Aku berjalan menjauh dari Ruang CCTV yang menurutku 'sedikit' memiliki aura yang mencekam. Aku melihat jam dilenganku
yang menunjukkan pukul 08.37 A.m..
"Owh baru jam setengah sembilan" Gumanku masih fokus kepada jam yang kupakai.
'Bughh'
"Are you okay?" Suara maskulin yang khas menyapa telingaku dengan seksama.
Dengan sangat ceroboh aku menabrak seseorang. Dengan pandangan yang masih menatap kebawah aku berusaha mengatakan "So-Sorry sir." Ucapku.
Saat aku mendongkakan kepalaku, satu nama terlintas diotakku. 'Yohan', Pelatih membidik itu kini berada dihadapanku, dengan balutan tuxedo ditubuhnya. Ya tuhan, aku kira Pria ideal hanya ada di novel novel atau film dan semacamnya. Namun sekarang engkau memperlihatkan pahatan yang sempurna dihadapanku.
"No problem girls." Balasnya sambil sedikit menepuk pundakku.
Yohan melenggang pergi dengan Pria yang juga tinggi tegap dibelakangnya. Yang bisa kutebak adalah asistennya. Mengingat identitasnya sebagai putra satu satunya, aku jadi penasaran, apakah kantor ini miliknya atau bukan.
Setelah aku memastikan keruang mana dia masuk, aku keluar dari tembok persembunyianku. Berjalan perlahan kedepan pintu ruangan tadi, dan 'sedikit' menguping pembicaraan mereka.
Kepo. Itu memang aku, serba ingin tahu berimajinasi tinggi. Namun satu persatu imajinasiku terwujud dengan beberapa usaha dan ijin dari tuhanku.
"Jadi bagaimana Tuan muda ketiga Houre, apakah anda menyetujui kerjasama dengan perusahaan kami?" Ucap seseorang didalam sana.
"Aku tidak berjanji. Namun aku akan melihat kinerja perusahaan I*E ini dalam kurun waktu satu minggu." Suara bariton yang khas, yang sangat aku kenali, Yohan.
"Jadi kesini buat kerjasama aja ya." Batinku.
'Ceklek'
"Mampus!" Umpatku dalam hati.
"Ada apa??" Tanya seorang wanita padaku.
"Buang sampah mbak hehehe." Jawabku dan segera pergi dari ruangan itu.
Untung saja ada tempat sampah disitu, jika tidak entahlah apa yang akan terjadi padaku. Mungkin rasa malu yang berkepanjangan akan menghantui diriku jika sampai ketahuan menguping.
Yang aku tahu Marga resmi Houre, hanya memilki tujuh tuan muda, yang pertama diduduki oleh kakak Tuan James Houre, yaitu Hendrick Houre. Dan yang terakhir adalah keponakan dari Yohan, yaitu Edward Fernandez Houre, yang usianya dua tahun lebih muda dariku.
Ingat baik baik kata 'Tuan muda' yang artinya anak dari keturunan ketujuh, sama sepertiku dan Rehan.
"Teh Sandra! mau mulai dekor katanya!" Teriak Ari, anak dari Pak Abas sesaat setelah aku menampakkan diriku.
"Gass!!" Balasku dengan wajah senang.
Aku beserta pekerja lainnya mulai mengangkut barang yang akan kami gunakan ketika mendekor, sedikit cat, pajangan dan beberapa furniture tambahan lainnya.
Tak lupa dengan misiku. Mencari dalang dibalik 'koruptor' kantor ini. Diam diam aku menaruh Alat perekam suara dan kamera kecil, juga ada lukisan yang memang aku khususkan menjadi alat penyadap.
Ruang manager keuangan, ruangan ini yang benar benar harus kuwaspadai. Karena korupsi itu pasti berawal dari uang, begitupun dengan pencurian. 'Meeting room' Pintu yang kini kudorong adalah jalan menuju ruangan yang aku dekor terlebih dahulu.
"Pantes aja minta dekor ulang, barang barangnya aja kuno gini, yang kaya gini kan lebih enak dipake santai." Ujarku begitu melihat keadaan ruangan ini.
"Kursi sama mejanya digeser keujung aja dulu. Yang mesti kita ubah posisi duduk sama tempat duduknya juga. Beberapa laci sama cat tembok." Ucapku pada yang lain.
