Ketika itu, yang hany kupikirkan hanyalah kenangan manis bersama orang orang yang pernah menjadi fase penting dalam hidupku... berlalu begitu cepat kiasan wajah wajah mereka. Keluargaku, teman temanku, dan Jo yang sedang menangis di hadapanku. Katanya orang hanya akan tahu seperti apa dirinya sebenarnya ketika akan menemui kematian, dan itu memang benar, aku terlalu payah ! aku terlalu membiarkan semuanya berjalan seperti arus, tidak berusaha hanya pasrah saja... aku menyesal, aku kehilangan semuanya karena itu. aku belum sempat membahagiakan keluargaku, bahkan tidak sempat melihat kelahiran adik kecilku. Dan lebih dari itu ketika ada orang yang benar benar mencintaiku, saling mencintai kami tidak dapat bersama. Air mataku sudah tak tertahankan lagi aku menjadi murung tapi tepat ketika peluru hampir menembakku sekilas senyum justru tergurat dari bibirku
"Semoga kita bertemu di surga"
Ketika semuanya terasa begitu tentram, aku sontak terkejut ketika sadar telah berada di sebuah arus sungai yang tak asing lagi. Masih tidak bisa berenang, beruntungnya aku terbawa arus dekat tepian sungai dan tak selang beberapa detik ketika aku sudah tidak kuat lagi UKHH !! tubuhku membentur beberapa batu besar yang berjejeran, terasa sakit sekali terlebih luka lebab yang ku dapat sebelumnya karena gamparan Sebastian sialan itu! namun, itu justru menjadi kesempatan bagiku untuk merangkak keluar dari arus sungai tersebut. Aku sadar saat ini aku sudah kembali ke masaku, terlihat jumbatan yang menghubungkan daerah yang dipisahkan oleh sungai progo meski sedikit jauh. Tapi aku tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu sejak saat kecelakaan terakhirku. Daripada terlalu dipikirkan aku lebih memilih untuk mencari tahu, aku berjalan menusuri tepi sungai sampai ke jumbatan meski tanpa alas kaki. Sesampainya aku di pasar Tempuran atau lebih sering disebut kawasan pabrik, disana terlihat beberapa orang sedang ronda malam tapi lebih tepat dibilang mereka sedang bermain poker, di dinding samping mereka terlihat sebuah jam yang masih berdetak menunjukkan tengah malam kurang beberapa menit. Mereka tidak menyadari diriku yang tengah berjalan sendirian menyusuri jalan raya diseberang jalan mereka berada dengan gaun yang begitu mencolok ini, tadinya ingin aku memotong gaun tersebut tapi aku urungkan karena selain gaun ini mahal juga merupakan kenangan satu satunya yang kubawa dari masa lalu, sedangkan tasku tertinggal di tempat Sebastian.
Entah sudah berapa lama aku menyusuri jalan hingga aku sampai di desa tempat nenek dan kakekku berada, desa Jambu. Sebenarnya di beberapa desa sebelumnya juga terdapat tempat tinggal kakek dan nenekku yang lain. Hanya saja aku memilih disini messki memang terlampau jauh kerana disinilah aku tingal, tidak bersama orang tuaku yang berada di Secang melainkan disini tempatku dilahirkan dan tinggal sambil menemani mereka.
Didepan rumah berpintu tiga bergaya pedesaan lama yang disampinyanya terdapat kebun yang telah beralih fungsi menjadi sebuah tower dan juga terlihat jelas sebuah taman cukup luas yang tidak terurus yang di dalamnya terdapat sebuah rumah kecil tak bersekat dari bahan kayu yang sudah mulai rapuh termakan usia, disitulah biasanya aku dan beberapa anak di desa ini mengaji kepada kakekku.
