Chereads / Sweet Eighteen / Chapter 1 - Dia Manis

Sweet Eighteen

🇯🇵IntanK
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 26.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Dia Manis

Sindy adalah seorang gadis biasa yang tidak memiliki kelebihan apapun dalam hidupnya. Kelebihan yang dia punya hanyalah sebuah hobi, membaca. Bukan tentang buku pelajaran yang menguras otak, melainkan serial komik bergenre horror. Lihatlah dia sekarang, yang dilakukan hanyalah berbaring di tempat tidur sambil membaca serial favoritnya. Sungguh pemalas.

"BACA KOMIK TERUS, MAKAN TUH KOMIK".

Seperti biasa seruan ibunya menggelegar seantero rumah. Sindy tak bergeming, dia malah semakin fokus membaca adegan per adegan yang semakin seru. Teriakan ibunya itu sudah menjadi makanan sehari-harinya.

Seketika suara dobrakan pintu membuat gadis itu refleks menjatuhkan komiknya.

"Ma, bisa kali ga pake dobrak pintu segala" keluh Sindy.

"Oo, berani melawan ya kamu? Heh, putri duyung! Sudah jam berapa ini, huh? Dari pagi buta tuh mata di komik terus!" seru ibunya, lalu melemparkan setumpuk cucian ke arah Sindy.

"Aduh, Ma, apaan sih? Ini kan hari minggu"

"Justru sekarang hari minggu, cepat cuci baju lalu ngepel! Jangan lupa sapu halaman depan!" perintah ibunya, "Heran punya anak gadis, tapi kerjanya malas-malasan terus" keluar dari kamar Sindy sambil terus menggerutu.

Mood Sindy langsung jelek, hasrat untuk membaca komik jadi hilang. Melihat cucian yang yang berserakan di atas tempat tidurnya, membuat gadis itu semakin kesal. Bukannya memberskan dia malah mengacak-acaknya lagi.

Ting!

Suara SMS masuk. Cindy mencari hp nya yang entah berada di mana.

Ting!

"Mana sih?" Sindy mendecak kesal, mencari dan akhirnya ketemu di bawah tumpukan baju kotor.

Sin, jam 12 nanti ke rumah gue ya!

Ada sesuatu yang menarik, nih! Pokoknya lo harus dateng!

Seketika mood Sindy kembali naik, dan senyum merekah di wajahnya. Baiklah! Sekarang dia harus menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dulu sebelum ke rumah Dita, sahabatnya.

***

Sindy memarkirkan motornya. Dia mendapatkan izin dari ibunya setelah menyelesaikan pekerjaan rumah untuk pergi ke rumah Dita. Seperti biasa dia tak perlu sungkan untuk masuk ke dalam rumah. Mereka berteman sejak TK dan juga sudah dekat dengan keluarga masing-masing.

"Nyokap lo mana, Dit?" tanya Sindy setelah berada di kamar Dita lalu menaruh kunci motornya di atas meja rias.

"Biasa, lagi nonton drama korea di kamar"

"Oh, pantesan salam gue ga ada yang nyaut", Sindy merebahkan tubuhnya di samping Dita yang sedang sibuk chattingan dengan seseorang "Eh, lo ngapain nyuruh gue kesini?" Sindy penasaran.

Dita bangun dan duduk sambil memeluk bantal lalu menghadap ke arah Sindy. "Ada temen gue yang mau kenalan sama lo" jawab Dita, menyodorkan layar HP.

"Lo mau jodohin gue lagi? Lo lupa sama cowo aneh yang pernah lo kenalin ke gue?" Sindy mendecak kesal.

Tepatnya 6 bulan yang lalu, Dita mengenalkan seorang laki-laki berpenampilan maco, bernama Gilang tapi ternyata dia adalah seorang 'gay'. Awalnya Sindy sempat kagum melihat tubuh idealnya namun saat mereka berdua pergi ke nonton ke bioskop, ada seorang laki-laki yang menghampiri Gilang dan Sindy.

"Gilang" teriak seorang laki-laki berparas cantik dari kejauhan. Mendengar itu keduanya reflek menoleh. Gilang panik lalu menarik paksa Sindy untuk pergi dari sana.

"Eh, eh, ada apa?" Sindy penasaran.

"Dia mantan gue" jawab Gilang sambil mengatur nafasnya saat berada agak jauh dari orang yang memanggilnya tadi.

"APA?" mata Sindy membelalak kaget "MANTAN LO" dia tak percaya. Gila.

***

"Gue juga ga tahu kalau dia doyan batang" ucap Dita menyesal.

