Chereads / Sweet Eighteen / Chapter 6 - Terungkap

Chapter 6 - Terungkap

Sindy memperhatikan secara detail setiap penjelasan dari wanita yang bernama Susi itu. Ini adalah hari pertamanya menjalani pelatihan. Susi menunjukkan bagian-bagian penting yang harus di kerjakan Sindy nantinya. Mulai dari cara mengatur keuangan cafe, mencatat dana yang keluar serta belajar menjadi seorang kasir. Tak lupa Sisi mengingatkan untuk tetap fokus dan jangan lengah dalam bekerja, karena dia akan berurusan dengan uang, salah sedikit, maka kerugian yang akan di dapat.

Tak hanya mendapat pelatihan dari Sisi--tantenya, dia juga di latih bagaimana melayani pelanggan dengan baik agar para pengunjung merasa nyaman. Di sana ada tiga karyawan wanita dan dua karyawan laki-laki. Di bagian dapur ada tiga koki dan satu cleaning service.

Sindy awalanya kaku saat melayani pengunjung pertama, namun salah satu pelayan wanita bernama Dina menenangkannya untuk tidak panik dan menyarankan untuk tetap santai. Bersyukur semua pegawai yang ada di sini menerimanya dengan baik.

"Bagaimana? Tidak sulit, kan?" tanya Susi, seraya memberikan secangkir coffe late pada Sindy.

Sindy menerima coffe late itu dengan tersenyum sebagai tanda ucapan terima kasih, "Awalnya, terasa sangat susah, tapi aku bersyukur semua yang ada di sini membantuku dengan baik" kata Sindy kemuadian menyeruput minumannya.

"Aku berterima kasih banget sama tante, sudah ngasih aku kepercayaan untuk membantu mengurus cafe ini"

"Tante juga mau berterima kasih sama kamu, karena sudah bersedia membantu tante. Kamu tahu sendiri, kan, anak tante si Dion itu lebih suka main game ketimbang membantu orang tuanya" Sisi menjelaskan "Om Ivan juga sibuk dengan perusahaannya, jadi tante mengurus cafe ini sendirian. Dan tante butuh orang yang bisa di percaya, yaitu kamu"

Sindy mengangguk, menatap cangkir kopi yang genggamnya. Dia senang, meskipun hanya lulusan SMA dia di percaya untuk mengurus sebuah usaha, meskipun hanya sebuah cafe.

***

Pukul sembilan malam, gadis itu baru saja selesai membersihkan badannya. Seharian bekerja membuat tubuhnya pegal dan tulang rasanya remuk. Maklum, itu efek pertama kali kerja. Apalagi selama ini dia hanya menghabiskan waktunya membaca komik dan nonton drama korea.

Sindy mengambil handphone yang ada di dalam tas, lalu duduk di pinggir kasur. Seharian ini ia tidak sempat untuk mengecek handphone nya. Setelah dia buka, ada banyak pesan yang masuk dan lima kali panggilan tak terjawab. Siapa lagi kalau bukan Andre. Dia terkekeh, membaca setiap pesan yang masuk.

Sayaaaaaanggggg!!! Aku kangeeeennnn

Kamu kemana aja, sih, kok, nggak bales?

P

P

P

P

P

Sayaaaaang, tolong jangan abaikan diriku ini!

Aku marah, nih (emoticon marah)

Awas ya, kalau ketemu nanti aku akan menciumu!

Dasar bucin. Begitulah pesan yang Andre kirim, membuat Sindy tertawa geli. Dia lupa memberi tahu pacarnya itu kalau hari ini dia mulai kerja.

Sementara itu Andre sedang asyik bermain game moba yang selama ini ia mainkan bersama Rendy. Meskipun adik kembarnya itu kutu buku, dia juga sangat jago dalam bermain game moba. Level gamenya pun beda jauh dengan Andre, yang masih satu tingkat di bawah Rendy.