Mereka menaik turunkan kepala mereka, tanda bahwa mereka sudah mengerti. Aku merapihkan beberapa wadah berkas yang sudah berdebu, dan menggantinya dengan yang baru.
Ditengah meja meeting aku menaruh dua Vas bunga, disetiap kursinya aku beri sensor untuk mendeteksi senjata apapun yang kemungkinan dibawa klien atau karyawan.
Aku menaruh pajangan yang kutempelkan satu kamera pengintai. Setelah itu aku pergi mengecek ruangan lain agar pekerjaan ini bisa cepat selesai.
Alat yang bisa dikatakan canggih sudah aku sebar disegala sudut kantor ini. Yang bisa mengendalikan sensornya hanya aku, jika ada yang dengan sengaja menghack, maka itu akan berbalik pada sensor internal Komputer atau laptop mereka sendiri.
*****
"Hahhh capee" Ujarku sambil mengipasi diri sendiri.
Setelah menghabiskan waktu berjam jam dikantor I*E akhirnya aku bisa pulang dan beristirahat, walaupun masih berada dirumah paman. Sekarang aku tinggal memikirkan cara untuk bisa kembali kesana, dan mengambil semua barang bukti.
Karena dalam perjanjian kerja dengan Klien, kami sepakat untuk tidak mengetahui data diri masing masing, dan tidak mengusik kehidupan pribadi. Karena dalam kamus kerjaku, kita hanya memiliki akses untuk berbicara selagi kontraknya berlangsung. Setelah kontrak itu habis, maka tidak ada hubungan lagi antara aku dan klienku.
"Nanti hari sabtu kalian kesana lagi, buat cek ulang semua yang kalian kerjain hari ini."
Ucapan paman membuatku tersenyum senang. Pasalnya aku punya asalan untuk kembali kesana.
"Uwa, Sandra ikut lagi ya?" Ucapku yang hanya memperlihatkan setengah badanku.
"Boleh kalau ga ganggu kamu," Balas Paman dengan senyuman yang bisa menenangkan siapapun.
"Engga kok, malah seneng aku hehehee. Paling nanti ajak Rehan." Ujarku. "Uwa, Sandra pulang dulu ya! Masih ada urusan soalnya! Assallamualaikum.." Lanjutku sambil bergegas pergi kerumah.
Setelah mengucapkan salam dan menanyakan keberadaan nenek pada bibi dirimahku, aku pergi kekamar untuk mengganti bajuku, dan melanjutkan perjalanan ke sekolahku untuk menjeput Rehan.
Baju yang kukenakan hari ini akan aku berikan pada Rehan, hanya 'Baju'. Kenapa? jangan lupakan bahwa aku tadi bertemu dengan Yohan, bisa gawat jika dia melihatku menggunakan baju ini atau ketahuan menyimpan baju ini.
Aku sudah siap dengan satu set celana Jeans yang terasa seperti Pants, dengan atasan Cardigan rajut ala ala korea. sepatu yang menyelaraskan Cardiganku yang berwarna dusty pink, dan tas yang memilki vibes dark agar sama dengan warna jeansku.
"Bi, nanti kalo nenek pulang, bilang aja Sandra pergi ke Cafe, naik motor! Assallamualaikum!" Ucapku sambil sedikit berlari kearah garasi.
Tak lupa membaca bismillah, aku menyalakan mesin motor dan mulai menancap Gas. Aku memang ada niat untuk datang ke Cafe, dengan dalih ingin sedikit 'berdiskusi' dengan orang orangku.
Aku melihat kearah jamku, belum terlalu sore, pasti Rehan masih nongkrong bersama teman temannya. Yah biasanya juga memang seperti itu dia, sebuah keajaiban jika Rehan tidak pergi nongkronh dengan teman temannya.
"Halo?" Ujarku sedikit keras saat mengangkat telefon yang terhubung lewat Jamku( Jamnya watch jam ya guys).
Aku menaikkan volume Earphone Bluetooth agar bisa mendegar siapa suara yang berada diseberang sana.
"Sa! Lu masih dimana sih?!" Teriakknya sedikit membuat telingaku berdengung.
"Jane?" Ucapku sedikit keras agar dia bisa mendegarnya.
