Aura dingin darinya serta tatapan mata merah redup nan tajam itu mengintimidasi Dmitry akan sorot mata penuh kehampaan dan kekosongan.
"Jangan membuatnya terdengar seolah aku sudah mati begitu, Dmitry. Sudah empat tahun berlalu semenjak hari itu, ya?"
Dmitry memerhatikan orang itu dan cukup yakin dengan apa yang dilihatnya sekarang— rambut hitam dengan model disisir kebelakang meski ada beberapa untaian bilah rambut di sekitar pelipis kirinya— dan kulit putih seperti orang dari wilayah Utara— sosok sama yang pernah ia temui dulu— tidak lain dan tidak bukan, dia adalah, Mitidral Reoniydas.
Di balik seragam abu-abu orang itu adalah mantel berwarna hitam gelap yang mirip seperti setelan formal, dan dasi berwarna perak yang melingkar di kerah lehernya tampak elegan. Sebuah bros berbentuk pedang yang menyilang terpasang di depan mantelnya— sementara sebatang pedang panjang yang tersarung rapi di pinggulnya melengkapi kegagahannya.
"Apakah ini sebuah kejutan? Tak kusangka bisa melihatmu lagi di tempat seperti ini. Bukankah begitu!?" Suara yang terdengar santai ini tidak cukup meyakinkan, apalagi jika keluar dari mulut Leonardo Dmitry yang manipulatif.
"Walau dibilang begitu, kau tampak tidak terlalu terkejut. Atau mungkin ... kau sudah menyadarinya dan tetap berakting seolah tidak menyadarinya. Ironis sekali, terutama untukku." Suara Mitidral terdengar cukup lembut, seolah dia adalah seorang yang rendah hati. Namun, pikiran itu akan berubah jika melihat bagaimana ekspresi dia sekarang. Lirikan di sudut mata yang tajam, dan ekspresi dingin seolah dia tidak memiliki emosi.
Dmitry menurunkan sedikit kepalanya, dan sekali lagi bergeser menatap sampingnya. "Sepertinya kau adalah orang yang cukup penting hingga bisa berdiri di sini. Siapa kau sebenarnya, Mitidral?"
Mitidral menekuk sudut mulutnya, dan paras sedatar tembok masih terlihat dingin, walau itu tertutupi senyuman sinis dengan aura kejam, membuatnya seakan-akan terlihat seperti seorang pembunuh berdarah dingin.
"Saat ini, kau bisa menganggapku sebagai salah seorang Jenderal Kerajaan Perserikatan yang mewakili kerajaan Leon, dan juga Kastilia of Crown. Aku adalah seorang utusan yang akan menghakimi mereka yang sudah menodai nama sang raja besar kami— setidaknya, itulah peranku sebelumnya."
"Apa maksudmu?"
"Cukup basa-basinya. Aku tidak ingin membuang-buang waktu di sini, Leonardo Dmitry. Jadi, akan langsung kukatakan tujuanku sebenarnya. Setelah selesai dari sini, aku akan berpindah pihak untuk bergabung ke dalam kerajaan Britania dan meninggalkan negeri ini. Alasanku menemuimu adalah untuk mengajukan sebuah kesepakatan."
"Katakan kepadaku ... semuanya."
"Aku sudah mengetahui krisis yang terjadi akibat pemilihan sang raja berikutnya. Dan aku juga tahu apa yang kau sembunyikan di sana." Mitidral kemudian menunjuk ke arah Dmitry. "Misimu adalah menghancurkan markas Timur dan Utara, kemudian menembakkan suarnya untuk memberi sinyal kepada armada Komodor Arazar, bukan?"
"Benar ...." Dmitry menanggapi dengan suara yang datar, sementara ekspresi dingin itu berkebalikan.
"Aku hanya akan mengatakan ini sebagai ujian kecil untukmu— ketika kau selesai melakukan misimu dan menembakkan suarnya untuk memberitahu rekanmu di sana, aku di sini juga akan melakukan hal yang sama. Aku akan meluluhlantahkan negeri ini dengan mengaktifkan sedikit ledakan kecil untuk membuat kematian palsuku agar aku bisa pergi dari tempat ini."
"Jadi begitu. Siapa yang mengatakan semua omong kosong ini, Mitidral?" Dmitry berkata masih dengan nada yang tenang, namun seolah terdengar mengintimidasi.
Suasana pembicaraan di antara mereka pun kini seperti sudah mencapai titik beku.