Langit masih gelap, meski tidak lebih gelap dari sebelumnya. Tanganku sudah bersiap untuk mengetuk pintu tapi aku urungkan karena tidak enak kalau membuat heboh pagi pagi buta seperti ini. Kabiasaan lamaku jadi kambuh, aku berjalan menuju ke belakang rumah membuka jendela dari kayu yang seperti dugaanku tidak terkunci karena memang selalu kutinggalkan seperti itu, sekarang yang menghalangi hanya tinggal 4 buah balok kayu yang dipaku secara vertikal. Ini mudah, seperti masa lalu dengan penuh keyakinan aku mendorong salah satu balok kayu yang memberikan celah paling lebar CRAK !!! balok itupun akhirnya lepas, aku menahannya agar tidak jatuh, kulempar ke arah kasur yang berwarna merah. Ujung balok bekas tancapan paku tersebut sekarang menjadi semakin parah. Ya ini bukan pertama kalinya aku menyelinap lewat jendela, sejak kecil mereka selalu over protective padaku, padahal hobiku keluar malam bereng kedua temanku kadang sampai malam cuman buat ng-net, kalo gak tugas ya biasanya facebook'an. Intinya kalau terlampau malam pasti semua pintu bakalan kekunci and waktu ku buka pastinya langsung kena sambar marah hha~ inisiatifnya, lewat jendela ngaku daritadi tidur di kamar dan sebelumnya buat boneka cadangan dari guling yang dikenakan jaket dan celanaku kemudian kumasukkan kain kain semacam selimut alhasil bonekaku perfect bisa membentuk tangan dan kaki nan sempurna, masalahnya adalah boneka tersebut tidak bisa bergerak mengingat aku termasuk orang yang kalau tidur tidak bisa diam malah sering tidur sambil jalan kalau lagi ngidam pengen ke suatu tempat.
Sekarang aku mencoba masuk ke lubang celah kecil itu, hingga sampai setengah tubuhku dapat masuk, aku sadar gaun yang aku pakai terlalu besar, kemudian aku memeriksa sekeliling takut ada orang yang lewat. kubuka gaun merahku yang super besar yang kemudian hanya memperlihatkan kaos lusuh dan celana pendek yang aku kenakan. Kemudian aku melemparkan gaun tersebut ke dalam disusul oleh tubuhku.
Pagi itu, tepat jam 5 di sebuah rumah kecil tapi cukup luas. Dinding dinding bercat biru memantulkan cahaya lampu malam yang kembali dinyalakan, tidak seperti warga yang lain, penghuni rumah tersebut telah terbangun sejak jam 3 pagi tadi... memasak menyalakan tungku dan lain lain untuk memulai usaha yang telah mereka lakoni sejak dulu, menjual soto dan gorengan...
" Fatim! Tangi !" teriak seorang nenek nenek berbadan rampaing membawa sebuah nampan berisi tepung menuju ke teras rumah, wanita yang dibalik keriputnya masih menunjukkan kecantikannya saat muda. Sejenak ia terdiam mengingat yang di panggilnya sudah tidak berada di sana sejak 5 hari lalu, namun dugaannya salah sebuah suara jawaban terdengar tak asing dengan nada menggeramnya yang khas
"Nggeh!" jawab seorang gadis yang tengah tertidur di kamar sedang meregangkan tulang tulangnya dan masih dibalut selimut. Wanita tua itu tertegun tak percaya apa dengan pendengarannya... buru buru ia menuju ketempat gadis itu berada, membanting pintu dan tanpa kata kata ia langsung melemparkan pelukan ke gadis itu dengan tangisan histeris yang melukiskan seberapa besar rasa kasih sayang pada gadis itu, gaadis tersebut membalasnya dengan linangan air mata sambil menepuk nepuk punggung wanita tua tersebut. Dibelakang peristiwa tersebut seorang pria tua bermuka garang sedang menonton adegan tersebut, pria yang biasanya bersikap acuh tak acuh kini menunjukkan perhatiannya.
Memulai hari hari biasa sebagai awal yang baru merupakan hal yang tidak biasa, pagi itu seorang gadis sedang memasuki sebuah runga kelas yang paling terpisah dari kelas kelas lainnya di SMA 1 Magelang, salah satu sekolah terkenal di daerahnya kerena mendapat peringkat pertama mata pelajaran IPS se-Jawa Tengah setiap tahunnya. Kedatangannya mendapat perhatian dari seluruh isi kelas setelah menghilang selama 5 hari tanpa sebab.
"Kembali ke kehidupan tanpa baku tembak,hhu~" tawanya kecil