Bagaikan terkena sorot cahaya lampu yang berfokus ke diriku, pandanganku disilaukan oleh cahaya terang-benderang yang melingkupi seluruh mataku.
Ketika mataku terbiasa dengan cahaya terang ini, aku menyadari kalau diriku sekarang berada di suatu tempat yang asing. Seluruh dunia ini benar-benar berwarna putih. Sejauh mataku memandang tempat ini, hanya terlihat kekosongan serba putih. Aku menoleh ke sekeliling, namun tak juga dapati objek apapun. Tidak ada apapun di tempat ini selain diriku.
Tes ...!
Setetes air jatuh ke dasar suatu tempat, dan menimbulkan efek bunyi yang berdengung ke gendang telinga.
Aku sempat berteriak kecil untuk memastikan suaraku ada, gema yang terpantul ke kejauhan tak kembali membalas bunyi apapun, tempat ini berarti tidak memiliki ujung sekalipun.
Sebenarnya aku ... di mana?
Ini bukanlah mimpi, karena aku masih menyadari semuanya. Baru saja aku melihat semua kilas balik kejadian dalam ingatan Dmitry. Tapi kini aku malah secara tiba-tiba terjebak ke tempat ini.
Tes ...!
Setetes air kembali jatuh dan kini mengenai pangkal hidungku, bulir air yang mengalir menuju bibirku lalu pecah menjadi butiran air nan lebih kecil.
"Jadi ... kini kau sudah memiliki nama, ya? Mereka memanggilmu Hanz, bukan?"
Suara barusan terdengar tidak asing bagiku, dan itu berasal dari atasku. Aku segera mengangkat wajahku, dan melihat adanya seseorang yang memiliki penampilan dan wujud sepertiku. Tidak. Aku merasa yakin kalau itu adalah efek pantulan refleksi diriku sendiri. Karena refleksi arah ini, dia seperti sedang berdiri secara terbalik, dan seolah menempel di langit-langit.
Apakah ada semacam kaca cermin di atasku?
Demi memastikannya, aku mengangkat tangan kananku dan mencoba menggapainya. Saat tanganku sedang bergerak, bayanganku yang di sana tidak mengikuti gerakanku. Saat jemariku menyentuh langit-langit, sensasi seperti menyentuh permukaan air lah yang kurasakan, sentuhan kecilku menimbulkan efek gelombang pendek, dan mataku bisa memastikannya kalau ada keanehan sedang terjadi.
Apa-apaan ini?
Saat pikiranku sedang mencerna semua kejanggalan ini, bayangan diriku yang di sana mendadak menyipitkan matanya. Warna matanya berubah menjadi merah tua, dan itu sorot tatapan yang mengerikan.
"Apa yang kau coba lakukan?"
Bayanganku tiba-tiba bicara. Dia juga bisa bergerak sendiri dengan mendekap dadanya, dan menyikangkan kedua tangannya.
"Si-siapa kau!?" Suaraku jadi gemetar karena rasa keterkejutanku.
"Huh? Kau melupakanku? Padahal kita baru saja bertemu! Beraninya kau melupakan orang sepertiku!" Suaranya terdengar songong, dan aku merasa familiar dengannya. Nada bicara yang selalu terselip kemarahan.
Tidak salah lagi, itu adalah dia.
"A-apa mungkin kau ... Asmofhet!?"
Dia berhasil membuatku merasa terkejut. Iblis ini seperti selalu tahu saja cara membuatku menyadari keberadaannya.
"Aaah, kau mengerti juga!" Suaranya bahkan terdengar penuh tekanan.
"Kenapa kau bisa meniru diriku seperti itu!? Asmofhet!"
"Terserahku! Ini karena aku tidak memiliki wujud! Omong-omong, saat ini kau terlihat seperti orang bodoh." Suaranya tiba-tiba berubah jadi santai. Dan dia menekuk sudut mulutnya, memberi senyuman sinis.
"Huuh!? Kau mengejekku, bukan!? Hoi! Hoi!"