"Ren, gue pancing musuh supaya lo bisa ambil turret atas" seru Andre

"Ok.. awas! Ada musuh di semak-semak" sahut Rendy, namun berbeda dengan saudaranya itu, Rendy sangat tenang dalam bermain.

Saat tim mereka berhasil memasuki base musuh dan sedikit lagi akan menang, tiba-tiba Sindy menelepon Andre. Kaget, sekaligus senang, Andre langusng menekan tombol hijau dan menginstruksikan pada Rendy untuk tidak bisa melanjtukan permainan. Untung saja dia menerima telepon dalam keadaan sudah menang.

"Gue off dulu ya, ada telepon" kata Andre, beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamar dengan berlari kecil.

"Hallo, Sindy~"

Suara Andre samar-samar namun masih terdengar jelas kalau laki-laki itu menyebut nama Sindy. Rendy tertegun, pandangannya kebawah, lalu menghela nafas dalam. Dia membuka aplikasi chat nya dan melihat pesan yang ia kirim ke Sindy satu minggu yang lalu. Hanya di baca tanpa ada balasan bahkan chat terakhirnya tiga hari yang lalu tidak di baca sama sekali.

Ada apa dengan gadis itu? Apakah Rendy berbuat salah padanya, sampai enggan membalas pesannya? Lalu, kenapa hanya Andre yang sering di hubungi? Apakah mereka punya hubungan khusus?

Berbagai pertanyaan berputar di kepalanya. Jika seandainya mereka pacaran, kenapa mereka diam dan menyembunyikannya dari Rendy?

Kesal dan marah. Laki-laki itu bangkit dari sofa lalu masuk ke kamar. Rendy merasa seperti orang asing di antara mereka berdua.

***

Rino, laki-laki bertubuh tambun dan berkaca mata itu dengan susah payah mengejar sosok yang sudah berjalan beberpa meter darinya. Dia memanggil nama orang itu berkali-kali namun tidak juga menyahut.

"Eh, lo, budek ya?" Rino berseru saat berhasil menghampiri Rendy, sahabatnya. Laki-laki itu membungkukkan badannya, kedua tangannya bertumpu pada lutut. Dia mengatur nafasnya yang tersengal.

"Lo, manggil gue?" Rendy balik bertanya.

"Pantes lo nggak nyahut, lepas dulu tuh headset di kupung, lo!"

Rendy menurunkan sebelah headsetnya, pantas saja dia tidak mendengar panggilan sahabatnya itu, volume musiknya cukup kencang.

"Ada apa?"

"Sore ini, anterin gue ke toko buku, gue butuh refrensi dari lo"

"Okay, asal lo traktir gue makan bakso pak Tejo"

Rendy yang memiliki tubuh sedikit lebih tinggi dari Rino, merangkul laki-laki bertubuh tambun itu dengan meninju pelan lemak perutnya sambil tertawa, namun Rino hanya membalasnya dengan umpatan. Mereka berdua berjalan menuju kelas.

Sementara itu Andre baru saja keluar dari ruang dosen. Selama dua minggu dia absen karena sakit, oleh karena itu tugas-tugas selama dia libur harus di kerjakannya dan di kumpulkan minggu depan.

Laki-laki itu mendesah, memikirkan tugas yang menumpuk membuat perutnya mulas. Kenapa para dosen gemar sekali memberikan tugas ke mahasiswa, sih? Dia berjalan menuju toilet dengan frustasi.

"Andre!" suara perempuan memanggil dirinya dari ujung koridor.

Laki-laki itu berhenti lalu membalikkan badan. Seorang perempuan berambut panjang berlari kercil menhampirinya.

Dengan senyum lebar gadis itu berkata "Malam minggu besok, lo ada acaranya, nggak?"

"Sorry, gue udah ada janji sama seseorang" Andre menolak halus.

Gadis bernama Yola itu mengernyit. Padahal dia sangat ingin Andre datang ke pesta ulang tahunnya yang ke 19. Pemberitahuan saja, Yola suka sama Andre saat OSPEK pertama mereka. Sejak saat itu juga, Yola berusaha mendekati Andre, tapi laki-laki itu tidak memberikan respon apapun.

