Bulan Selalu terlihat menawan di saat saat seperti ini, meski hujan terus berjatuhan akan tetapi wujudnya yang semakin keemasan dan semakin besar, benar mengalahkan suramnya malam yang sepi. Sampai pada puncak wujudnya adalah hari ini, hari besar umat islam, maulid Nabi Muhammad saw.
Bukan hanya hari ini saja, aku memang selalu mengamati langit berharap suatu saat dapat menggapainya itulah salah satu alasan aku mempelajari ilmu Astronomi yang membingungkan. Seperti yang kalian ketahui baik sadar atau tidaknya bulan selalu terlihat lebih cantik di hari hari besar umat islam misalnya bulan Ramadhan. Entah itu disengaja atau memang ditakdirkan. Ah, aku hanyalah orang yang ingin tahu kebenaran. Mister antara setiap kepercayaan yang terkadang tidak masik di akal manusia.
Kenapa dunia ini penuh misteri? Meski tidak lama ini hal yang tidak masuk akal benar benar terjadi padaku, apa itu hanya mimpi belaka? Aku tidak ingin terlalu memikirkannya. Masih banyak urusan di dunia nyata ini yang terlalu membebani diriku. Semua pekarjaan sekolah, tugas, sampai beban masa depan untuk memastikan kehidupan keluargaku.
Meski begitu, aku juga memiliki impian sebagai diriku bukan sebagai apa yang semua orang harapkan pada diriku. Impianku berada jauh di belahan dimensi tak terbatas. Aku adalah bunga liar tak tersentuh yang hidup dalam bayang bayang, jauh dari terpaan sinar matahari yang sesungguhnya, hanya remang remang persebaran dari sinarnya yang menimbulkan kerinduan seperti cinta. Kecantikan yang tak tersentuh, itulah aku, dan akan rusak ketiak cinta itu datang. Seperti kelopak yang hidup dalam kegelapan perlindungan yang retak karena radiasi matahari.Cinta tulus yang kudapatkan dari dirumu, kini perlahan menghancurkanku.
"Josephein, aku ingin bersamamu lagi...apapun caranya" aku mulai berfikir bagaimana kembali ke masa tersebut. Tentang apa yang kulakukan sampai apa yang kupikirkan. Tapi semuanya hanyalah jalan buntu! Apa aku harus terjun ke sungai agar bisa kembali? Tapi jika aku justru mati.
"Apa yang sebenarnya aku pikirkan saat itu?" pikirku sangat keras, sekilas memandang bulan di atasku dari atas atap.
"Yang kupikirkan saat itu adalah, bagaimana kematian itu... apa yang dirasakan orang sebelum diriku mengenai kematian" tapi itu semua tidak ada hubungannya mengenai perpindahan waktuku!
"Jika aku bisa kembali ke masa lalu akan kuhapuskan semua kegagalanku!" ya, itulah yang aku pikirkan di saat terakhir kesadaranku.
"Artinya, jika dugaanku benar maka jika aku memikirkan hal mengenai kembali kemasa lalu maka aku dapat bertemu dengannya skali lagi"
"Tunggu! Jika ingin kembali kemasa lalu maka aku membutuhkan persiapan, apa yang kira kira harus kubawa?"
Beberapa menit kemudian, semuanya telah aku persiapkan dalam tas baru yang dibelikan ayahku setelah tas yang dullu tertinggal. Baiklah! Ayo kita mulai
"Jika aku bisa kembali ke masa lalu akan kuhapuskan semua kegagalanku!" kata itu terus dan terus kuucapkan dan kupikirkan, akan tetapi setiap kali ku mencoba aku tetap berada di tempat yang sama. Aku sudah mulai lelah dengan semua ini, sudah berjam jam aku mencobanya dan kini saatny aku tertidur.
"aku ingin kembali ke masa lalu hanya untuk bisa bertemu denganmu Jo..."
"tempat ini begitu menarik, memang aku pernah mendengarnya tapi baru pertama kali ini aku melihat pemandangan sehijau dan seliar ini!" seru pria berjubah nazi di atas bebatuan nan tinggi memandang bentangan hutan lebat di hadapannya sembil menggigit buah apel di tangannya.
"tinggal menemukan keberadaanmu, dimana kau sebenarnya?! Kehadiramu yang tiba tiba menghilang" ia melanjutkan perjalanannya.
"Kenapa terasa dingin sekali dan juga basah?" aku yang kuikira sedang tertidur lelap di ranjang ternyata sedang berada di kebun bambu yang lebat dengan tas besar di sampingku. Aku merasa bahwa aku sudah kembali lagi ke masa lalu, jika dulu aku terseret arus sungai setelah sebelumnya hampir mati tenggelam kini aku berada di huutan bambu yang kemungkinan besar adalah kondisi rumah yang kutempati di masa lalu.
Kantuk masih menguasai diriku, tapi hawa dingin masa lalu sudah membekukan mataku untuk tetap terjaga meski hari masih malam, masih mencoba berjaga dari berbagai kemungkinan bahaya yang mungkin terjadi di tempat gelap dan sesepi ini, mencari tempat beristirahat yang nyaman. Perkampungan terdekat yang dapat dicapai oleh langkah kakiku, mententeng tas besar yang sudah kupersiapkan, mengingat aku juga membawa makanan, tanpa panjang lebar diriku yang rakus langsung menyantapnya.
"Syukurlah, seperti yang kuduga sebelumnya arah ini menuju ke jalan raya yang artinya semakin dekat dengan perkampungan jika aku terus menelusuri jalan ini"
Didepan mataku sudah terlihat perkampungan yang masih sangat sederhana didominasi olah warna coklat kayu kayu dan dahan batang padi sebagai atap rumah kalaupun ada yang menggunakan atap berupa tanah liat aku kira ini adalah rumah milik priyayi karena selain itu rumah tersebut memiliki bentuk dan halaman yang lebih besar dariipada yang lainnya. Ada sebuah warung atau rumah makan di sampingku, kalau melihat makanan yang tersaji di dalamnya membuatku semakin kelaparan.
"Masuk atau tidak? Aku tidak punya uang dan lai aku juga tidak tahu apa yang digunakan untuk membayar saat ini" kelaparranku semakin tak tertahankan, membuatku menyesal kenapa aku berdiet untuk beberapa hari lalu.
"Nyuwunsewu pak, angsal napa mboten kula nyuwun jajanan... namung kula mboten kagungan arta?" pintaku agak sedikit mamaksakan bahasa yang kugunakan.
"Alah! Wong ra jelas koyo kono arep njaluk panganan?! Aku wae wis susah, wis kana lunga!" bentaknya padaku dengan sangat kasar dan membuatku sangat geram. Tapi apa yang bisa kulakukan, akupun pergi dengan perut kelaparan.
Tak jauh dari tempatku berada sekarang setelah diusir oleh pedegang menyebalkan tadi, ada keributan di pasar tersebut malam malam seperti ini. Beberrapa orang berpakaian biru muda mencolok dan sepertinya mereka bukan orang indonesia sedang beribut ribut di dalam sebuah penginapan yang aku lewati " Sifat dasar manusia huh".
"kini aku harus mencari makanan" perutku semakin melilit.