Chereads / Pematik Waktu / Chapter 9 - Ikatan (2)

Chapter 9 - Ikatan (2)

  

Tinggal menghitung hari menuju ujian nasional, sebagai salah satu sekolah yg menyandang gelar RSBI tentunya sekolahku memiliki ribuan cara untuk membuat anak didiknya lulus, mulai dari cara pendidikan yang mulai di perketat sampai membangun kepercayaan diri siswanya melalui jalur keagamaan, salah satunya seperti SBT atau Sepiritual Building Training yang pernah sekali saya alami.

Sekitar pukul 05.00 wib sore, langit sudah mulai gelap,hujanpun perlahan turun semakin deras, kumekarkan payung merahku yang sudah semakin mendekati ajalnya sembari mencincing celanaku yang kedodoran menuju jalan besar yang sudah sepi. Lama pun aku menunggu angkot yang tak kunjung datang hingga akhirnya aku berpaling pada SPI yang kebetulan lewat, sialnya belum sepersepuluh jalan supir SPI tersebut menyuruhku turun,walaupun tidak dikenakan biaya tapi pada akhirnya kusisakan waktu kekhawatiranku untung menunggu angkot yang lama pula datangnya. Hingga akhirnya diriku bisa sampai di sekolah.

Selain diam dan memperhatikan teman temanku yang sibuk melakukan kegiatannya masing masing aku hanya bisa melaksanakan kewajibanku, yaitu solat Magrib, walaupun masih menunggu karena harus berjama'ah. Setelah solat dan kegiatan lain akhirnya kami diizinkan untuk menyantap sedikit kudapan yang kami bawa dari rumah untuk berbagi bersama teman teman. Canda tawa kami isi dengan berbagai hal sementara menunggu orang tua kami masing masing datang.

Setelah semua persiapan telah selesai, kami melaksanakan solat Isya' berjamaah, saat di waktu sela Ayahku menitipkan Hp padaku karena urusan pekerjaan. Aku tahu dilarang membawa Hp, bahkan teman sebelahku mengomeliku, omelannya yang hanya menjadi angin lalu bagiku. Toh sekalipun aku membawanya aku tidak akan menggunakannya pada saat itu.

Suara yang mengagetkan jantungpun menggema dengan kerasnya bersama'an permainnan lampu yang sudah diseting untuk merancang kegiatan tersebut agar terasa sakral, mistis atau apapun itu. Yang jalas itu pertanda acara sudah dimulai. Layar LCD yang sudah menyala, seeorang kameramen dan pembicara yang sudah bersiap melakukan sesuatu yang mendebarkan.

Dengan suara keras dan lantang yang sangat nyeri di telinga, sang pembicara mulai memperkenakan dirinya dan teman teman,sejarah dan kesuksessan sang pendiri program SBT dari Tiga Serangkai, memberi pertanya'an secara individual dan kelompok , sampai memberi soal matematika secara cepat dan tidak mungkin untuk dijawab. Seolah memang mereka berniat untuk menyadarkan kita bahwa kita 'bukan apa apa' dan 'tidak bisa apa apa'. Selanjutnya mereka mempertanyakan kejujuran kami selama ini seperti mencontek atau tidaknya. Dan tentu saja sebagian besar dari kami termasuk diriku pernah mencontek, toh aku mencontek karena aku tidak bisa mengerjakannya tapi hasil cntekanku kemudian kupelajari agar tidak terulang kesalahan yang sama. Pada akhirnya sampai pada penjelasan penjelasan umum seperti kewajiban orang Islam, larangan , dosa besar yang dianggap kecil, dan pengaruh HP pada generasi mendatang, tentang Hp yang membuat anak tidak belajar hingga hubungan antara laki laki dan perempun,

"saya tanya siapa diantara kalian yang memiliki Hp tapi tidak memiliki nomor siapapun selain orang tua kalian !..." ia diam sejenak "...tidak ada kan?"Teriakan pertanyaan pembicara itu. Hening,semua diam...tapi, entah sesuatu dalam perasaanku ingin mengatakan "TIDAK"yang sudah terlanjur keluar dari mulutku, sontak saja semua orang menoleh kearahku, sang pembicara pun mulai mengajukan beberapa pertanyaan yang membuatku semakin grogi dan tidak bisa bicara dengan benar bahkan disela sela itu semua orang tertawa karena jawabanku, kalau bukan karena ada para orang tua aku pastinya sudah membentak mereka untuk mendengarkanku sampai selesai,sungguh tidak sopan walaupun aku rasa aku telah melakukannya. Pertanyaanpun dilanjutkan, ia bertannya di mana ayahku sekarang, tapi justru dia menegurku karena aku memakai bahasa jawa sehari hari bukannya bahasa krama.

