Naga berusaha sekalem mungkin menonton adegan demi adegan romantis di film itu. Biasanya ia akan sangat mengantuk bila menonton film dengan jenis yang sama di tivi. Ya di tivi, ya kaleeee dia mau nonton film beginian di bioskop. Kali ini dia tidak bisa mengantuk. Jantungnya berpacu seperti kuda yang dipecut oleh sang joki. Bioskop dingin, tapi kenapa ia berkeringat? Ia tidak berani curi-curi pandang ke arah kanan tempat korban nomer 2 duduk. Ia mencoba mencari pertanyaan yang cocok untuk gadis itu, setidaknya menjadi alasannya bisa melihat sekilas wajah itu diterpa cahaya film bioskop.
Sementara kak Tyas juga tidak kalah grogi. Kalau tadi dia lemas, kesel, marah sama Jasmina, tapi kali ini dia tampak tegang. Adegan romantis yang menstimuli hatinya bolak-balik membuat suasana jadi super canggung. Apalagi ketika sang pria menyatakan cintanya, dan sang wanita menerimanya dan mereka saling berpelukan. Musik romantis yang berkumandang serta beberapa pasangan kontan mendekatkan kepala mereka ke pasangan masing-masing, benarrrr-benarrr membuat suasana makin canggung antara Tyas dan Naga. "Cepatlah usaiiii kau film. Cepatlahhh", gumam Tyas dalam hati.
Akhirnya film usai juga, dan kak Tyas buru-buru membuang kertas tempat popcorn dan gelas plastiknya. Ia mencoba menghindari tatapan mata Naga. "Pasti sebentar lagi pangeran ini akan mengajaknya makan bareng", gumamnya dalam hati.
Setahun ini, mereka tidak pernah makan berdua. Kalaupun ada diskusi-diskusi yang harus mereka lewati dengan makan siang atau malam, pasti selalu ada yang menemani, atau akan mereka habiskan di warung bakso. Tentu saja tidak berdua. Dan saat ini tidak ada siapa-siapa lagi. Jasmina dan Bagas? Ah sudahlah. Entah kemana dua anak nakal itu pergi. Tadi Jasmina sudah mengirimkan WA tanda pamit.
"Tyas, mau makan siang denganku?", tanya Naga serius. Cowok tampan itu berdiri tegas, dengan kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong celananya. Jas yang ia kenakan memunculkan ilusi dada bidang, sesuai sekali dengan rahangnya yang tegas. Ok kak Naga hari itu, sangat tampan. Jarang-jarang kak Tyas bisa melihat sosok Naga yang seperti itu.
"Aku mau pulang aja Naga. Kita ga seharusnya ketemu berdua aja gini", Tyas mencoba tersenyum datar.
"Aku cuma mau dengan kamu. Cuma kamu Tyas. Untuk kali ini aja. Makan siang dengan aku", pinta kak Naga.
Seketika, apa yang telah berputar-putar di kepalanya selama di bioskop tadi, selama beberapa hari ini, selama beberapa bulan ini, muncul ke permukaan. Di depan sang pria yang saat ini luar biasa tampan, Tyas mau ada klarifikasi. Mari kita sudahi atau kalau memang masih ada harapan, tunjukkanlah jalan yang benar.
"Naga, do you think that we should be together?", tanya Tyas pelan. Naga yang tadi berdiri kaku, kontan melepaskan tangan dari kantongnya dan berjalan pelan ke arah kak Tyas. Yes. this is the moment.
"Aku uda mikir-mikir. Ok aku akui, aku suka sama kamu, gak tau sejak kapan. Mungkin karena kebersamaan kita selama setahun ini, mungkin karena sikap kamu yang terlalu baik sama aku, aku jadinya ge-er. Tapi kamu bener-bener buat aku lupa sama Miko. Tapi aku juga nyadar sih, siapa lah aku. Miko aja ga suka ama aku, apalagi seorang...kamu gitu. Ya gak mungkinlah. Jadi salah ga sih, kalo aku gak pernah berharap apa-apa?", jelas kak Tyas pelan.
Kak Naga masih diam tapi sudah mulai tersenyum. Ia melangkah lagi lebih mendekati Tyas.
"Naga, aku jelasin ke kamu ya. Mau kamu suka apa enggak sama aku, itu bukan urusan aku. Urusan aku sekarang adalah masa depan aku. Aku harus mencintai dan memikirkan diri aku sendiri dulu, baru aku bisa mencintai dan memikirkan orang lain. For your information, aku udah nerima undangan dari UNPAD. Beberapa bulan lagi aku akan official jadi mahasiswa kedokteran. Aku selalu pengen jadi dokter Naga, aku ingin ngubah nasibku dan keluargaku. Aku yakin aku bisa mengubahnya, aku ga butuh belas kasihan orang lain. Kamu paham?", jelas kak Tyas lagi. Kak Naga maju selangkah kecil lagi.
