"Sandra! ayo turun sarapan dulu!" Teriak nenek dari bawah.
"Iya nee" Balasku sambil menuruni satu persatu anak tangga.
Sambil merapihkan kerah baju yang ada dibalik Hoodieku, dengan 'Pede' aku menunjukkan dua jariku seraya berkata. "Keren kan? hehehee."
"Gaya lo, cuma mau ngangkat barang juga kayak yang mau bertapasya." Ledek Rehan seraya menyelewengkan kata katanya.
"Tamasya astaga, ntar lu di labrak veer, suaminya si tamasya tuh." Balasku tak mau kalah.
"ITU BARU TAPASYA KAK, TAPASYA!" Teriaknya dengan mata yang hampir keluar.
Gelagak tawa pecah karena tingkahnya, baru kali ini anak keturunan Chinesse menunjukkan bola matanya yang selalu bersembunyi. Wajahnya yang memang didominasi darah Indonesia, yang identik dengan alis tebal, dan untungnya dengan hidung mancung, beserta campuran darah keturunan dari keluarga Halther, membuat wajahnya terkesan unik dan tampan.
"Pergi bareng aja Han, naik kolbun (Mobil pengangkut barang.)" Ucapku sambil tersenyum seraya menaik turunkan kedua alisku.
"Ogah banget, gue udah kece badai gini disuruh naik kolbun." Balasnya sambil memainkan rambutnya dengan percaya diri.
"Idiih, pede banget." Ucapku sambil menggidikan bahu.
Style yang tidak jauh berbeda denganku, menggunakan hoodie tanpa kupluk berwarna hitam yang memilki garis putih dikedua lengannya, dan tak lupa kerah baju yang juga ikut dikeluarkan.
"Pamit yaa, Assallamualaikum!!" Ucapnya saat berada diujung pintu.
"Nek, Sandra abis makan langsung kerumah paman ya, sekalian lah ngecek ngecek barang. Gapapa kan, nek?"
"Iya gapapa. Kan disini ada bi Iyam." Sambil sedikit menoleh kearahku, dengan dua tangan yang memegang mangkuk nenek menjawabku sambil mengangguk.
"Nah, mumpung kamu libur juga, lebih fokus ke Cafe kamu ya, San. Mungkin aja dengan keberhasilan kamu membangun Cafe itu, Ayah kamu mau pulang kesini nak." Aku hanya diam, membalasnya dengan sedikit senyuman yang sakit.
"Ah udahlah nek, toh kalau Ayah butuh sesuatu pasti ke Sandra." Ucapku sambil mengambil tas serut gendong berwarna Abu.
Nenek menarik nafas panjang, melihat kenyataan yang seharusnya tidak kuterima ini. Semua berubah saat sosok 'Ibu' yang datang selepas Bundaku pergi untuk selama lamanya. Membawa satu adik perempuanku, dan satu anaknya, dia berhasil menjauhkan diriku dari keluargaku yang tersisa.
Bundaku adalah anak tunggal, tidak memiliki adik atau kakak, ya namanya juga tunggal. Kakek nenek dari ibupun sudah lama meninggal. Dan sayangnya, tujuh tahun lalu ibu menyusul mereka, beserta kedua orang tua Rehan.
Orang tua Rehan adalah anak nenekku, yang bernotabe sebagai Bibi dari Ayahku. Karena kakek nenek asliku sudah begitu tua untuk melihat dunia ini, jadi dengan 'terpaksa' mereka dititipkan ke panti jompo.
"Nek Sandra pamit ya! Assallamualaikum.." Teriakku saat sudah siap dan tinggal bergegas pergi.
"Waallaikumsalam, hati hati ya Sandra!" Balas nenekku dari dalam.
Tidak jauh dari rumah nenek, hanya berjalan sekitar 200 meter, aku sudah sampai dirumah emm, tepatnya 'rumah usaha' paman. Beliau menjual furniture untuk keperluan kantor, cafe, sekolah, atau untuk hal semacamnya.
Aku langsung berjalan masuk, dan membantu untuk menyiapkan barang apa saja yang akan dibawa ke Anak Perusahaan I*E. "Eh neng sandra, udah udah gausah, biar saya aja neng." Seru salah satu karyawan paman saat menyadari kehadiranku.
"Gapapa atuh, bantu bantu dikit kan ga ada salahnya, pak, hehehe" Balasku tetap melanjutkan kegiatanku.
"Sandra sini nak," Dengan tangan yang melambai kearahku, bibi yang menggunakan setelan rumahan memanggilku.
"Iya bi" Ucapku meninggalkan pekerjaanku.
"Nanti kamu yang atur naronya dimana ya, kamu juga yang arahin mereka. Bibi percaya kamu bisa diandalkan dalam komunikasi." Tanpa basa basi Bibi langsung memberiku perintah saat aku tiba dihadapannya.
Entah ini keberuntungan atau kebetulan. Secara tidak langsung bibi mempermudah pekerjaanku. Dengan masuk kedalam kantornya, aku bisa mengobservasi isi kantor itu dengan leluasa.
*****
"Di sini aja deh, bismilah gak ketauan." Gumanku sambil menempelkan kamera super kecil disalah satu Nakas kayu jati ini.