Bagian singkat pertanyaan untukkupun selesai. Sungguh, tak habis habisnya aku mengumpat di dalam hati enak saja kalian seenaknya menertawakanku! Memangnya kalian tahu bagaimana keadaanku saat itu!, dan kata kataku itu memang benar SAAT ITU aku sama sekali tidak memiliki nomor orang lain selain orang tuaku kerena aku lebih suka menghubungi mereka melalui facebook, lagi pula...karena sejak aku berumur 9 tahun kami tidak tinggal bersama, memangnya salah kalau aku merindukan mereka? Dasar sialan!!!

Ceramah sang pembicara masih dilanjutkan, tapi pikiranku setengah emosi mendengarkannya hingga pada bagian dimana sepertinya hypnotisnya telah benar benar bekerja.

Menganggukkan dan menggelangkan kepala untuk ya atau tidak, Menceritakan kisah kematian kami yang membuat semua murid terkecuali aku dan segelintir orang sontak menjerit histeris secara bersamaan sungguh suasana yang miris dan mengerikan, berpadukan iringan hidup matinya lampu dan musik kematian, membayangkan jasat yang telah membusuk dan jiwa yang tidak diterima oleh-Nya. Aku hanya mengikuti alur drama yang membingungkan. Suasana mulai meredup, banjir tangis para murid perempuan termasuk diriku yang tidak merasakan sensasi yang mereka rasakan, walau aku tahu kata katanya tidak sepenuhnya benar, setiap kata yang sudah aku renungkan selama hidupku, tapi aku tetap menangis. Karena, bagaimanpun juga aku wanita, semua kenangan menyedihkan dan masa depan kehilangan terlintas di benakku, terlihat sama tapi yang kami pikirkan sebenarnya berbeda.

Tiga orang anak laki laki dipanggil kedepan,karena bermain Hp dan disindir habis habisan...tidakkah terpikir? bagaimana perasaan orang tua mereka ketika anaknya dipermalukan seperti itu. Egois! Semua hanya untuk pertunjukkanmu.

Orang tua, Keluarga... itu yang ia bicarakan sekarang sama seperti yang sebelumnya telah aku pikirkan. Tentang pengorbanan, derita, dan kasih sayang mereka. Terpikir lagi kenangan yang baru saja melintas itu, air mataku yang tak terbendung. Sakit ! sungguh sakit mataku. Seakan keluar dari mataku, kumohon berhentilah menitikkan air mata...

Pada penjelasan terakhir saat ia berkata " kalau kalian memang sayang mereka, maka datangilah mereka dan minta maaflah!" mereka berlari! Aku juga tak mau kalah, beromba meminta maaf pada mereka. Belum sempat aku meminta maaf, gerombolan murid murid yang seperti orang kehilangan akal menerjang tanpa berpikir, menyepak dan memendang para orang tua di depan mereka, sungguh kasihan mereka... termasuk ayahku, ingin kuberdiri dan berteriak "Hentikan!"tapi apa daya,suaraku lenyap karena tangisan. Berniat melindungi Ayahku tapi aku justru yang dilindunginya dengan tangannya yang kekar.

Menangis sembari meminta maaf aku memeluknya, menceritakan keinginanku padanya. Rasanya begitu lega...tangisku reda, entah baru aku tersadar, hanya aku yang menangis sambil bercerita, mereka hanya menangis di pelukan orang tua mereka masing masing tanpa berkata sepatah katapun, dan tangisan mereka benar benar terlihat senada seperti ombak yang menerjang batuan bersama sama, aneh. mungkin selain atau memang mereka masih terlalu malu mengatakan kata "maaf", tapi justru kali ini tidak ada manfaatnya untuk malu, siapa tahu besok aku akan mati.

Serempak mereka kembali ke tempat duduk mereka sebelumnya, salam pamitku untuk melanjutkan kegiatan ini pada ayahku, kegiatan selanjutnya mereka beri nama "refreshing". Kami disuruh untuk menutup mata dan mendengarkan kata kata dia sang pembicara. Sampai kami di beri perintah untuk tidur dan memimpikan tempat dan kejadian yang indah dengan posisi tubuh yang menurut kami paling enak, dengan ketentuan laki laki arah tidurnya ke kiri sementara perempuan ke arah kanan agar tidak bersenggolan. Dalam hitungan 1,2,3 serempak mereka mematuhinyaselain aku dan 2 anak perempuan lain. Karena kurasa sudah tidak ada gunanya lagi berpura pura mematuhi ucapan bodohnya. Si pembicara tadi menghampiriku, sementara aku memindaahkan kepala temanku yang bersandar di pangkuanku. Si pembicara itu berkata " tatap mata saya dan kemudian Rileks!" kutatap matanya, seakan ada sengatan listrik melalui mataku, aku jatuh...dan tertidur.

