Setelah malam yang dingin kedua orang tersebut melanjutkan perjalanan tak ingin membuang buang waktu menuju ke desa sebelumnya tapi sebelumnya mereka memutuskan untuk berburu di hutan itu. dengan seksama mereka berdua saling mengamati. Aoshi yang memang sudah dilatih untuk berburu dengan cekatan langsung menghujamkan anak panaknya ke arah semak semak yang bergoyang dan dengan serangan panah kedua Aoshi berhasil mengenai seeokor babi hutan liar yang telah ambruk sebelum berhasil menyerang mereka berdua.
"Aku tidak mau memakannya" komentar Fatim dengan tatapan jijik ke arah babi hutan yang masih bernafas tersebut
"Jangan salah, rasa dagingnya tidak kalah enak dengan rasa daging rusa"
"Aku tidak peduli, kau boleh saja memakannya tapi aku akan lanjutkan berburu"
Matahari sudah semakin meninggi tapi fatim belum juga mendapatkan mangsa dan ia pun sudah kelelahan.
"Hai keras kepala! Sudah dapat mangsa?" sindir Ao, sementara Fatim tampak kesal
"Aku berhasil mendapatkan seekor babi lagi, kalau kau tidak menginginkannya aku bisa saja menjualnya dan membelikan makanan lainnya" sahut Aoshi lagi nampak kegirangan. Mereka kemudian pergi menuju ke arah desa mengikuti jalan setapak tapi sepertinya perjalanan mereka tidak semulus itu karena di depan mereka sedang terjadi perampokan dan sepertinya para warga dan petani tidak ingin terlibat dalam hal ini.
"Perlu kita bantu?" ajak Aoshi
"Tidak perlu, aku sudah kelelahan dan sangat lapar" tolak Fatim yang enggan untuk menolong karena sepertinya ia mengenal siapa pria yang tengah dirapok tersebut. Seorang saudagar korup.
"Hmmm.... sepertinya babi gemuk yang lezat...perlu bantuan?" tawar seorang pria yang muncul di belakang mereka. Sekejab saja Aoshi dan pria tersebut saling beradu pedang...sebuah katana dan pedang anggar.¬¬¬¬
Pedang mereka masing masing saling bertemu begitu juga kedua mata pembunuh mereka. Karena kejadian yang begitu cepat dua ekor babi besar yang dibawa mereka jatuh seketika mengejutka fatim bahkan hampir menimpa dirinya. Serangan demi serangan mereka luncurkan begitu cepat seperti kelebatan bayangan. Pria licik tersebut yang enghujamkan pedangnya segera mengubah serangannya dengan tendangan ke arah kepala Aoshi. Aoshi yang cepat merespon sesegera mungkin menurunkan ketinggian kepalanya dan berbalik menyerang kepala pria tersebut dan seperti yang diduga pria tersebut juga dapat menahannya. Merekapun sepontan mundur dalam beberapa langkah untuk menunda serangan berikutnya. Untuk mengawali serangan mereka berikutnya mereka berduapun memasang kuda kuda atau pose awal penyarangan dengan gaya aliran pedang mereka masing masing. Pria itu memulainya dengan tebasan ancang ancang ke udara, memantapkan kuda kudanya dengan kaki kanan berada di belakang sebagai penahan serta pedang yang dipegang oleh tangan kanannya yang ditempatkan sejajar dengan kedua matanya sedangkan ia menyembunyikan tangan kirinya di punggung. Sementara itu Aoshi bersiap siap dengan kuda kuda sejajar yang mantap serta kedua tangannya memegang katana dengan penuh keyakinan.
"Kuda kuda apa itu? lemah sekali" ejak pria tersebut
"Sayang sekali tapi s¬¬isi kirimu sangat terbuka" balas Aoshi
"Benarkah? Kita lihat saja" remeh pria tersebut dengan cepat menyerang. Aoshi yang kehilangan kosentrasi terkejut sehingga menyebabkan pertahanannya kurang siap. Disela kepanikannya ia menyerang sisi kiri pria tersebut sesuai dengan prediksinya. Akan tetapi
"Sayang sekali... kau pikir aku membiarkan diriku terbuka?! Tapi sebenarnya aku justru melebarkan jarak seranganku dengan tanpa adanya halangan dari tangan kiri" remeh pria tersebut setelah berhasil menyayat perut Aoshi. kini ia memulai serangan penghabisannya pada Aoshi. Beruntungnya selangkah sebelum pria itu menusukkan pedangnya, fatim tepat waktu untuk mengalihkan perhatian dengan suara tembakan dari handgun yang dibawanya. Sejenak waktu serasa berhenti berdetak dalam suasana kaget.