"Mungkin, karena keterlibatanku di sini sangat berpengaruh. Ah, benar juga. Sebenarnya, akulah yang memberikan surat berisi informasi tentang negeri ini kepada tuan Stern, Leonardo Dmitry. Dan aku jugalah yang menyarankannya untuk mengirimmu ke sini." Mitidral menekuk sudut mulutnya seakan tersenyum sinis, sangat tak cocok di wajahnya yang datar.
"Sekarang semuanya mulai masuk akal. Terima kasih karena sudah memberitahukanku semuanya, Mitidral Reoniydas."
"Pada akhirnya kita tetap memiliki satu tujuan dan alasan yang sama untuk tetap berjuang dan bertahan hidup di dunia nan kejam ini, tapi kita tetap memiliki sedikit perbedaan, Leonardo Dmitry. Kau melakukannya agar kau bisa melepaskan bebanmu atas rasa bersalahmu, sementara aku melakukannya karena aku mencintai sosoknya yang mengubah jalan hidupku."
Dmitry hanya diam tanpa menunjukkan emosi apapun, selain sorot tajam matanya yang menatap lurus ke arah Mitidral.
Mitidral kemudian kembali menambahkan,
"Dengan begini, akhir dari tempat ini akan berada dalam genggaman tanganmu, Leonardo Dmitry. Bagaimanapun juga, kau akan mengaktifkan suarnya. Mari bertaruh denganku, jika kau berhasil melakukannya tanpa mengaktifkan suar itu, maka aku akan mundur dan menjauhi Britania. Tetapi, jika kau kalah— kau harus bergabung ke dalam rencanaku, itu juga berlaku kepada rekan tim-mu."
Dmitry menekuk sudut mulutnya, dan dengan percaya diri mengatakan,
"Sepertinya kau terlalu percaya diri akan rencanamu ini, Mitidral. Aku tidak masalah jika harus bersekutu dengan iblis sekalipun, selama tujuanku nantinya tercapai. Aku mungkin saja— tidak, tapi aku pasti akan memenangkannya."
Dmitry berbalik dengan senyuman sinis selesai mengatakan itu, dan berjalan meninggalkan ruangan. Sorot wajah puas itu tampak berkebalikan dengan suasana yang dia tunjukkan sebelumnya.
"Kau akan melihatnya, Leonardo Dmitry. Kebenaran dari semua ini." Mitidral berkata dengan nada meninggi saat Dmitry sudah mulai menjauh darinya.
"Ah, sayang sekali ... aku sudah tahu." Dmitry bergumam dengan ekspresi yang dingin.
Wraan yang tengah bersandar di depan dinding sambil melipatkan kedua tangannya hanya menatap begitu saja kepergian Dmitry.
Dmitry sempat melirik ke arah Wraan untuk sesaat, sebelum kembali acuh dan tak peduli.
Wraan menurunkan kaki kirinya dari dinding yang ikut bersandar tadi dan berjalan ke depan pintu keluar istana melihat Dmitry yang dalam sekejap sudah menjauhi tempat ini menaiki kuda hitamnya.
"Ada yang aneh darinya." Wraan seperti menyadari sesuatu, tapi dia tidak cukup yakin dengan isi pikirannya sekarang.
... ... ...
Tiba-tiba aku mendengar dengungan kuat yang membuatku merasakan pusing serta pandanganku yang bergelombang berubah memutih terang, cahaya nan menyilaukan sesaat ini perlahan memudar dan sirna, berubah menjadi kegelapan total dalam keheningan.
Aku pun mengedipkan mataku beberapa kali dan mendadak aku sudah kembali tersadar ke tempat semula di mana aku sebelumnya berhadapan dengan Dmitry. Kini aku melihat wajah kanan Dmitry yang biru lebam dan Niruu sedang menghunuskan mata pedangnya ke arahku.
"A—apa yang sedang terjadi ... di sini!?"
Aku merasa gugup dan panik dengan situasi ini, dalam kondisi terduduk lemah, aku tak mengetahui apa yang telah terjadi di sini.
"Akhirnya kau sadar juga, bolehkah aku menanyakan satu hal padamu?"
Kenapa suasanya terasa begitu serius dan tegang begini!? Aku sama sekali tidak mengerti! Soalnya aku baru saja terbangun dari mimpi buruk Dmitry itu.
"A—apa itu?"
