Chereads / Sweet Lights / Chapter 6 - Enam

Chapter 6 - Enam

Saat ini varel sedang tiduran di kursi panjang dengan paha ibu sebagai bantalnya. Tangan ibu sibuk mengusak, menyisir rambut varel.

Varel mendongak, merasa ibu nya sedari tadi hanya diam sambil memainkan helaian demi helaian rambut varel.

"Ibu" saut varel, dengan cekatan sang ibu pun menunduk, menatap sang anak yang sedang menatapnya. "Ada apa hem?" tanya ibu sembari tersenyum indah. Senyuman yang ingin selalu varel lihat tiap detik, menit, jam maupun sehari-hari.

"Kenapa ibu diam? apakah ada masalah?" ibu menggeleng, "tak ada, kau tidak usah berfikir berlebihan" jawabnya lagi.

Varel pun diam dan keadaan hening kembali, tak biasanya sang ibu berdiam seperti ini. Biasanya jika sedang hening, ibu selalu mencari pertanyaan random yang kadang sampai diluar kepala.

"Varel tak suka suasana seperti ini bu. Mana ibu yang selalu menanyakan hal ini hal itu, yang selalu memberikan kami asupan percakapan yang cukup."

"Mungkin hilang diambil kucing hehe" saut ibu santai.

"Ish ibuuu!!!" kesal varel dan mendapatkan gelakan tawa dari sang ibu.

"Tak apa, ibu hanya lelah saja. Jangan berfikiran berlebihan, ibu masih sama dengan ibu yang dulu. Hanya saja ibu terlalu lelah hari ini" tuturnya menjelaskan, varel pun mengangguk..

"Jika ibu lelah, berhentilah bekerja. Biar varel saja yang bekerja, ibu sudah tua. Tak sepantasnya ibu bekerja, seharusnya varel yang bekerja"

Ibu menggeleng, "Anak sekolah juga tidak boleh bekerja, kau belum legal untuk bekerja"

"Ibu selalu saja menemukan pernyataan yang membuatku mati kutu" gumam varel tanpa di dengar ibu.

"Ehm bu" panggil varel, ibu menjawab dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Ayok berbelanja kebutuhan" ajakku, ibu tersenyum lalu menggeleng, "Kenapa?"

"Kita tak punya cukup uang untuk membeli bahan kebutuhan lagi, beras hanya tersisa 2 gelas takar. Ibu belum di upah jadi tak ada uang" katanya

Varel beranjak duduk "Ah bu. Ibu tak usah memikirkan uang, varel kan baru gajian, jadi tak apa kita belanjakan. Ini juga uang ibu" varel merogoh saku celananya dan mengeluarkan amplop coklat berisi uang hasil gaji di cafe.

"Tapi ini uangmu"

"Ibu. Sudah berapa kali varel bilang. Varel ikhlas bekerja untuk keluarga ini dan uang ini juga uang ibu, mungkin tak seberapa nominalnya tapi bisa dikatakan cukup. Semenjak aku bekerja, ibu selalu saja seperti ini. Menolak apa yang telah diusahakan varel untuk keluarga ini. Varel juga ingin berbakti pada ibu, mungkin gaji selama beberapa tahun varel bekerja tak sebanding dengan nyawa ibu saat melahirkan varel—" jelas varel panjang lebar, hingga membuat ibu sedikit menitihkan airmata nya, namun dengan sesegera mungkin ia hapus. Ia takut varel melihat, padahal varel memang sudah melihat buliran demi buliran itu terjatuh.

"—ibu selalu bilang seperti ini dan pastinya ibu akan bilang 'Ibu selalu merasa bersalah telah membuat anak dibawah umur bekerja setiap hari demi keluarganya.' Bu! varel tau ibu memang tak tega melihat varel seperti ini, tapi ini juga demi keluarga kita. Demi geral sekolah, demi varel sekolah, demi kebutuhan kita semua. Itu tak akan cukup jika hanya ibu yang mencari uang sendiri. Ayolah bu, sekali ini saja jangan selalu menolak pemberian dari varel. Varel selalu bimbang jika ibu terus saja menolak dan untungnya saja ibu selalu luluh. Dan kali ini varel mohon kepada ibu untuk selalu menerima apapun pemberian varel, nyawa varel sekalipun ibu harus terima. Terimalah tanpa mengucapkan kata-kata yang selalu terulang" lanjut varel lagi dengan nada tergesa-gesa dan terkesan mengingatkan sang ibu.

Sang ibu tak kuat mendengar ucapan panjang lebar anaknya. Alhasil dia hanya menangis, merutuki dirinya yang selalu menuntut untuk tidak menerima uang varel. Padahal varel hanya ingin memenuhi kebutuhan keluarga dari cara ia bekerja.