"Jadi, kalo kamu ngerasa kamu bisa nerima keputusan aku untuk tetap kuliah di Bandung, bagus. Kalo kamu sanggup bersama aku melewati jarak dan waktu sampai aku benar-benar jadi dokter? Bagus! Dan kalo kamu janji kamu gak akan posesif gila dan mau menjalani hubungan sama perempuan terlalu biasa seperti aku gini, dan menentang perempuan super pilihan keluarga kamu, bagus. Mungkin setelah itu aku akan mikir-mikir apa aku mau sama kamu apa enggak", kak Tyas mengakhiri ceramahnya.
Kak Naga terdiam. Dia melangkah lagi, dan tersenyum super jahil.
"Udah bicaranya?", tanyanya jahil. Kak Tyas bingung. "Kalo udah, ikut aku bentar". Kak Naga menyeret kak Tyas ke lantai 2. Ia ingat suatu hari pernah diajak sang adik ke situ. "Percaya sama aku ya Tyas. Untuk sekali iniiiii aja. Percaya sama aku dan makan siang sama aku. Ok?", pinta kak Naga. Kak Tyas mengangguk. Memangnya kita mau makan siang dimana sehingga harus memerlukan sebuah kepercayaan yang tidak biasa?
Kak Tyas di seret ke dalam sebuah butik yang sepertinya sangat mahal. Ada baju, ada sepatu, ada tas. "Mbak, ibu saya bernama Yohana Siregar. Member platinum disini. Tolong outfit lengkap ya. Gaun, tas dan sepatu. Aksesoris juga ya", perintah Naga Bonar sopan kepada salah satu petugas.
Sang mbak petugas tersenyum dan sigap. "Pak Siregar, pembelian di atas 5 juta rupiah, free makeover wajah dan rambut", usulnya. Naga Bonar tersenyum puas. "GOOD! Lansung saja ya". Sang petugas langsung menyeret kak Tyas ke balik toko.
Sejam kemudian kak Tyas muncul sangat anggun dan cantik. Ia menggunakan gaun tanpa lengan dengan rok sepanjang mata kaki warna pink muda. Sepatu sandalnya berwarna hitam dengan hak yang tidak terlalu tinggi. Ia memakai tas tangan warna hitam yang terbuat dari kulit. Sang petugas memberikannya sebuah cardigan yang terbuat dari bahan yang sangat halus dan lembut berwarna putih gading, "Ini kalo si mbak ngerasa kedinginan ya".
Wajah kak Tyas yang tirus sudah dihiasi oleh bedak tipis dan makeup lembut senada dengan bajunya. Sebuah anting simpel sudah terpasang di telinganya. Kak Tyas tersenyum malu dan grogi. Makan siang apa yang mengharuskan ia bersiap-siap seperti ini?
Naga terpesona. Benar-benar kaget. Walau ia selalu tau Tyas cantik, tapi penampilannya hari ini seperti gadis dari kalangan atas. Berkelas sekali. "Kurang sempurna kalau belum pakai ini", kak Naga memasangkan sebuah kaling berinisial T di leher kak Tyas. Kapan Naga sempat membelinya? Oiya, tadi ada waktu sejam yah nungguin sang cewek dandan hihihi.
"Let's go! Untung tempatnya ga jauh", kali ini kak Naga kembali menyeret kak Tyas pergi sambil membawa paperbag berisi baju-baju dan tas kak Tyas ketika datang. Mereka memasuki mobil yang terpakir dan keluar dari area mall. Baru berjalan sekitar 10 menit, mereka memasuki area hotel berbintang 5 dijalan yang sama. Naga memberhentikan mobilnya di lobby dan menyerahkan kunci mobilnya ke petugas Vallet. "Hayoooo turun!", katanya.
"Apa? Hotel! Udah gila lu ya Naga", kak Tyas emosi. "Ngapain kita kesini?" tanya kak Tyas. Kak Naga akhirnya mencengkeram tangan kak Tyas agar gadis itu tidak lari.
"Ikut aja", katanya tegas. Mereka memasuki restoran yang terletak di lantai 2 hotel itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang, tidak banyak orang yang makan di restoran hotel hari itu. Kelihatan hanya keluarga-keluarga yang menempati sudut-sudut restoran itu. Naga menuntun Tyas ke salah satu sudut, ada sekitar belasan orang yang kelihatannya sudah selesai makan. Mereka sedang menikmati makanan penutup. Apakah mereka....
Inikah definisi makan siang Naga hari ini?
"Bapak, Ibu, maaf Naga terlambat. Naga bawa teman", Kak Naga menyapa kedua orangtuanya sambil mencium tangan mereka. Pak Siregar, sang pengusaha sukes memiliki perawakan tinggi, tampan dan tegas khas pria Batak. Ia kaget tapi tak kuasa tersenyum hangat menatap Tyas.
