^Selamat membaca^
...
"Apa hak Anda menampar saya?"
Destriani tersentak mendengar kalimat dingin yang terlontar dari bibir Naya.
"N-Naya, berani kamu sama saya?!" ucap Destriani mencoba menutupi kegugupan.
Naya menggertakkan giginya, "Kenapa harus takut? Anda hanya seorang manusia." Naya maju selangkah dan berbisik di telinga Destriani, "Nek, aku tak sebaik yang kau kira dan tak seburuk yang kau pikirkan. Jadi jangan coba bermain-main denganku"
Wajah Destriani memucat mendengar perkataan menantu dari anaknya yang tersirat nada mengancam di dalamnya.
Naya menormalkan ekspresinya dan mundur beberapa langkah dari Destriani.
"Jadi Nek, apa nenek mau mengajari Naya mencuci piring?" ucap seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya.
Destriani mengerjap-ngerjap menatap tingkah aneh Naya, "I-iya saya akan mengajarimu ... kamu nyalankan kerannya dan mulai lah mencuci"
Naya manggut-manggut mendengarkannya, lalu segera melakukan yang di perintahkan Destriani, "Seperti ini, Nek?" tanya Naya.
Destriani menghembuskan napas kasar, dirinya ingin memarahi. Namun, takut kejadian sebelumnya terulang kembali atau mungkin lebih berbahaya dari sebelumnya.
Destriani mengabaikan pikirannya dan berdehem menatap Naya, "Itu salah, biar nenek contohkan"
"Udah ngerti?" tanya Destriani.
Naya mengangguk pelan, "Sudah Nek, ya sud---"
"--- Loh kenapa Nenek yang mencuci piring?" tanya Arunika.
Destriani dan Naya menoleh melihat kearah Arunika, "Ini loh Aru, tadi nenek menyuruh perempuan ini untuk mencuci piring, tapi karena dia tidak mengetahui caranya jadilah nenek sekarang mengajari dirinya"
Arunika berjalan mendekat pada nenek, "Aduh Nek!, nggak usah biar Aru aja yang ngajarin Naya. Nenek nggak usah repot-repot sampai turun tangan sendiri, nenek kan bisa manggil Aru atau siapa saja orang dirumah ini"
Naya memandangi Arunika dengan pandangan tak terbaca, tak ada yang tau selain Naya dan Allah bagaimana isi pikiran Naya saat ini.
"Hei, malah ngelamun. Ayo lihat kesini saya mau ngajarin kamu nyuci piring"
Naya tersadar dan sekarang dirinya hanya melihat Arunika, sedangkan Destriani entah hilang kemana.
"Dimana nenek?" tanya Naya.
"Nenek saat ini sedang berkumpul dengan yang lainnya" jawab Arunika lembut.
Naya sedikit merasa inscure dengan suara lemah lembut Arunika, tapi catat hanya sedikit!
Naya mengabaikan pikirannya dan kembali menatap Arunika, "Mereka ngumpul dimana?"
"Di ruang keluarga, tapi bisa jadi mereka sedang ngumpul di halaman belakang. Eh kok jadi bahas yang lain? Ayo Naya perhatikan cara saya mencuci piring biar nenek nggak marah-marah lagi"
Naya mengangguk menyetujui dan mulai memperhatikan Arunika mulai dari menyalakan keran, mengambil salah satu piring, lalu mengusapnya dengan spons bersabun, setelah itu membilasnya dan menyimpannya di rak piring untuk di keringkan.
Arunika mematikan keran dan menoleh pada Naya, "Udah ngerti?"
Naya mengangguk semangat, "Sudah!"
"Ya udah, kamu coba praktek saya mau lihat sampai mana pemahaman kamu" ujar Arunika.
Naya menelan ludah gugup, Aish! bagaimana setelah mencuci piring tangannya menjadi kasar, tapi bukankah mama bilang mencuci piring adalah hal wajib bagi seorang istri yang baik? Ah sudahlah, lebih baik aku harus segera menyelesaikan semua tumpukan piring kotor ini.
"Ayo! silahkan" ujar Arunika.
Naya tersenyum kaku dan mulai mencuci piring seperti yang dicontohkan oleh nenek dan Arunika.
Namun nas, tahap terakhir Naya gagal melakukannya. Karena tangan Naya licin, piring yang dipegangnya terjatuh ke lantai hingga menimbulkan suara pecahan yang nyaring.
"Astaga?!" ucap Naya terkejut.
"Astagfirullah Naya!" ucap Arunika tak kalah terkejut.
Naya menggigit bibir, sudah dirinya bilang pasti piring itu akan pecah di tangan Naya yang tak terbiasa mencuci. Ralat Naya tak pernah mencuci.
"Naya, apa kamu terluka?" tanya Arunika sambil memperhatikan dengan teliti seluruh tubuh Naya.
Naya tertegun, dirinya pikir Arunika akan memarahi dirinya, tetapi dia salah Arunika malah mengkhawatirkan dirinya.
"Tidak apa-apa Arunika, eh Kak Aru" ujar Naya yang tersadar usianya dan Arunika berbeda lima tahun dan tentu dirinya harus memanggil Arunika dengan sebutan Kak.
"Bagus kalau kamu tidak apa-apa dan yah kamu bisa memanggil saya dengan sebutan apapun itu asal kamu nyaman"
Naya merasa dejavu dengan perkataan Arunika dan juga panggilan Saya-Kamu terasa sangat familiar di telinga Naya. Argh! salahkan Naya yang ternyata adalah seorang pelupa akut.