Di padang rumput hijau yang luas berdiri sosok orang yang sangat kudambakan dan kusayangi saat itu dan hingga saat ini. Mengenakan semacam seragam yoga, berkulit putih pucat dan yang tak dapat kulupakan bentuk matanya yang sangat tajam dan menatapku lembut. Mi Hijo... ia menengok ke arahku sambil tersenyum dan berkata dengan lembutnya "bangun..." akupun bangun dengan tubuh lemah dan tenaga yang entah dari mana, saat membuka mata beberapa orang kaget termasuk si pembicara itu, " aku tidak bisa tidur!" teriakku sambil mengangkat bahu, mataku mencari cari di mana ayahku berada dan ingin berkata aku tidak akan kalah! Ia tersenyum sementara ibu ibu yang berada di belakangku terheran heran,aku sadar baru saja aku berada pada posisi tidur yang salah. Si pembicara itu kemudian berbalik menuju ke arahku

" Rileks saja" ucapnya pelan dan halus meski aku tahu ada kemarahan dalam kata katanya. Menyodorkan tatapannya lagi, kami saling bertatapan selama beberapa detik hingga ia mendorong atau lebih tepatnya menamparku dengan tangan yang serasa mengalirkan tegangan listrik lebih tinggi daripada yang tadi, posisiku pun kali ini sudah benar.

Sosok itu muncul lagi memberi semangat "Kau tidak selemah itu kan Ibu..." aku bangun untuk yang kedua kalinya, sambil berteriak dalam hati aku tidak akan pernah dikendalikan orang semacam kalian! Terdengar beberapa ibu sedang membicarakanku, sementara si pembicara itu terlihat sudah menyarah dan menghampiri kedua perempuan yang masih tersadar itu, dan ternyata mereka berdua hannya meminta izin untuk ke belakang. " Terima kasih Orochi sayang....ini juga pasti karena Allah " sambil tersenyum aku menatap ke arah ayahku dan mengangkat ke dua tanganku seperti menimbang tanda tak mengerti atau lebih tepatnya meremehkan. Tatapanku kukembalikan ke sang pembicara tersebut yang sedang lalu lalang memeriksa tapi bukan itu yang kupedulikan tapi sebuh tangan! Sebuah tangan berwarna merah menyala seolah akan menyeretku! Tapi aku aku terlalu lelah, kubiarkan tangan itu meraihku yang ternyata tangan tersebut justru seakan memelukku, sangat hangat... begitu hangat.

Si pembicara itupun menyuruh teman temanku untuk sadar dan setelah mereka sadar mereka di minta untuk memeluk teman di sebelah mereka kemudian menyapa orang tua dan aku sangat yakin itu bukan mereka yang aku kenal! Karena ketika aku menolak untuk dipeluk mereka sangat memaksaku dengan wajah tak berdosa dan tanpa pikiran itu. Padahal aku tahu, aku tidak pernah dekat dengan mereka bahkan terkesan aku adalah orang asing.

Setelah semua kembali normal dan mereka sadar, kami dan para guru saling bermaaf maafan, orang tua sudah bisa pulang, sungguh aku menyesal tidak ikut pulang saat itu.

Setelah selesai, aku mulai mewawancarai teman temanku, dan mereka benar benar tidak sadar tentang beberapa kejadian saat itu, saat aku bercerita mereka terlihat tak percaya dan mungkin menganggap ucapanku isapan jempol belaka. Itu wajar karena aku tidak dekat dengan mereka.

Kepalaku sakit seperti ada gelombang yang merombak syaraf syarafku dan mataku terasa akan keluar dari tempatnya semula! Tapi justru teman temanku malah merasa lebih baik satelah kejadian ini. Bisa dibilang kalau kau melawan sepertiku maka kau akan diintimidasi seperti sebuah pertunjukkan sulap di panggung.

Sampai pagi menjelang aku sungguh tidak bisa tidur, beberapa solat tambahan dan do'a do'a bahkan semakin memperparah hariku. Jam lima pula semuanya selesai dan baru jam 7 aku bisa menikmati enaknnya tidur karena ada suatu urusan.