Shinwa High School Academy, ialah nama dari sekolah menengah atas yang terkenal dengan prestasi muridnya dalam meraih segala kejuaraan nasional hingga internasional. Tak heran jika sekolahan tersebut sering mendapat gelar kesuksesan dalam bidang pendidikan terbaik di kota Aiwa.
Burung merpati beterbangan dan bercengkrama penuh kebebasan, mengisi langit biru yang indah nan cerah di pagi hari.
Hembusan angin dingin berpadu dengan hangatnya sinar mentari telah membawakan kesejukan alami di pagi hari.
Masih terlalu awal bagi mereka untuk berangkat ke sekolah. Namun ada kesan yang berbeda saat seorang lelaki menatap sekumpulan remaja berseragam sailor dari balik jendela. Setiap senyum dan tawa bahagia mereka seakan menggambarkan besarnya rasa cinta akan statusnya sebagai seorang siswa.
Meski demikian, dunia tetaplah panggung sandiwara. Begitu kejam, keras, dan penuh dengan kepalsuan. Ada tawa di balik penderitaan, dan tak heran jika ada senyuman yang mampu memanipulasi keadaan. Laksamana cermin permukaannya licin dan dapat menciptakan pantulan sehingga membentuk sebuah bayangan. Memperlihatkan dua sosok yang serupa, tapi berbeda. Dan itulah gambaran manusia di seluruh penjuruh dunia.
*THIING!
Suara lonteng terdengar nyanging kesepenjuruh arah bagian, menandakan seluruh siswa wajib memasuki gedung sekolah guna mengikuti mata pelajaran pada ruang kelasnya.
Terlihatnya salah seorang siswa ikuti oleh berbaliknya Akina dari jendela berlapis kaca, saat salah satu muridnya memasuki ruangan kelas.
Sesosok gadis bersurai cokelat keemasan dengan seragam sailor dan rangsel biru pada punggungnya menebar senyum pada wali kelasnya.
"Akina-sensei!" Gadis itu kemudian membungkuk. "Selamat pagi."
Bibir Akina membentuk garis lurus guna memberikan keramahan pada muridnya tersebut. "Selamat pagi, Yumiko."
Gadis itu berkedip dua kali, kemudian memasukan sebatang permen berjeniskan lolipop ke dalam mulutnya. Pandangan matanya melirik ke arah bangku yang berdekatan pada jendela.
Saat iris matanya teralihkan padaku yang masih duduk pada bangku, seketika itulah Yumiko yang mengagah. Secara otomatis kedua bola matanya membulat seketika. "Kawaii desu ..."
Sebatang permen lopipop tanpa sengaja terjatuh dari mulutnya sehingga pecah menjadi beberapa bagian saat berhasil menghantam lantai kramik pada ruangan kelas.
Ia berlari melewati deretan bangku saat diriku mulai menggeserkan kursi kayu ke belakang guna memberikan ruang untuk berdiri.
"Kau murid baru, ya? Cantiknya ..." senyumannya mengembang saat ia berhasil mengambil posisi untuk duduk bersebalahan denganku. "Sangat cantik, seperti boneka barbie."
"Nakamura!" Suara itu seketika berhasil mengalihkan pandangan gadis tersebut.
Sesosok lelaki berkacamata bening mengacungkan jari telunjuknya ke lantai dengan kerutan pada dahinya. "Bersikan permenmu sekarang juga."
Gadis itu menggeserkan kursi kayunya ke belakang, memberikan cela ruang baginya untuk bangkit. Kerutan pada bibir merahnya menunjukan bahwa ia cemberut pada sesosok lelaki yang berdiri di depan papan.
"Tidak mau! Bersikan saja sendiri."
Akina menghelakan nafas panjangnya, menggaruk-garuk pipi kirinya. "Jika kau tidak mau membersikan sisa permenmu, lalu yang berserakan itu lopipopnya siapa?"
Alih-alih menjawab, gadis itu lebih memilih untuk melipat sepasang tangan di depan dada dan beranjak pergi meninggalkan bangkunya. Kedua mata Akina mengikuti disetiap langkahnya saat ia hendak meninggalkan ruangan kelas.
"Yumiko Nakamura ..." suara Akina terdengar pelan saat menyebutkan namanya, membuat gadis bersurai cokelat menghentikan langkah saat hendak mendekati pintu kelas yang masih terbuka.
Yumiko menoleh. "Sensei yang tampan. Tadinya permen itu milikku. Namun ... setelah terjatuh ke lantai sudah bukan punyaku. Dan sekarang bukan jadwal piketku, sensei ...."
"Benar juga. Sekarang hari senin," sahut Akina sambil menggaruki belakang kepalanya.
"Yups! Coba sensei ingat saja, jadwal piketnya siapa hari ini."
"Ehm ..."