Varel yang melihat ibu nya menangis tersedu-sedu pun langsung menghapus airmata sang ibu dengan menggunakan kedua ibu jarinya "Tak usah menangis bu, varel ini sayang ibu, varel tak maksud apapun. Varel hanya ingin membantu ibu dan geral untuk tetap hidup. Jika pun itu merenggut nyawa varel, varel akan siap menerimanya"

Ibu varel terkejut dengan ucapan terakhir varel dan refleks memukul lengan varel sampai varel mengaduh keasakitan "Apa yang kamu bilang tadi? Ibu tidak setuju jika anak ibu yang dibawa pergi oleh-Nya. Biarkan ibu yang meninggalkan kalian lebih dulu, agar ibu tidak menangis jika melihat kalian"

"Ish ibu ini apa-apaan sih. Udah-udah gak usah bahas-bahas kematian. Ayo kita belanja aja, nanti kalo gak ada bahan pangan, kita mau makan apa—" terus varel "—sekarang ibu mandi dan ganti baju, ibu terlihat jelek dengan mata sembab begitu hahaha" ledek varel yang membuat ibu tertawa dalam tangisannya.

Cukup senang bisaa meluapkan apa yang selalu ingin varel luapkan. Ya beginilah ibu nya, selalu menolak apapun uang yang diberikan varel. Bahkan varel sampai berkali-kali mencobanya dengan segala hal agar ibu mau menerimanya.

Dan syukur saja sang ibu mau menerimanya dengan berat hati dan paksaan dari varel. Sedikit kebohongan di mainkan untuk menjalankan trik varel.

Tak apa bermain kebohongan demi kebaikan, ehe.

•••

Varel POV:

Kami bertiga, aku, ibu dan geral sudah sampai di supermarket yang menjual aneka macam kebutuhan sehari-hari.

Aku membawakan trolly dan mengikuti ibu dari belakang, mengikuti arah kemana ibu membeli bahan pangan yang biasa kami makan.

Uang gajiku terbilang lumayan banyak, mungkin karena pesatnya pemasaran. Makanya gaji karyawan dinaikkan.

"Pilihlah kebutuhan yang benar-benar dibutuhkan buu.. Varel yang akan membayarnya, ibu jangan khawatir" ibu yang sedang melihat-lihat bumbu dapur pun menoleh lalu tersenyum sendu, habis menangis tadi.

"Geral mau beli apa? ada yang dibutuhkan juga?" tanyaku pada geral yang sedang memperhatikan sekitar.

Ia mendongak, "Tidak ada kak, geral hanya senang bisa berbelanja bersama" padahal di dalam lubuk hati geral yang paling dalam, ia menginginkan ice cream vanila yang box ice nya berada di pojok kanan dekat mereka berada.

"Benarkah? tapi kakak melihat matamu yang menginginkan sesuatu.. Bicaralah, kakak akan sebisa mungkin memenuhinya" tak lama dengan gelutan di pikirannya, geral menunjuk kearah tempat ice cream berada.

"Ohooo, ternyata adiknya kakak mau ice cream? kenapa gak bilang aja sih, sok-sok an bohong hahaha" lalu menoel hidung geral, bermaksud menggoda geral sampai membuatnya malu-malu.

Aku pun berjalan menggandeng geral, "Pilihlah mau yang mana" geral pun mengangguk dan mengambil satu kotak ice cream vanila.

Aku yang melihat dia hanya mengambil satu pun, aku tambahkan lagi satu, "Ini, ambilah satu lagi"

"Tapi ini mahal, geral ambil satu aja" jawabnya menolak

"Tak apa, kakak senang jika kamu senang, ambil" dengan ragu geral mengambilnya dan tersenyum ceria.

•••

Setelah berbelanja kebutuhan, kami pun pulang ke rumah dengan barang belanjaan yang lumayan banyak tapi tidak banyak, yah seperti itu.

Untung saja uang gajiku cukup untuk membeli ini, hanya tersisa dua uang lembar merah yang pastinya akan aku berikan ke ibu.

Sampai dirumah aku meletakkan barang belanjaan di meja dan mendekati ibu, "Ibu!" panggilku, ia menjawab "Ada apa?"

"Ini uang sisa gajiku, ambilah untuk kebutuhan"

"Hey jangan. belanjaan ini semua sudah cukup untuk kita, pakai uang itu untuk kau bermain. Jangan terlalu lelah dengan dunia ini, kau harus sedikit bersantai" nasehatnya

Aku tersenyum, "Tak apa, varel tak membutuhkan ini. Varel masih mempunyai satu lembar yang berwarna biru, hehe" dan dengan berat hati ibu pun menerimanya.

"Baiklah baiklah ibu ambil, yasudah sekarang kamu mandi dan nanti makan langsung keluar buat makan malam" aku mengangguk.

Akhirnya aku bisa bernafas lega dan masuk ke kamar lalu mandi.