Berlanjut ke furniture lainnya, seperti vas bunga, rak, juga meja dan kursi. Khusus Vas bunga, aku menaruh alat perekan yang berbentuk busa didalamnya, sekalian aku atur kapan perekam ini harus menyala dan mati.
"Udah sampe?" Ujarku saat tiba tiba mobil pengangkut barang yang kami gunakan berhenti.
"Udah teh, teteh nanti masuk ya, tanyain ini mau ditaruh dimana." Ucap Pak Abas, salah satu orang kepercayaan Paman.
"Santaii, bisa diatur itu Pak" Balasku sambil menunjukkan kedua ibu jariku.
Setelah barang barang ini berada didepan 'Anak perusahaan' yang jauh dari kata 'sederhana', aku masuk dan mencari seseoranh yang bisa kutanyai.
"Permisi Mbak," Ucapku pada bagian resepsionis.
"Iya? Ada yang bisa saya bantu?" Balasnya dengan senyuman yang manis.
"Saya dari Rumah Furniture Jakpus, mau tanya mba, barangnya mau ditaruh dimana?" Tanyaku seraya menurunkan masker yang kukenakan.
"Ohh, ikut saya sebentar," Jawabnya dan mulai berjalan mendahuluiku.
Mungkin sudah jadi kebiasaanku. Aku melihat sudut demi sudut yang di Kantor ini, yang mengingatkanku pada Markas organisasi yang ku ikuti. Jauh dari kata sederhana, lebih menyudut ke kata 'elegan'.
"Disini aja mba, Boss saya nyuruh ngarahinnya kesini. Sama kalo bisa mba dekor setiap ruangan yang ada disini." Ucapnya membuyarkan lamunanku.
Aku kesini untuk membantu pemilik kantor ini mengungkap kasus korupsi dan kejadian aneh lainnya, Kenapa sekarang malah disuruh mendekor? Tapi ada untungnya juga, aku bisa menaruh kamera dan alat perekam disetiap ruangan yang akan aku dekor.
"Bisa kok mbak, tapi bilang sama pemiliknya, bayarnya harus dobel hehehe."
"Iya nanti saya bilangin." Bisik Resepsionis diluar bahasa formalnya.
Kami berdua tertawa kecil, dan pergi ketempat masing masing. Dengan wajah senang aku mengarahkan para pekerja paman masuk kedalam keruangan yang sudah diberitahukan oleh Mbak tadi.
"Pak, katanya sekalian dekor." Ujarku pada Pak Abas sambil membawa satu persatu Vas Bunga.
"Yaudah, nanti kalo udah beres kita langsung dekor aja, neng. Neng Sandra tunggu aja disini, kalo mau liat liat ruangannya duluan juga gapapa. Soalnya ini langganan Uwanya neng." Ucapnya seraya menunjukkan gigi dan kedua ibu jarinya.
"SIAPP PAK BOS!" Seruanku dibalas sedikit tawa renyah pengobat lelah. Tanpa membuang waktu lagi, aku masuk kedalam hendak melihat sekaligus mencari tahu keberadaan ruang CCTV.
"Harus matiin dulu CCTV, tapi pasti setiap ruangan punya privasi sih. Tapi gak ada salahnya ngecek." Batinku.
Setelah mendapat informasi dari OB tentang keberadaan ruang CCTV, aku langsung bergegas naik kelantai dua, karena liftnya masih dalam 'perbaikan'.
"Permisi.." Ujarku seraya mengetuk pintu ruangnya.
Terdengar suara langkah kaki dari dalam, dan knock pintupun mulai bergerak selayaknya saat akan dibuka. Menampilkan pria berperawakan tinggi, kulit Sawo matang, dan kacamata kotak yang berteger rapih dibatang hidungnya.
"Oh, yang mau gantiin saya?" Tanyanya datar.
"Bu-bukan, saya kesini mau nanya, sama ini katanya ada sedikit makan siang." Ucapku sambil memberikan Salah satu menu di Cafeku.
"Yaudah langsung aja." Dengan tidak tahu malu, orang dihadapanku ini langsung mengambil bungkus makanan yang ada ditanganku.
Aku hanya bisa menghela nafas kecil sambil sedikit geleng geleng kepala. "Saya mau tanya, kalo disini, CCTV dimana aja? soalnya saya mau dekor sama yang lain." Ucapku sedikit mendongkak keatas.
"Oh itu, disetiap ruangan gak ada, karena 'Privasi' tapi di lorong ruangannya lebih dari satu." Balasnya sambil membuka isi makanan yang kubawa. "Lo siapa sih? yakin kesini cuma mau dekor?" Ucapnya yang membuatku sedikit tersentak.
"Eng, iyalah dekor doang, emang mau ngapain lagi?" Balasku dengan perasaan yang sedikit kaku.
"Bukan Agent yang disewa buat nyelidikin kasus disini?" Kali ini dia mengucapkan kalimat dengan wajah yang lebih dari kata datar.
"Ekspresi apa itu." Batinku.
Aku hanya menggeleng sambil menyelipkan sedikit senyum simpul diwajahku. "Yaudah deh kalo gitu, saya balik dulu ya, makasih infonya." Ucapku sambil melambaikan tanganku.
"Cewe ini gaboleh lepas." Batin Argus dengan sedikit smirk diwajahnya-Thor.
~~~~~