Yumiko melangka maju dengan pelan, memdekati pintu dan segera berlari keluar ruangan. Untuk sejenak Akina mematung sesaat, mencoba untuk mencerna ucapan Yumiko yang konon terkesan mengerikan. Hingga suatu ketika, lelaki itu menepuk dahinya dengan geram.
"Murid sableng! Berani sekali dia menipu Gurunya sendiri."
Diriku menarik nafas cukup dalam hingga mengamati langit-langit di atas ruangan. Tak berlangsung lama setelah cahaya mentari menerpah wajahku dari balik jendela, suasana hening beransur-ansur sirna setelah segerombolan siswa mulai memasuki ruangan kelas untuk mengikuti jam pelajaran.
Kala itu, Akina meminta diriku untuk maju ke depan papan guna memperkenalkan diri kepada seluruh siswa yang duduk berderetan pada bangkunya.
Ada kegaduhan yang mampu membuat suasana kelas menjadi ramai saat diriku tengah berdiri di depan papan tulis. Segelintir siswa terlihat asyik membincangkan game. Ada pula yang bercanda dengan teman sebangkunya hingga menciptakan tawa yang berlebihan guna mengisi keheningan ruangan. Namun ada satu siswa yang terpaku menatap ke depan hanya untuk menantikan jam pelajaran. Remaja itu bernamakan Fujiwara Takeda.
Meski mulutku sempat terbuka, seakan kecanggungan itu kian melanda dalam dada. Hingga aku tak dapat mengeluarkan suara yang mampu menarik perhatian seluruh siswa yang masih terlihat gaduh disetiap bangku yang ada.
*BRACK!
"DIAM!" Terdengarnya gebrakan meja diikuti oleh suara lentangnya Akina yang mampu membisukan seluruh siswa hanya dalam sekejap mata.
Seorang gadis bersurai cokelat keemasan mengacungkan jari telunjuk ke atas kepala, membuat lelaki berkacamata bening meninggikan dahu untuk mempersilahkannya berbicara.
"Sensei, aku ingin bertanya. Aku dengar bahwa gadis cantik yang berada di depan papan tulis itu adalah pacarmu. Apa itu benar?"
Lelaki itu hanya dapat tersenyum manis. "Ya, benar. Dari mana kau dapatkan informasi itu?"
Gadis itu mengusap-usap dagunya dan melirik teman sebangkunya yang mulai menempelkan sepasang di depan dada. Lelaki remaja di sebelahnya berkomat-kamit pelan hanya untuk memanjatkan sebuah do'a, agar terhindar dari kejujuran Yumiko yang hendak menjerumuskannya.
"Fujiwara, sensei."
Pandangan Fujiwa membulat seketika. "Bu—bukan saya sensei. Itu fitnah!"
Akina terkekeh pelan. Mengarahkan acungan jari telunjuk pada pintu ruangan. "Fujiwara ... Yumiko Nakamura, harap tinggal ruangan kelas sekarang juga. Dan kerjakan tugas kalian di luar ruangan sekarang juga."
"Tapi sensei?"
"Silahkan keluar, atau sama sekali tidak mengikuti ujian. Pilih yang mana?"
Remaja itu menoleh ke arah gadis yang tengah duduk bersebelahan dengannya. Pandangan matanya mulai berkaca-kaca. "Dasar sial! Semua ini salahmu, Yumiko."
"Akina-sensei telah mengajarkan kejujuran kepada kita. Lalu salahku di mana coba?" sahut Yumiko dengan santainya sembari bangit guna meninggalkan bangkunya.
"Kejujuran yang HQQ. Kau hanya akan menjerumuskanku ke dalam neraka ketika Akina-sensei murka," keluhnya.
"Ayolah ... sensei tidak akan tega untuk menghukum muridnya terlalu lama. Ayo kita keluar, aku akan berbagi lolipop untukmu."
Fujiwara hanya dapat menepuk dahinya sembari menggelengkan kepala. "Dia tersangka, tapi aku yang kena dampaknya."
Sepasang remaja mulai bangkit dari kursinya, dan berjalan melewati beberapa bangku guna beranjak pergi ke arah pintu. Namun lelaki berkacamata bening itu menyuruh mereka untuk kembali ke tempatnya seperti semula.
Aku terdiam tanpa kata, hanya mematung di hadapan seluruh siswa yang masih duduk pada bangkunya. Kala aku menoleh, lelaki itu berdeham dengan sedikit anggukan pada kepala.
Diriku segera memalingkan wajah guna membuka topik pembicaraan pada mereka yang masih duduk pada bangkunya.
"Namaku adalah Chelsea Matsuda, yang tinggal berdua bersama sensei Yoshihiro Akina." Diriku sempat menghentikan ucapan dan kembali menatap Akina yang nampak rokoknya dengan korek api pada sudut ruangan.