa? Silakan bicara saja." Anna memasukkan segarpu mi ke dalam mulutnya.
"Apakah kamu memiliki sebuah masalah?" ujar Rania.
"Tidak, tidak ada. Aku tidak memiliki masalah apa pun." Anna menyendok kuah dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Jangan menyembunyikannya dariku, Anna! Jika kamu ada masalah, tolong ceritakan semuanya kepadaku. Aku pasti akan membantumu!" kata Rania.
"Masalah apa?" Anna meletakkan sendok yang dia pegang ke dalam mangkuk. "Mengapa aku memiliki masalah? Aku baik-baik saja."
"Lalu, mengapa kamu memintaku untuk menginap di rumahmu?" Kata Rania sambil meletakkan sendok dan garpu di mangkuk yang ada di depannya.
"Bukankah sudah kukatakan tadi? Aku hanya butuh teman," ujar Anna.
"Kamu pasti punya masalah, bukan? Ada alasan lain mengapa kamu memintaku menginap di sini," kata Rania.
"Hentikan, Rania! Aku tidak ingin mendengarkan itu lagi! Aku tidak ada masalah apa pun." Anna mulai merasa kesal dengan perkataan Rania. Dia risih diberi pertanyaan tentang masalah dan masalah mulai dari tadi.
"Jangan berbohong, Anna! Pasti ada alasan lain kamu memintaku ke sini, bukan?" kata Rania.
"Tidak, tidak ada alasan lain. Memangnya ada alasan selain aku membutuhkan teman?" Anna berbicara dengan nada sedikit tinggi. Dia mulai kesal dengan ucapan Rania.
"Ada!" Rania juga sedikit meninggikan suaranya.
"Memangnya kamu tahu apa tentang diriku? Jangan sok tahu tentang kehidupanku!" Anna mengambil sendok yang ada di dalam mangkok dan melanjutkan menyantap mi miliknya.
"Kamu takut, bukan? Kamu takut jika ada orang yang menerormu malam ini?" kata Rania.
Mendengar hal itu, Anna langsung menghentikan kegiatan makannya dan menatap Rania. Bagaimana temannya bisa tahu jika dia butuh teman karena takut ada orang yang menerornya? "A-pa?" kata Anna.
"Kamu takut jika rumahmu akan diteror untuk yang kedua kalinya, bukan? Karena itu kamu memintaku untuk menginap di rumahmu. Agar kamu merasa tenang dan terlindungi," ucap Rania.
"Apa yang kamu katakan, Rania? Cerita konyol apa yang kamu ucapkan? Itu tidak masuk akal," kata Anna.
"Ceritakan semuanya kepadaku, Anna! Jangan berbohong. Kamu pernah diteror melalui pesan oleh seseorang, bukan? Dan kemudian, kemarin malam, kamu mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, bukan? Aku tahu semua yang--." Ucapan Rania dipotong oleh Anna.
"Kamu tidak tahu apa-apa tentangku, Rania!" Anna membentak temannya sambil memukul meja. "Dasar! Kamu membuat nafsu makanku menjadi hilang.. Seharusnya aku tidak mengundangmu ke sini." Anna merasa marah. Suasana di antara mereka berdua menjadi menengangkan.
"Mengapa kamu marah kepadaku, Anna? Aku bertanya ini demi kebaikanmu!" Rania juga membentak kepada Anna.
"Jangan ikut campur urusanku! Hanya aku yang tahu mana yang baik dan tidaknya untuk diriku! Memangnya siapa dirimu?" Anna berteriak kepada Rania.
Sebuah suara terdengar dari luar rumah. Suara itu terdengar tidak terlalu keras. Namun, bunyinya cukup untuk bisa tertangkap oleh daun telinga. Pertengkaran mereka seketika berhenti ketika suara itu terdengar. Anna berdiri dari kursinya dan berjalan menuju pintu depan. Dia membuka pintu itu dan keluar dari rumah untuk memastikan dari mana suara tersebut berasal.
Anna berjalan menuju halaman rumahnya yang luas. Dia menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat apakah ada orang lain di sini. Tidak ada apa-apa selain rumput dan tanaman di halaman ini. Mungkin itu tadi hanya kucing yang terjatuh dari atap rumahnya.
Anna membalikkan badan untuk kembali ke dalam rumahnya. Matanya seketika langsung membesar ketika melihat temannya yang bernama Rania bediri di ambang pintu sambil memegang sebuah pistol. Temannya itu mengarahkan pistol ke arahnya dan membuat Anna merasa ketakutan.
Rania terlihat sangat menakutkan ketika memegang pistol. Tatapannya sangat tajam membuat bulu kuduk Anna berdiri. Di telinga Rania, terpasang sebuah earphone berwarna hitam. Posisinya saat memegang pistol sangatlah mantap, seolah-olah dia sudah terbiasa bermain dengan menggunakan pistol.
"Target sudah siap untuk dibunuh," kata Rania.
"Bbzzztt.... Bunuh sekarang juga!" Sebuah suara muncul dari earphone yang dipakai oleh Rania, teman kantor Anna.