"Kau bangun pagi pagi sekali" sapa Laxus yang barusaja kembali dari pencariannya.
" Hanya sedikit lebih pagi dari yang lain, sambil menunggu waktu subuh" balasku dengan nafas yang masih terengah engah setelah kari lari kecil di sekitar hutan. " Kau juga pagi sekali, apa kau tidak pernah tidur?"
"Perbedaan waktu memungkinkanku memiliki kemampuan yang sama denganmu" ia tersenyum. "Bagimana dengan keadaan si samurai itu?"
"Tusukanmu cukup untuk membuatnya tidak sadarkan diri lebih lama lagi"
"Dia lumayan, tapi tidak lebih hebat dariku" ucapnya menyombongkan diri. "kurasa kau sudah siap untuk latihan, tapi sebelumnya... akan kuberikan intinnya terlebih dahulu sesuai caraku menguasainya, aku tidak akan membebankanmu untuk meniruku, kau boleh memanipulasinya sesuai dengan caramu." Ia menarik nafas dan sekali lagi memamerkan kemampuannya berpindah tempat, kali ini ia sedang bergelantungan di atas pohon. Pertama, tentukan tujuanmu! Bayangkan!.... Kedua, Fokus dan kumpulkan energimu! Dan yang ketiga Realisasikan semua itu dengan kemampuanmu!"
"Hanya itu?" komplainku
"Intinya memang kau hanya perlu menggunakan keinginan dan pikiranmu, setidaknya dalam kasusku"
"Itu sama sekali tidak membantu, seperti kau ingin mengatakan lakukanlah dengan caramu sendiri"
"Berusahalah..." ia mengangkat kedua lengannya sambil menutup matanya, layaknya anak kecil yang tidak tahu apa apa. ia melocat dari pohon dan pergi entah kemana.
Ini sudah sampai larut malam, semua orang dikota sedang menikmati malam mereka dengan cara cara biasa yang membosankan. Cara cara lama, itulah mengapa mereka mengatakan orang orang di zaman ini tidak berani melakukan perubahan. Kota yang ramai tapi tidak ada yang saling bertegur sapa bahkan yang saling mengenal sekalipun. Mereka juga tidak mempedulukan ketika sebuah rumah tua sedang terbakar kecuali orang orang tetangga yang mengkhawatirkan harta benda mereka.
Rumah tua itu dibakarnya, supaya kenangan kenangan itu terbakar bersamanya atau justru agar ia dapat lari?! Dokumen terakhir dari deretan rak tersebut memberitahunya mengenai sebuah rahasia. Mengenai The Secret.... di padukan sedikit magis membuatnya tersenyum puas seakan baru saja menikmati hidangan pembuka sebuah kemenangan. Rahasia mengenai kekuatan magis yang tersimpan di liontin yang ia pegang. Ia mulai berlatih bagaimana menggunakan kemampuan itu. Kegagalan ia lalui setiap saat, tetang bagaimana cara kerja serpihan itu. Meski ia tahu walau hanya sebagian dari liontin yang ia miliki tapi menurut penjelasan tersebut serpihanpin masih memiliki sebelum dihisap oleh penggunanya. Masalahnya ia tidak tahu kekuatan apa yang ia miliki. Ia mulai kesal. Pikirannya sudah tidak fokus lagi, ia mulai memikirkan isi dokumen dokumen itu, terutama dokumen pertama... kematian ayah kandungnya di Roma yang terjadi secara tragis. Pembunuhan yang diyakini ulah vatikan. Meski samar samar karena ia masih kecil saat itu, akan tetapi sensasi mengerikan mayat ayahnya tertanam sangat dalam. Ketika pikirannya menyebrang jauh kemasa lalu, melewati jalan jalan utama dimana semua orang sedang berkumpul mengerumuni mayat mayat yang dibiarkan membusuk pagi ini
"Pecahan liontin yang kau pegang kini sudah tidak memiliki kemempuan lagi setelah terhisap olehmu, ketika kau mati kemampuan itu akan berpindah ke benda lain disekitar mayatmu. Mulai saat ini jika ada orang lain yang tahu kau harus berhati hati..." saran Laxus.