Sang perempuan yang dipanggil ibu, memiliki perawakan imut. Ia menggunakan gaun berwarna putih gading yang sangat cantik sepanjang lutut. Rambutnya pendek setelinga dan ia tata rapi. Make-upnya tidak menor dan memunculkan kulit putih bersih dan cantik. Tidak kelihatan tua sama sekali. Sangat cantik.
Sang ibu mengisyaratkan agar anggota keluarga lain untuk bubar dan memberikan mereka ruang untuk berbicara. Mereka paham dan mulai berkeliaran di sekeliling restoran. Sang Ibu tersenyum ke arah Tyas. "Makan dulu Naga, dan... siapa nama temanmu ini? Hayu duduk…", tanya sang Ibu lembut.
"Tyas, ibu. Dan dia udah setuju mau jadi pacarku", jawab Kak Naga tegas masih sambil berdiri. Sang Bapak dan Ibu saling memandang, terkejut tapi kemudian berusaha menahan senyum geli.
"Okey... halo Tyas", sapanya. Kontan Tyas mengambil tangan sang Ibu dan Bapak dan menyalami mereka. Kok tadi pas dateng belum salam ya? Ini akibat Naga terlalu grogi, jadi lupa ngenalin.
"Dia sudah di terima di Universitas Padjajaran Ibu", Naga menjelaskan.
"Oowww just like me then", jawab sang Ibu pelan. Hemmm berarti anak ini pintar. Yang lain belum pada ujian, dia malah udah diterima.
"Dia akan kuliah di fakultas kedokteran ibu. Dia mau jadi dokter katanya", jelas kak Naga dengan suara yang lebih tegas.
"Owwwww just like me again", jawab sang Ibu lebih antusias! Kak Tyas tidak bisa menyembunyikan suka citanya. Matanya melebar dan senyumnya tiba-tiba merekah. Kok kebetuan sama?
"Kalau kami kuliah yang rajin dan tamat tepat waktu Ibu, kami mau meneruskan hubungan kami yang lebih serius. Naga mohon Bapak, Naga mohon ibu, jangan pisahkan kami. Sudah setahun ini Naga berusaha ada di titik ini, sudah lama Naga suka dengan dia.", kak Naga memohon.
Pak Siregar dan sang istri kembali saling memandang dan tersenyum. Bila Naga sampai berkata dan bersikap seperti ini, pasti ada sesuatu yang ia kuatir akan menghalangi jalannya. Apa gerangan rahasia sang gadis?
Mereka memandang Tyas, mungkin ini saatnya gadis itu mengatakan sesuatu. Mereka juga ingin melihat kesungguhan Tyas agar mereka yakin seserius apa anak-anak nakal ini.
"Om, tante. Maafkan saya ya sudah membuat kaget dan merepotkan. Saya gak nyangka hari ini akan dibawa kesini dan bertemu dengan om dan tante. Selama ini saya dan Naga cukup dekat di sekolah, tapi saya tidak pernah berani berharap kami bisa bersama. Naga adalah seseorang yang sangat baik, pintar dan bijaksana. Tapi saya akui, saya mengaguminya. Lebih dari seorang teman. Apabila Om dan tante mengijinkan, saya akan berusaha untuk belajar keras dan bekerja keras, agar bisa berdiri di samping Naga. Saya juga akan selalu mendukungnya agar ia bisa mencapai cita-citanya juga.", kak Tyas berkata sambil berdiri kaku. Wajahnya kemudian tertunduk. Seakan-akan ia bersiap menerima hukuman mati.
Ibu dan Bapak Naga kembali tersenyum menatap dua anak SMA yang masih berdiri tegak itu.
"Om harap kamu menepati janji kamu nak Tyas. Dukung Naga agar fokus dalam belajarnya dan mau giat bekerja. Om yakin kamu juga nantinya akan menjadi dokter yang hebat, seperti mama Naga", jawab sang Bapak sambil merangkul sang istri. Mereka berdua tertawa kecil ke arah Bagas dan Tyas. Naga terkejut dan setengah melompat, menggenggam tangannya naik turun dan berkata "Yesss". Tyas mengangkat kedua tangan kecilnya untuk menutup mulutnya dengan perlahan. Ada air mata yang siap mengalir. Entah kenapa detik ini lebih membahagiakan dari pada ketika ia dinyatakan lulus masuk ke fakultas kedokteran.
"Hayoooo Tyas-nya disuruh makan dulu Naga, kayaknya udah oleng tuh", canda sang Ibu sambil mencolek Naga. Naga tertawa dan buru-buru menuntun Tyas yang masih gemetaran untuk duduk dan makan.
"Ok pliss ibu, settle urusan dengan mama Sharon ya. Naga gak mau diganggu lagi sama urusan cewek itu", pinta Naga sambil cemberut. Kontan sang Bapak dan Ibu tertawa. Tyas hanya bisa menatap nanar di sekelilingnya. Apakah ini mimpi?