"Siapa kau sebenarnya sebelum datang ke tempat itu, Hanz?" Suara Dmitry yang terdengar tak ramah bagiku, ia kelihatan tak senang dan mencurigaiku dengan tatapannya nan tajam itu.
...
Beberapa menit sebelumnya.
Di saat Dmitry mengaktifkan kekuatan mata yang merubah bentuk pupilnya, ketika itu juga Hanz, Ilya, dan Viona bergeming kehilangan kesadarannya.
Bola mata mereka bertiga berubah menjadi putih dan kosong, mereka berdiri seperti orang yang kehilangan jiwa dari raganya.
Sementara Dmitry menyusul terakhir meninggalkan bentuk raganya, Dmitry kini berdiri di dalam sebuah ruangan besar dengan dikelilingi rak berisikan buku-buku serta beragam properti seperti bangku dan meja untuk membaca buku, tampak seperti perpustakaan modern bergaya Italic, karena susunan properti di sana terlihat seperti di dalam katedral.
Kedua tangan Dmitry telah menggenggam sepasang gagang pintu, yang bentuk ukuran pintu di hadapannya itu sangat tinggi dan besar dengan memiliki ukiran bentuk corak garis-garis tak beraturan yang memancarkan auran pendar ungu serta hawa panas, membuat tangan Dmitry berkeringatan menghadapnya.
Ia lalu menarik sekuat tenaga pintu itu dan membuatnya terbuka, memperlihatkan kegelapan total nan hampa di baliknya.
"Ini ... aku tak pernah melihat isi pikiran seseorang yang segelap ini, apa yang disembunyikan anak ini sebenarnya!? Apa dia benar-benar kehilangan ingatannya?"
Dmitry dalam sepuluh menit tadi tampak bergeming tak sadarkan dengan tiga jemari tangan kanannya tengah melipat di depan wajah, setelahnya ia tersadar kembali lalu menoleh ke sekelilingnya sebentar.
Dmitry sedikit memucat dan berkeringat dingin setelah melepaskan diri dari dalam ruang lingkup akan perwujudan pikiran Hanz.
"Kenapa kau menggunakan teknik terlarang itu, Dmitry? Bukankah kita dilarang membongkar ingatan manusia, ini bisa berakibat buruk pada otak mereka ...."
"Aku menggunakan kebalikan dari teknik itu, merekalah yang masuk ke dalam pikiranku, Niruu."
"Tetap saja, itu teknik berbahaya, wujud astral mereka mungkin tak dapat bertahan pada siklus energi di dalam otakmu."
"Tenang saja, aku sudah membatasinya dengan kekuatan mataku untuk tak menciptakan lonjakan pada wujud astral mereka. Sebenarnya, aku sedikit penasaran dengan sesuatu yang mengikuti anak ini sedari awal."
"Apa maksudmu? Bukankah kau memungutnya karena alasan tertentu?"
"Tentu saja, saat itu aku belum menyadarinya, hingga aku melihat sesuatu yang menyelimuti tubuhnya ketika ia pertama kalinya menerima darah Unhuman."
Tangan kiri Dmitry perlahan bergerak naik dan memunculkan titik energi di setiap ujung jemari yang terbuka, energi putih nan berkobar itu terbentuk di sana dan Dmitry bersiap melakukan sesuatu kepada Hanz.
"Sepertinya ada yang salah denganmu ...," ujar Niruu memerhatikannya dengan diam dari dek kemudi.
Dmitry perlahan mencoba menyentuh dahi di antara alis Hanz dengan ujung jari-jarinya, saat ia akan menyentuh permukaan kulitnya, Dmitry sudah berpindah ke suatu tempat yang berbeda.
Kini ia berdiri di atas kehampaan gelap akan kekosongan, saking gelapnya tempat itu, bahkan ia sendiri tak dapat melihat kedua tangannya.
"Tempat ini lagi!?"
Dmitry pun berniat kembali keluar dari dalam pikiran Hanz, meski beberapa kali ia coba Dmitry tak bisa melakukannya, ia berulang kali memejam-bukakan matanya namun masih terjebak di sana.
Mendadak secercah cahaya redup muncul dari retakan yang baru tercipta di hadapan Dmitry, bersamaan itu aura hitam mendadak berhembus kencang seperti angin di tengah badai keluar dari celah retakan itu hingga membuat Dmitry terdorong mundur dari pijakannya yang terasa seperti berdiri di atas pasir.