"Termasuk kau juga akan membunuuhku?" sela fatim dengan nada gemetar menahan air mata memegangi untaian rantai kecil berbandul bola dari alumunnium, sekilas pandang ia juga melihat kalung yang ada di leher Laxus.
"Mungkin, jika kau sudah tidak berguna" jawabnya singkat sembari membuang muka.
"Sudah kuduga..." balas fatim lirih, Laxus memandangi wajahnya yang terbenam. "...kenapa tidak kau bunuh saja aku saat itu?"
"Aku tidak punya cukup waktu untuk meng-absobsi kemampuan itu... selain itu kau sudah menyerap setengah dari kemampuan itu jadi kupikir...." Laxus ingin mengatakan bahwa ia pikir jika ia membiarkan fatim untuk menyerap kekuatan itu sepenuhnya serta memberitahu cara untuk meng-aktifkannya, semuanya akan menjadi lebih mudah jika ia membunuhnya setelah semua itu selesai tapi kata kata itu tertahan dibenaknya. "Apa kau takut?"
"Tidak..." ekspresinya mulai berubah "...aku berterima kasih padamu telah memberitahuku hal menarik seperti ini. Perlu kau tahu, disini tidak satupun yang mengenal diriku sesungguhnya... aku tidak perlu memakai topeng untuk berpura pura baik pada semua orang... sedikit bersenang senang sebagai diriku sudah cukup untuk membuatku mati dengan puas...." ia tertawa bagaikan orang gila "kau bisa membunuhku tapi before you kill me I'll kill you first!!!"
"Menarik, sekarang kita pergi mencari orang ketiga... tujuan kita selanjutanya Belgia"
"Ayo!" senyumnya terkembang layaknya innovent people.
"Pegang tanganku, kita akan pergi..." ia menawarkan tangannya "...bertahanlah, ini akan sedikit membuatmu pusing jika kau belum terbiasa" mereka berduapun pergi sekajab mata.
"Apa mereka pergi bersama lagi?" tanya Aoshi setelah bangkit dari tempat tidur.
"Jika yang kau maksud Fatim ia sedang mengajar ngaji bersama nona Halimah" jawab ragil, ia sedang membaca buku tentang obat obatan "tidak perlu khawatir, Laxus memang tidak ramah tapi dia tidak jahat" tambahnya
"Tetap saja tidak boleh lengah, aku akan melihatnya, kau ikut?" ajaknya sembari memakai pakaian yang sudah disediakan untuknya.
"Ya" Ragil menutup dan kemudian menaruh bukunya.
Di ujung perkampungan yang terletak dalam hutan itu terdapat sebuah surau kecil, meskipun begitu itu adalah satu satunya tempat beribadah yang ada sehingga ketika ada sholat berjamaah tempat surau itu akan dilebarkan dengan membersihkan halaman depan serta menaruh karpet agar bisa digunakan.
Matahari sudah turun di atas kepala menuju tempat peristirahatannya, alunan do'a anak anak dalam surau itu menentramkan hati meski bagi orang yang sekalipun tidak mengetahui arti dari doa tersebut mengalir dengan nada yang indah.
Dua orang pria mendekati mereka, hanya diam tidak ingin mengganggu pembicaraan sesama perempuan mereka adalah Ragil dan Aoshi.
"Idemu hebat!" puji Halimah sembari tersenyum indah "...dengan begini anak anak akan lebih mudah untuk menghafalkan doa"
"Sebenarnya ini bukan ideku, waktu kecil aku pernah diajari juga... jadi aku hanya membagikannya saja. Jiwa anak anak itu masih ingin bersenang senang tidak baik kita memaksakan hafalan yang banyak kecuali mereka menginginkannya...."
"Kau membuat kesimpulan itu berdasarkan pengalamanmu ya?" ia tersenyum dengan nada menyindir membuat fatim salah tingkah.
"Habis lebih enak bermain...." keluhnya "...Lagu juga permainan! Pasti menyenangkan bila belajar tapi terasa bermain" mereka berdua tertawa dengan manjanya.
Tidak jauh dari sana dua orang pria sedang mendekat mereka adalah Ragil dan saling Aoshi. Mereka saling mengucapkan salam dan memutuskan untuk mengobrol bersama setelah pengajian selesai.