"Ahh.... aku sampai melupakan kau ada di sana" ejeknya, meninggalkan Aoshi yang terluka "Sayang sekali, ini harus berakhir cepat...aku sangat tidak ingin mendengar tangisan menyedihkan seorang lady"ia tertawa kecil, menghunuskan ujung pedangnya yang runcing tapi kali ini berbeda dengan sebelumnya ia tiba tiba saja justru menutup matanya mencoba merasakan sesuatu. Fatimpun tidak menyianyiakan kesempatan tersebut ia segera pergi merangkul Aoshi. Seperti yang diduga, pria tersebut segera menyadari kepergian mereka, meski jarak mereka sudah cukup jauh bahkan perlu sekitar lima menit waktu berlari untuk mengejar tapi entah bagaimana seperti melewat ruang demi ruang langsung menghunuskan pedang tepat di depan mereka, mereka yang terkejut tidak bisa berkata apa apa.
"Kau tidak bisa diam sebentar ya?...paling tidak kau tidak berisik seperti yang lainnya" ia menyeringai, seringainya yang penuh makna tidak mengenakkan "I found you"
Aku masih tidak mengerti pria tersebut, baru saja dia hampir membunuhku dan lalu tiba tiba saja dia ingin mengajakku berbicara malam malam seperti ini, apa yang dia pikirkan sebenarnya? Aku yakin saat ini semua orang sedang tertidur setelah perampokan besar tadi termasuk Aoshi yang sedang dalam proses penyembuhan.
"Kau dari zaman apa?" dia berhenti dan memulai pembicaraan yang kaku ini "Kau bisa berpindah dari masa ke masa bukan?!" tatapannya tajam serasa mencekik leherku, tapi aku tidak ingin terlihat takut meski dia memang mengerikan.
"Ya, terus kau mau apa?" bodohnya aku, apa yang kukatakan kenapa aku tidak bohong saja...
Dia tertawa, "Kau terlalu tegang bocah,Ich haiβe Laxus und du?"
"Fatim, apa maumu?"
"hey hey langsung ke intinya ya? Benar bener tidak sabaran tapi aku suka... Intinya aku ingin mengajakmu untuk bergabung dengan kami, tentu saja dengan segala cara"
"Bergabung dengan kalian para Nazi?! Kau tidak sedang mengerjaiku kan?"
"Aku bercanda,"
"Eh..." sesat itu benar benar melegakan
"Mana mungkin kami meminta bocah payah sepertimu bergabung, kau pasti mimpi... tapi tidak kali ini, TENTU SAJA AKU TIDAK BERCANDA kau yang kebetulan memiliki kemampuan itu!" dia marah, lari aku ingin lari tapi kakiku tidak bisa bergerak dan dia mendekat kemari ingin menyerangku TIDAK!!!
"Seperti dugaanku kau belum bisa menggunakan kemampuanmu, kalau begini bisa gawat... aku tidak bisa langsung membawamu, selain itu masih ada satu orang lagi yang harus ditemukan" ternyata dia hanya pura pura "Saat perjalanan mencari orang ketiga aku juga akan mengajarimu"
"Enak saja memutuskan, siapa juga yang mau pergi denganmu! Dan siapa juga kau...bisa tahu semua hal ini"
"Akan kutunjukkan" ia terdiam, kemudian menghilang begitu saja
"Bagaimana" ia tiba iba saja mucul dibelakangku untung saja aku tidak jantungan. Tapi ini sungguh"Keren!"