"Berani sekali kau memasuki duniaku, manusia berdarah menjijikan!"
Suara keras nan menggeletar memecah keheningan, nada ancaman dari sesuatu yang baru muncul, Dmitry mendongakkan dagunya dan melihat sepasang mata kuning kehitaman nan besar muncul di atas retakan celah itu.
"Inikah ... Iblis milik, Hanz? Kuat sekali!" gerutu Dmitry masih bertahan dengan tangannya yang menyilang di depan wajah demi menghalau tekanan kekuatan hitam yang menerjangnya.
Lututnya menekuk dan menatap tajam ke depan, energi hijau mengalir di kedua telapak kaki untuk membantu bertahan.
"Aku ingin berbicara! Bagaimana caraku untuk masuk ke dunia—"
"Enyahlah!"
Selagi Dmitry berbicara, wujud astralnya langsung dipentalkan ke belakang dan kembali masuk ke dalam tubuhnya.
Tubuh Dmitry bergetar hingga melemaskan lututnya, ia tertunduk dengan urat-urat di pupil matanya nan memerah.
"Apa-apan yang barusan itu? Wujud astralku hampir saja dihancurkannya, kekuatan Iblis macam apa yang ada dalam diri Hanz--ini?" gumam Dmitry dengan napas tersengal-sengal.
"Apa kau ingin menari, tuan penyihir?" Suara dari mulut Hanz yang terdengar berubah berat.
Dmitry yang terkejut langsung melirik ke atas dan disambut dengan bogem mentah di sisi kanan wajahnya hingga ia tersungkur ke lantai, Niruu melompat dari dek kemudi dan mengarahkan mata pedang yang baru tercabut dari punggungnya mengincar leher Hanz.
Hanz lalu melakukan gerakan unik yang mustahil dilakukan manusia biasa, kaki kanannya bergeser maju ke depan bersamaan kaki lainnya yang bergerak ke belakang, tubuhnya menekuk punggung belakangnya hingga menyentuh lantai.
Tebasan lurus dari Niruu berhasil dihindari Hanz dan malah ia sempat memberi serangan balik dalam waktu sedetik itu, tanpa sadar Niruu menerima tiga luka sayatan di bawah siku kirinya dari tiga kuku Hanz yang sudah meruncing tajam.
"Serangan kejutan yang begitu lemah, aku hampir tak bereaksi sama sekali," ejek Hanz sambil meregangkan batang leher dan bahunya.
"Benarkah?"
Dmitry muncul di belakang Hanz melancarkan tendangan melintang dari kaki kanannya, serangan itu ditahan oleh Hanz dengan hanya telapak tangan kirinya.
Hanz sempat-sempatnya menguap, dan bersamaan itu kaki lain Dmitry juga bergerak memberi serangan sama mengincar kepalanya.
Kaki yang dicengkeram Hanz ditarik maju olehnya hingga membuat serangan kedua tadi meleset, tubuh Dmitry yang tertarik lalu diayunkan oleh Hanz untuk dibantingkannya secara keras ke lantai kapal, meninggalkan retakan berlubang di sana.
"Oh, hebat sekali ... aku cukup terkejut, loh. Tapi, itu masih belum cuku—"
Sayatan dalam keheningan dari Niruu berhasil memenggal tangan Kiri Hanz yang sedang bergaya saat merentangkan tangannya, ia melirik dengan tatapan tajam ke arah tangan yang telah buntung, dalam sekejap luka yang melepaskan kepulan asap itu kembali menumbuhkan tangan baru saat itu juga, wajah Hanz tak bereaksi seolah meremehkannya.
"Apa kau ingin mening—"
Seketika Hanz bergeming kesakitan, urat-urat di tubuhnya menonjol kemerahan dengan warna matanya yang berubah kekuning kehitaman.
"Sial, Asmofhet ... kau!"
Bruuk! ....
Hanz terjatuh, pupil matanya kembali berubah putih kosong dan tertunduk tak sadarkan diri dengan bertumpu di kedua lututnya.
Dari arah samping Hanz, Niruu berniat menebas kepala Hanz, detik itu juga Dmitry menarik tangan Niruu dan menghentikannya.
"Kenapa ...?" ketus Niruu dengan wajah dingin penuh kemarahan.
"Tenanglah, aku tahu kau marah, tapi ...." Dmitry lalu berpikir, "Yang barusan itu tidak seperti Hanz sebelumnya, apa yang terjadi dengan anak ini?"
...