"Naya, melamun lagi?"
"Eh, tidak Kak Aru" ujar Naya.
Arunika mengibaskan tangannya, "Sudahlah kamu tak perlu mencuci piring biar pembantu yang melakukannya dan juga pecahan kaca itu"
"Makasih Kak Aru" ucap Naya tulus.
Naya mengabaikan fakta bahwa Arunika memiliki hubungan khusus dengan Aditya. Dirinya hanya ingin berperilaku sebagaimana Arunika memperlakukan dirinya, akan ganjal rasanya jika Arunika bersikap lemah lembut sedangkan Naya menatap tak suka pada Arunika yang pada akhirnya akan membuat semua orang memandang Naya buruk.
"Ayo, gabung sama keluarga, nggak usah cemas masalah nenek. Nanti biar saya yang memberikan penjelasan" ucap Arunika.
Naya tersenyum, "Makasih Kak Aru"
"Sama-sama, yuk" ajak Arunika sambil menggandeng Naya keluar dapur, tapi sebelum itu Arunika meminta pelayan untuk membereskan kekacauan yang dibuat Naya.
Sejenak Naya mendesis kesal mengetahui banyaknya pelayan di sebuah ruangan khusus, ingin rasanya Naya meraung - raung pada Destriani yang menyuruhnya mencuci padahal pelayan di rumah ini sedang menganggur.
"Kak Aru sepupu Aditya?" tanya penasaran.
Arunika menoleh kesamping, "Saya bukan keluarga Aditya, saya sahabatnya" sekaligus mantan Aditya lanjutnya dalam hati.
"Oh gitu, tapi kok Naya selalu melihat Kak Aru setiap hari dirumah ini?" tanya Naya padahal baru sehari dirinya di rumah ini.
"Aneh yah?" tanya Arunika.
Naya merasa tak enak pada Arunika yang asal memberikan pertanyaan, "Maaf Kak Aru, tadi Naya cuman---"
"--- nggak papa, saya tau kamu akan menanyakan hal itu. Kakak tinggal di sebelah rumah ibu Aditya lalu karena merasa bosan di rumah sendirian, Kakak selalu mampir kesini setiap pagi untuk membantu nenek atau bunda" jelas Arunika.
"Oh, gitu yah Kak" ucap Naya.
Arunika berhenti melangkah, "Aduh! Kakak lupa!" ujar Arunika cemas.
Naya menatap bingung, "Ada apa Kak?"
Arunika menoleh, "Kamu jalan aja terus nanti di sana ada keluarga Aditya, Kakak mau pergi sebentar!"
"Tapi Kak---" Belum sempat Naya menyelesaikan perkataannya Arunika telah berlalu pergi.
"Ish, aku belum selesai ngomong, tapi udah ditinggal pergi aja," desis Naya kesal.
Sesuai dengan arahan Arunika, Naya berjalan terus. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar namanya disebut dalam obrolan keluarga Aditya.
"Qiana! Kamu kalau cari mantu jangan kayak Naya, kaya sih tapi kalau nggak guna sama aja" ujar bibi Aditya.
"Aduh Liora, saya nggak bisa berbuat banyak karena itu sudah menjadi pilihan anak saya" jawab Qiana lembut.
Azraqi menatap semuanya heran, "Kalian kenapa sangat tidak menyukai menantu saya? Apa dia berbuat salah pada kalian, eh?"
"Azra, kami tidak mau kalau Aditya mendapat istri yang salah" ucap Ayah Bima.
Nadia mengangguk menyetujui, "Lagi pula kami sudah menganggap Aditya anak sendiri, kita kan keluarga besar sudah seharusnya kita saling memberi nasehat satu sama lain" timpal Nadia.
"Tapi Naya jodoh Aditya, kalian bisa apa? Sudahlah biarkan mereka hidup bahagia tanpa kalian usik" ujar Qiara.
"Tapi Qiara yang dikatakan mereka semua benar, bahkan baru-baru saja tadi dia membentak saya" ucap Destriani.
"Apa?! anak itu membentak ibu?" tanya Liora.
"Tidak bu, itu tidak mungkin Naya bukan anak yang seperti itu" ujar Qiana.
"Iya, Qiara setuju. Mungkin saja ibu salah dengar" ucap Qiara menimpali.
"Kalian membela anak itu dibanding ibu kalian sendiri?" ucap Ayah Bima tak percaya.
Yang lainnya hanya melihat saja perdebatan mereka, bagi yang lainnya bersikap netral dan tidak memihak siapapun adalah pilihan yang tepat saat ini. Lagi pula mereka tidak tau apakah Naya tak sebaik yang mereka bicarakan atau tidak.
"Aditya, nasehati istrimu itu agar tidak berlaku seenaknya pada nenek dan rumah ini" ucap Liora.
Naya memantapkan diri untuk melangkahkan kakinya masuk ke wilayah halaman belakang rumah ibu Aditya.
"Tidak perlu menesehatiku, aku sudah mendengar semuanya" ucap Naya membuat semua mata melihat kearah nya.
"Dan maaf belum bisa menjadi istri yang baik untuk Aditya, tapi cobalah bercermin mungkin kalian lebih buruk dari saya. Permisi" pamit Naya melangkah keluar setelah berhasil membuat semua orang terpaku dengan sikapnya yang biasa-biasa saja. Padahal saat ini semua orang sedang berbisik membicarakannya.
...
to be continud
> komentar dan dukungannya🌙
Salam hangat^^
Apipaaa