"Kemampuanku adalah berpindah tempat sedangkan milikmu adalah berpindah waktu selain kedua kemampuan ini masih ada satu lagi yaitu kemampuan immortalitas. Berterima kasihlah pada ayahku yang telah merealisasikan kemampuan kemampuan tersebut. ¬¬¬sekarang kita harus cari tahu bagaimana cara merealisasikan kemampuanmu... hmm... mungkin saja cara yang sama denganku.."
"Tunggu dulu ! jadi maksudmu hal hal seperti manusia abadi, jumper vampire dan lain lainnya itu nyata?"
"Kau sendirikan buktinya? Kau pikir bagaimana bisa kau ada di sini?..tapi baiklah... akan ku jelaskan mengapa meskipun manusia itu adalah makluk logis tapi kau jangan sampai lupa kalau manusia juga diciptakan atau bisa dibilang terciptakan dengan perasaan. salah satu kemampuan yang kemungkinannya tak terbatas meskipun tingkat perealisasiannya lebih kecil daripada akal manusia. Namun, apabila kedua hal tersebut dapat dipadukan maka seakan semesta akan melakukan apa yang kita inginkan. Misalkan saja penyihir, orang zaman dulu sangat percaya akan sosok wanita mengerikan dengan kemampuan magoi mungkin saja pada awal penciptaannya mereka, hanya diawali bayangan bayangan menakutkan seorang perawat yang suka mencampurkan ramuan obat obatan. Waktu demi waktu selama mereka masih percaya akan hal itu maka semesta akan merealisasikannnya tak peduli apa yang kau inginkan ataupun tidak. Ayahku itu orang gila, suka membayang hal hal yang tidak masuk akal tentang dunia impiannya dan dia berhasil menaruerealisasikannya pada sebuah benda Ayahku menaruh 3 impiannya yaitu dapat berpindah waktu dan tempat serta terus hidup untuk melihat sampai dunia ini menjadi damai."
"Kau memiliki ayah yang hebat"
"Aku tahu, sayangnya ia bukan ayah kandungku. Akan ku lanjutkan... Ayahku sangat mencintai istrinya,ibu angkatku. Akan tetapi..."
***
"Kau orang baik Erlic, tapi aku sudah tidak tahan lagi... kau terus terusan membicarakan mengenai penelitian konyolmu itu. kau bahkan tidak melihatku lagi"
"Ayolah Rose, itu adalah masa lalu. Kau lihat sendirikan penelitianku sekarang sudah berhasil... jadi kita bisa memulai awal yang baru lagi"
"Sudah terlambat... seperti yang kau bilang, kau adalah ilmuan dan seorang ilmuan tidak pernah kehilangan rasa ingin tahunya. Jadi tolong ... tinggalkan kami disini" pinta wanita bernama Rose istri Elric, ibu angkat dari Laxus
"Tidak!!" tolak Erlic ayah angkat Laxus. Ekspresinya sangat sedih dan kecewa melihat istrinya sedang bersama dengan pria lain. Ahh... matanya yang minus tidak dapat melihat sosok laki laki itu dengan dengan jelas di malam dengan hujan deras seperti ini, Mereka berbuapun meninggalkannya.
Pagi telah telah tiba, semua orang kembali melakukan kegiatannya masing masing. Tukang koran membagikan koran koran hariannya ke setiap rumah rumah di kompleks tersebut. Sayang sekali hari ini berita yang diterima oleh Erlic bukanlah berita biasa yang hanya akan melewati hidupnya melainkan berita mengenai pembunuhan massal pasangan pasangan yang mengotori kemurnian darah Jerman dan salah satunya adalah Rose dan pria tersebut. Antara senang dan sedih, senang karena akhirnya mereka mendapatkan balasannya dan sedih karena kehilangan istri tercinta. Masalah dalam hidupnya juga tidak berhenti sampai disitu saja pemerintah akhirnya mengetahui mengenai penelitiannya yang telah berhasil dan berencana memanfaatkannya untuk perang
"Enak saja!!! Impianku selama ini mana mungkin akan kuserahkan pada kalian semudah itu! selain itu kalian juga membunuh istriku! Bukankah sudah cukup untuk membunuh bedebah itu saja!.... Impian kami...." ucapnya saat militer sedang menggeledah laboratoriumnya. Ia memegang sebuah liontin sepertinya liontin tersebut hendak diberikan kepada istrinya. Ia begitu marah, kemarahan yang menguasai pikirannya...ia menghancurkan liontin tersebut.