Sindy membelakangi Dita seakan tidak ingin mendengar apapun dari sahabatnya itu. Kejadian saat itu sungguh membuatnya malu dan bergidik ngeri jika melihat pria maco. Walaupun tidak semua laki-laki berotot 'gay' tapi itu sudah sukses membuat Sindy trauma.

"Yang ini gue jamin nggak kaya gitu, karena dia ini temen SMP gue dulu" Dita berusaha meyakinkan Sindy untuk percaya kalau yang kali ini benar-benar lelaki sejati.

Sindy tak bergeming, dia asik main HP sambil memeluk guling dengan posisi yang tak berubah.

"Sin..SINDY"

"Aduh apaan sih, Dit? Ga usah teriak, gue juga udah denger" keluh Sindy sambil mengusap telinganya.

"Namanya Rendy, dia anak sastra dan kuliah di UI lho" sahut Dita berusaha agar Sindy mau berkenalan dengan temannya itu.

Sindy menoleh ke arah Dita, "Dit…"

"Sin…"

Akhirnya setelah Dita merayu dengan segala cara, sampai menjanjikan akan mentraktir makan di restoran korea favorit Sindy, gadis berkuncir kuda itu mengiyakan tawaran Dita untuk bertukar kontak dan juga Instagram dengan Rendy.

Seminggu sudah Sindy dan kenalan barunya itu ngobrol di dunia maya melalui pesan pribadi. Bahkan beberapa kali mereka pernah berbincang lewat sambungan telepon. Walaupun singkat tapi mereka tampak nyambung satu sama lain. Sesekali Sindy tertawa lepas saat mendengar lelucon Rendy. Awalnya Sindy mengira jika Rendy adalah laki-laki yang membosankan, terlihat dari setiap postingan Instagramnya yang hanya memposting tentang makanan dan juga beberapa petikan motivator.

***

Sindy terlihat panik saat beberapa kali orang yang di telepon tak kunjung menjawab panggilannya. Ia menengok jam dinding yang ada di ada di ruang tamu, kakinya yang tak bisa diam menandakan ia sedang gelisah.

"Aduh, Dit, cepat angkat teleponnya!" gumam Sindy panik.

"Hallo, Sin, ada apa? Sorry gue tadi habis bantuin nyokap gue bikin kue" mendengar itu Sindy langsung merasa lega. Sambil mengatur nafas, ia memperbaiki posisi duduknya.

"Lo tau ga? Rendy ngajakin gue ketemuan!" seru Sindy.

"Serius? Terus, kalian mau ketemuan di mana?" tanya Dita tak kalah heboh.

"Gue ga mau tau, lo harus ikut sama gue! Gue ga mau sendirian, gue pasti bakalan mati kutu kalau sendiri"

"Ok, tenang! Gue temenin lo ketemua sama dia"

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tiga puluh menit lagi Sindy dan Dita sampai di cafe Melody, tempat pertemuan mereka. Sepanjang jalan Sindy selalu bertanya apakah penampilannya hari ini sudah bagus, atau dandanannya menor atau tidak. Walaupun Dita bilang kalau semuanya yang ada pada diri sahabatnya itu perfect, tetap saja Sindy tampak gelisah dan tak percaya diri.

Bangku no 5, tempat di mana Rendy menunggu, dan sebelumnya ia sudah memberitahu Sindy agar mudah menemukannya. Lak-laki berkaos hitam dengan rambut yang di tata rapi bak aktor korea itu menoleh ketika Dita memanggil namanya.

Tampan.

ya , itu kesan pertama yang Sindy lihat. Mata hitam dan agak kecoklatan, sama persis seperti yang ada dalam tokoh komik favoritnya. Dan juga senyumnya yang manis membuat Sindy tak berkedip. Sungguh ciptaan Tuhan memang tak ada duanya.

"Hai, gue Rendy" menjulurkan tangan pada Sindy. Suara berat laki-laki itu menambah nilai tambah untuk Sindy.

"Sin, Sindy" Dita menyenggol lengan Sindy.

Sindy tersadar, lalu dengan gelagapan membalas sapaan Rendy sambil menjabat tangan laki-laki itu. "H,hai.. Gue Sindy".

Tiba-tiba perhatian mereka teralihkan ke arah seorang laki-laki yang tak asing bagi Dita namun itu adalah hal yang mengejutkan bagi Sindy.

"Sorry, tadi gue kejebak macet"

"Loh…" Sindy kaget, dia menoleh ke Rendy sekilas dan kembali menoleh ke arah laki-laki itu bergantian.