Keindahan malam bertabur cahaya bintang yang bergemerlapan, membawaku terbang ke dalam impian yang di penuhi oleh sejuta harapan akan datangnya cinta dan kasih sayang.
Kutenggelam dalam birunya lautan, hanya untuk menatap karang yang telah kau janjikan melawat adanya dekapan. Aku percaya pada dirimu yang telah mengulurkan tangan dengan membawa sejuta senyuman yang terkilas pada paras rupawan, berharap engkau datang dalam kesendirianku yang dingin nan kekal.
Saat kepedihan itu mulai melanda lubuk hatiku, kutatap raut wajahmu dengan kebisuan yang kian membeku saat kau pandang jendela dengan sepasang matamu. Kala itu, aku sadar bahwa diriku terlalu rapuh untuk mencintaimu.
Saat kuterjatuh dalam keterpurukan, kau datang dengan membawa sepercik cahaya harapan. Kau berikan aku sejuta impian, kala kau tunjukan senyuman pada parasmu yang rupawan bagaikan laksamana bintang yang berpijar hanya untuk menerangi sang malam.
Keindahan malam bertabur cahaya bintang berselimut awan tebal, seakan menjadi kilasan pada dirimu yang telah mengulurkan tangan. Engkaulah cahaya harapan, yang memberiku kekuatan untuk berlari dari ambang kehancuran dan gelap awan tebal yang sekian lamanya menjadi dinding penghalang.
Telah kusimpan seribu kenangan saat kau sandarkan diriku dalam pelukan. Kutanamkan gelora asmara yang membakar jiwa hingga kau mampu membuatku terlena akan adanya cinta yang menggebuh dalam dada.
Engkaulah laksamana bintang yang berpijar, yang mampu membuatku merasakan keindahan pada kesunyian yang kekal. Dan engkaulah sang pangeran yang mampu memberiku sejuta cinta dan kasih sayang pada diriku yang sekian lamanya telah memikul sejuta beban.
Inginku hanyalah untuk menjadi pendamping sang pangeran, meski kutahu bahwa ragaku hanyalah sebatas boneka yang tak bisa memberimu keturunan. Aku jatuh cinta, dan engkaulah yang pertama. Yoshihiro Akina.
Salam setia,
Chelsea Matsuda.
Derap langkah hak sepatu menggemah di sepanjang lorong panjang, mengisi disetiap keheningan malam yang dingin nan kekal pada mansion tua yang berada jauh dari hiruk pikuk kehidupan.
Seorang gadis berambut pirang berjalan di tengah lorong yang nampak sunyi seorang diri. Gaun merahnya nampak kontras membalut tubuh sintal semampainya. Sesosok gadis bermata sipit, dengan bibir merah merona, yang tak lain ialah Azumi-sensei.
Kala gadis itu berjalan, iris matanya sesekali mengamati disetiap kalimat ringkas yang tertulis pada selembaran kertas. Seketika dirinya mencoba untuk menghentikan langkah, mengamati rintik hujan sebening kristal yang mulai berjatuhan untuk membasahi seluruh daratan.
"Ketika aku membaca disetiap kalimat yang tersirat dalam tulisannya, seakan hatiku terasa sakit di buatnya. Jika ia jatuh cinta pada Akina, lantas siapa gadis itu sebenarnya..." sebelah tangannya menyentuh jendela kaca dengan jemari lentiknya kala hujan mengguyur atap mansion tua. "Chelsea Matsuda, meski kau berada di bawah naungan Akina, aku tidak pernah segan untuk memisahkanmu dengannya."
Sebuah pintu kayu bermotifkan bunga teratai nampak terbuka dengan sendirinya. Terdorongnya salah satu daun pintu diikuti oleh munculnya sesosok pria yang tengah mengenakan mantel berwarnakan hitam. Azumi menoleh, raut wajahnya nampak sumringah kala sesosok pria berparaskan tampan itu keluar dari dalam kamarnya. Gadis bergaunkan merah dengan tubuh semampainya mulai berjalan mendekati pria itu dengan membawa selembaran kertas pada tangan kirinya.
"Azumi-chan, apa yang membuatmu datang untuk mencariku?" Suara lembut lelaki itu membawa senyum manja bagi sesosok gadis yang kini tengah menghentikan langkah di depan pintu.
"Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang membuatmu betah untuk tinggal lebih lama di mansion tua ini... Tuan Hiruka," seutas senyum manja terpancarkan dari bibir merah Azumi, membuat lelaki itu tak mampu untuk menahan senyum lebih lama. Seketika gadis itu menyodorkan selembaran kertas putih padanya sembari berkata, "selayaknya seorang Kakak, tugasmu adalah untuk menjaga perasaan Adiknya. Dan gadis ini, dia telah merenggut cinta pertamaku dengan Akina-sensei."
Pria itu mengambil selembaran kertas yang telah di sodorkan oleh Azumi. Iri matanya mengamati disetiap ulasan kata yang tertata rapi pada selembaran kertas putih tersebut. "Chelsea Matsuda, ya? hmm... sepertinya nama ini tidaklah asing bagiku."
Azumi menyipitkan sepasang matanya di depan Hiruka. "Apakah kau mengenalnya?"
Lelaki berhidung mancung itu terdiam sejenak. Dirinya sempat menyentuh dagu dengan pandangan mata yang masih terpaku pada lembaran kertas tersebut. "Aku masih dapat mengingat, bagaimana insiden kecelakaan itu terjadi. Ya! Aku tidak menyangka bahwa anak ini masih hidup setelah tertabrak oleh mobilku."
Kedua mata Azumi membulat seketika. "Apa?!"
Lelaki itu terkekeh pelan sembari membalikan tubuh guna meninggalkan Azumi yang masih tercengang akibat pengakuannya yang di terima olehnya.
"Mari kita bicarakan hal ini di dalam. Aku tidak ingin seorang pun tahu akan adanya berita yang ingin kusampaikan."
"Jangan berlagak naif, Hiruka. Aku tahu bahwa kau adalah tersangka dari balik kematian Michael Christopher, suami dari Fujiko Matsuda. Iya, kan?"
"Hahaha! Seharusnya ia sadar bahwa sesama mafia tidak harus saling percaya, karena di sanalah titik kesalahannya. Dasar payah!"
Suara redap langkah kaki mendominasi keheningan canggung saat sepasang insan nampak memasuki ruangan. Kala mata Azumi menelesik kesepenjuruh ruangan, dirinya melihat adanya ke empat pilar dengan ukiran-ukiran rumit yang menghiasi dinding ruangan.
Kala Haruka tengah berjalan mendekati meja panjangnya, Azumi memilih untuk duduk di suatu ranjang yang berukuran king size milik Haruka.
"Aku tidak mengerti akan maksud dari tujuanmu sebenarnya, Azumi." Lelaki itu menuangkan sebotol anggur pada sepasang gelas kaca yang tertata pada mejanya.
Azumi menghelahkan nafasnya dan segera berdiri guna beranjak pergi meninggalkan ranjang Hiruka. "Tentu saja Kakak sudah memahaminya. Jangan berpura-pura bodoh Hiruka, aku tahu bahwa kau bukanlah pria biasa."
Haruka sempat menahan tawa. Bagi dirinya, Azumi bukanlah tipe wanita yang mudah menyerah. "Dan aku sadar bahwa dirimu bukanlah wanita yang mudah untuk menyerah, Azumi."
Azumi memicingkan mata. "Chelsea Matsuda! Gadis itu seakan meracuni pikiran Akina."
Haruka sempat meneguk anggur merah sebelum kembali menaruh gelasnya di atas meja. "Tentu saja aku tahu apa yang harus aku lakukan terhadap Matsuda..." iris matanya terpaku menatap Azumi yang nampak tersenyum miris di depannya. "Akan aku pastikan rencana ini berjalan dengan mulus tanpa di ketahui oleh Yoshihiro Akina."
Gadis bergaun merah berjalan mendekatinya. Raut wajahnya tampak sumringah kala ia mengetahui siasat apa yang hendak di rencanakan oleh Kakaknya. "Aku percayakan semuanya padamu."
"Demi Adikku tercinta, apapun akan aku lakukan asalkan kau bisa menjalani kehidupan yang bahagia dengan Akina, tanpa adanya serangga cilik seperti Chelsea Matsuda. Hahaha!"
"Terima kasih, akhirnya kau telah sadar bahwa aku sangat membutuhkannya."
Author note :
Pembaca itu seperti kupu-kupu. Semakin kau kejar, maka mereka akan terbang menjauh.