"Lo, udah punya pacar?" tanya Yola hati-hati. Dia takut, jika bertanya seperti itu membuat Andre merasa tidak nyaman dan marah padanya.

Andre hanya tersenyum simpul tanpa menjawab pertanyaan gadis itu, dia berbalik badan lalu meninggalkan Yola.

Gadis itu mengernyit, melihat sikap Andre. Dia ingin mengejar namun di urungkannya niatnya itu. Yola tahu jika dia memaksa, maka laki-laki itu akan marah padanya, apabila itu terjadi kesempatan untuk dekat dengannya semakin kecil. Jadi dia harus menjaga image baiknya.

***

Rendy dan Rino berkeliling dari rak satu ke rak buku lainnya. Mereka sedang mencari buku otomotif. Laki-laki bertubuh tambun itu sedang menggemari dunia otomotif, meskipun dia mengambil jurusan sastra. Sungguh berlawanan.

"Menurut, lo, yang ini apa yang yang ini?" tanya Rino memperlihatkan dua buku dengan judul berbeda namun isi dalam buku itu sama saja, hanya berbeda persepsi dari segi penulisnya.

Rendy memiringkan kepalanya, melihat buku yang di sodorkan oleh Rino. Dia mengambil kedua buku itu lalu membukanya dan kemudian membaca sekilas.

"Kita coba ke rak buku yang di sebelah" ucap Rendy. Dia mengembalikan buku tersebut ke tempatnya lalu beralih ke tempat lain. Ada banyak pilihan buku di sana, jadi tidak ada salahnya untuk melihat yang lain.

Tiba-tiba langkah mereka terhenti saat seorang gadis hampir menabrak mereka dari arah berlawanan. Kedua mata gadis itu membulat, kemudian menutupi wajahnya dengan buku. Saat berbalik badan dengan asal gadis itu menaruh buku itu lalu berlari. Rendy yang menyadarinya langsung mengejar tanpa menhiraukan Rino yang kebingungan.

"Dita!"

Rendy mengejar Dita yang berlari lebih cepat darinya. Dia bingung kenapa DIta seperti menghindar darinya.

Saat Dita berlari ke arah parkiran, sebuah tangan berhasil menariknya. Langkahnya terhenti, perlahan ia menoleh ke arah Rendy dengan nafas yang menderu.

Keduanya saling bertatapan dengan bahu yang naik turun.

"Kenapa lo lari?" tanya Rendy dengan tangan yang masih mencengkram lengan Dita.

"Gu,gue cuma…"

"Apa?"

"Gue…"

"Ada yang lo sembunyiin dari gue?"

"Tolong lepasin dulu tangan gue" pina Dita yang merasa sakit karena cengkraman kuat Rendy.

Setelah nafas mereka kembali teratur, keduanya memutuskan untuk duduk di bangku yang ada di dekat parkiran. Dita menunduk, mencoba merangkai kata agar Rendy mengerti apa yang akan di sampaikannya nanti.

"Ren, sebelumnya gue minta maaf. Gue bukannya mau menghindar dari lo, atau berniat menyembunyikan apapun dari lo. Tapi gue udah janji buat nggak ngasi tahu siapa-siapa termasuk...lo, Ren"

Rendy tercekat, maksud Dita apa? Apa yang di sembunyikan darinya?

"Gue tahu perasaan lo bakalan sakit, kalau denger apa yang gue bilang ini," Dita diam sejenak "Kenapa Sindy nggak pernah bales chat dari lo, karena…," gadis itu menatap wajah Rendy yang terus menunggu kelanjutan dari ucapannya, "Andre dan Sindy pacaran".

Benar dugaannya selama ini, kalau mereka berdua memang menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi kenapa harus diam dan tidak memberi tahunya. Dia seperti orang bodoh yang selalu bertanya, kenapa gadis itu mengabaikan pesan-pesannyaa. Dan selalu mengira jika dia membuat kesalahan sehingga Sindy mengacuhkan dirinya.