"Iya! Lu masih dimotor ya Sa? keren ya, otw dari dua jam lalu gak nyampe nyampe! Udah lah, gue masih sabar nih! Cepetan kesini!" Beonya menggema ditelingaku.
Mengingat aku bilang akan datang jam 11, namun kenyataannya aku hibernasi dulu selama 2 jam dirumah. Alhasil jam 1 siang aku baru bisa berangkat. Wajar saja Jane marah, jelas karena aku tidak tepat waktu, akan tetapi aku kan tidak berjanji akan datang jam 11 juga.
"Dimana lo, kakak didepan sekolah." Ucapku dibalik earphone begitu sampai didepan Sekolah.
"Apasih kak, orang gue udah disini." Balasnya dengan wajah datar, beserta ponsel yang dia pegang didekat telinganya, tepat disampingku.
'Tukk'
Satu jitakkan lulus aku berikan padanya. "Buang buang kuota tau! Kenapa lo gabilang dari tadi!" Beoku sambil menjitaknya lagi.
"Sakit tau kak! Lo aja kagak liat liat dulu!" Balasnya sambil menepis tanganku berkali kali. "Eh, tumben lo jemput gue? Ada apa nich" Lanjutnya dengan menunjukkan senyum yang menjengkelkan dan kedua alis yang naik turun.
"Geli muka lo!" Ucapku sambi mengusapkan tanganku kemukanya. "Kita ke Cafe, naik." Sambil menggerakan tanganku kebagian belakang jok, aku memberiman helm full face miliknya.
"Ya muka gue gausah dipengang pegang juga!" Balasnya sambil mengambil helm yang kusodorkan tadi.
*****
"Eh bu boss udah datang." Sindiran itu lolos keluar dari mulut Jane ketika melihatku datang.
"Dih, ada nenek lampir! Pasti ada mbak malaikat nih!" Ujar Rehan sambil mencari Wulan yang dia sebut 'Mbak malaikat.'
"Lu kalo ngomong suka bener dek" Senggolku seraya membantunya menggoda Jane.
"Bhahahahah, liat liat, mukanya ngerucut Hahahahahah!!!" Ledek Rehan lagi, yang membuat karyawanku tertawa.
Aku menyenggolnya agar mengehentikan tawanya yang begitu hikmat. Dengan bermodal kue pukis, Jane memasukkannya kedalam mulut Rehan yang sedang terbuka lebar sekarang.
"Mampus BHUAHAHAHAHA!!" Kali ini giliranku dan Jane yang tertawa keras.
Sontak Rehan tersedak, namun ia tetap memakan kue pukis yang 'dipaksa' masuk kedalam mulutnya. Minumanku yang tadi kupesan sekarang sudah habis diteguknya. Wajar saja, secarakan Jane memasukkan tiga kue Pukis kedalam mulutnya.
"Udah udah, kalian lanjut kerja, ada yang mau gue omongin sama mereka bertiga. Abis itu kita yang rapat." Ucapku pada para karyawanku yang kuanggap temanku ketika Wulan datang.
"Siap kak Boss!" Ucap mereka padaku dan kembali ketempat mereka masing masing.
"Ada hal apa kak? kayaknya penting." Tanya Rehan dengan nada yang serius.
"Nanti hari sabtu, gue harus balik ke kantor langganan Uwa." Ucapku tak kalah serius. "Lo ikut gue. Biar nanti Cafe kalian berdua yang jaga." Lanjutku sambil menunjuk kearab Jane dan Wulan.
"Tumben Sa? Biasanya lo minta ditungguin kalo ada yang..." Ucapan Jane menggantung mengingat kejadian tahun lalu ketika aku menyuruh dia menjadi CEO sehari pada saat itu.
"Jangan bilang ada yang datang lagi Cas?" Kali ini Wulan yang bersuara.
Aku mengangguk kecil untuk menjawab pertanyaannya. "Gue ikut organisasi, inget kan? Mau gamau pasti ada orang yang datang. Entah itu dari pihak gue, atau dari pihak lawan kayak waktu itu." Ucapku lagi sambil menerawang ke kejadian tahun lalu.
"Kita masih belum tau lawan atau kawan. Gue juga tau Kak Cassa lagi nyelidikin kasus, jadi gue pasti bantuin lo, Kak." Ucap Rehan sambil menepuk pundakku.
"But, this is not easy." Ucapku dengan smirk khas milikku.
~~~~~~~