"Ayah, jangan menangis" hibur Laxus kecil, mengambil serpihan liontin tersebut hendak dikembalikan kepada ayahnya. Professor Erlic menatapnya tatapan senang karena ia masih emiliki seseorang di dunia ini. Tapi ia masih lebih mencintai istrinya lebih dari apapun. Erlic memeluk Laxus "Wiedersehen...." Ia menghilang dari pelukan anaknya. Semua yang ada disitu sempat terkejut namun semuanya kembali seperti semula. Laxus yang sudah yatim piatu untuk kedua kalinya langsung dibawa oleh anggota militer yang ada disana. Laxus yang setiap harinya seperti hidup dalam nereka di kemiliteran. Ia yang dulunya anak ceria dan penurut sekarang menjadi orang yang keras dan suka seenaknya. Mungkin karena sejak saat itu tidak ada orang yang dapat menuntunnya layaknya orang tua.
Bertahun tahun sudah berlalu, ia kini bisa menghirup udara segar dengan pangkat yang ia dapatkan. Tempat pertama yang ia kunjungi adalah rumah tuanya di tengah kota. Nampak rumah itu sudah rusak bahkan ditutup untuk umum. Rasa ingin tahu dan atsmosphere nostalgia di sekitar sana membuatnya ingin melihat kenangan kenangan lama itu. Melewati pagar larangan tak seorangpun mempedulikannya, membuka pintu kayu yang sudah lapuk didepannya masih ada koran yang memberitakan kematian ibu angkatnya sudah berjamur, ia melangkah masuk meneliti setiap ruangan ruangan dan foto foto masa kecilnya. Ia memasuki kamar ayahnya,Erlic. Menjajal baju baju lama ayahnya termasuk jas laboratorium milik ayahnya, mengingat impiannya untuk menjadi seperti ayahnya. Merebahkan dirinya di atas kasur berdebu merasakan sensasi ketika pertama kali ia memasuki rumah itu dengan perasaan khawatir kemudian ayah dan ibu asuhnyalah yang menidurkan dirinya beserta rasa ketidaknyamanan dirinya dalam kehangatan kasih. Sensasi itu menbuatnya terlelap meski dengan debu yang mengitari kepalanya.
Ketika ia tersadar langit memang selelu gelap di musim ini, tidak ada jam yang masih berfungsi dirumah tersebut. Ia hendak kembali ke benteng, mengambil topinya yang ia taruh di laci sebelum tertidur. Sekilas pandang ia melihat celah di dinding akibat ulah tikus di rumah itu. celah itu nampak menggembung terlihat lebih besar daripada tebal dinding yang seharusnya Laxus menjadi curiga ia mengetik ngetuk dinding di sekitar celah tersebut terdengar menggema menandakan memang terdapat celah besar di dalamnya. Segera ia menghancurkan dinding tersebut dengan laci didekatnya, setelah beberapa pukulan yang membuat tanggannya terasa kesakitan akhirnya celah itu menjadi sebuah lubang yang lebih besar. Kertas kertas tulisan tangan berhamburan kemana mana. Di lubang yang cukup besar itu lebih terlihat seperti perpustakaan mini dengan satu set furnitur kerja yang sudah lapuk dan berjamur karena sudah sangat lama tidak terkena sinar matahari. Rak rak yang penuh dengan dokumen dan arsip arsip hasil penelitian ayahnya tersusun secara rapi berdasarkan tanggal sehingga lebih terkesan seperti catatan hidup professor Erlic.
Laxus meneliti setiap tanggal tanggal dan tahun yang terpampang jelas di rak rak tersebut. Membaca dokumen dokumen yang menurutnya menarik. Ia langsung tertarik dengan dokumen dengan tahun yang sama dengan kedatangannya ke rumah ini, membacanya tanpa melewati setiap bagian bagiannya. Kemudian ia berpindah ke dokumen dokumen berikutnya hingga sampai ke saat tahun ayahnya menceritakannya mengenai penemuan hebatnya dan juga tahun dimana ayahnya menghilang.