"Dengarkan aku! Aku ingin berbicara sedikit mengenai hubungan kita. Apa kau tahu, kalau jika dirimu mati, maka jiwaku akan ikut lenyap bersama kematianmu. Mungkin kau tidak menyangka akan hal ini, tapi bagi seorang Iblis sekalipun, jiwa kami bisa terbunuh. Ini merupakan konsekuensi seorang Iblis, agar mau bertahan dalam jiwa manusia. Tetapi, pernahkah kau berpikir, mengapa Iblis mau melakukannya?"
Selesai mendengar ocehan Asmofhet, aku baru menyadari maksudnya. Sebelumnya aku tidak terpikirkan sama sekali akan hal ini, aku hanya mengira kalau Iblis ini mau membantuku karena dia memang nganggur saja dengan kekuatannya. Tapi kini aku mulai menyadarinya, Asmofhet mengetahui sesuatu. Mungkin saja dia juga tahu akan kontrak terkutuk dari Unhuman pertama.
"Jadi, apa yang ingin kau coba katakan, Asmofhet?" jawabku sedikit gelisah.
"... Aku ingin mengatakannya, namun sesuatu mencegahku melakukannya. Aku berharap kau bisa menemukan jawabannya sendiri! Sebagai rekan barumu, aku akan memberimu petunjuk jika mengetahui sesuatu. Setelah nantinya kau tahu semua kebenaran ini, maka kau bisa mengakhiri semua kebusukannya, termasuk cara mematahkan kontrak terkutuk."
"Tunggu! Bukankah itu—"
"Sayang sekali! Sepertinya waktuku telah hampir habis. Sebenarnya, kau terlihat bodoh karena telah membiarkan kesadaranmu sebelumnya mengambil alih tubuhmu. Saat ini, kau sedang berada dalam kendali hasrat, emosi, dan suatu kepribadian mengerikan yang telah terkubur dalam ingatanmu. Sekarang bangunlah!"
"Haa—"
Kesadaranku tenggelam bersama gema suara jentikkan jarinya.
... ...
Sekarang aku dapat mengingatnya. Alasan mengapa aku tidak menyadari perbuatanku sebelumnya. Secara tidak sadar aku telah menyerang Dmitry dan Niruu, hingga membuat mereka berdua terluka.
Dmitry mengulurkan tangan kanannya ke arahku, menungguku menggapai bantuannya.
Namun tubuhku bergerak sendiri, dan berdiri tanpa menghiraukan uluran tangannya. Aku berjalan begitu saja melewati mereka semua. Perasaanku begitu bercampur aduk, begitu pun dengan pikiranku. Aku merasa tidak sanggup menatap wajah mereka semua lagi, dan aku melangkah menuju dek bawah seraya menundukkan wajahku
"Hoi, Hanz—"
Dmitry sempat meraih pundakku, namun aku tetap pergi dengan mengabaikannya.
"Aku ... ini--salahku ...." Aku bergumam dengan perasaan menyesal. Suasana hatiku seketika berubah guram.
"Hanz, apa kau baik-baik saja?" Suara Ilya terdengar saat aku sedang melangkah turun menyusuri anak tangga.
Viona dan Ilya sebenarnya terbangun saat aku berdiri tadi. Tapi karena terlalu kesal dengan diriku sendiri, aku jadi ikut mengabaikan mereka.
Rasanya ... aku seperti ingin mati saja.
"Hoi! Dmitry! Apa yang— telah terjadi ...?"
"Tidak apa-apa, sekarang kalian telah mengetahui masalahnya, bukan? Kalian percaya atau tidak itu terserah kalian. Aku akan terus melangkah maju apapun yang terjadi ...."
Aku masih mendengar sedikit suara obrolan mereka saat sedang menyusuri lorong koridor yang gelap. Sepertinya, telah terjadi perpecahan kecil di antara kami.
... ... ...
Saat cahaya samar menerangi jendela kamarku, aku tersadar jika mentari telah terbit.
Sepertinya malam telah berlalu— sementara aku tidak bisa tidur sama sekali. Pagi berikutnya, aku memutuskan untuk mengurung diri di dalam kamarku.
Aku menutup diri dengan selimutku, dan berbaring di atas ranjang seraya memikirkan apa yang terjadi sebelumnya— memahami maksud yang Asmofhet coba sampaikan padaku di dalam mimpi aneh itu.
Walau kucoba memikirkannya, hasilnya sama sekali tidak ada! Aku tidak memiliki petunjuk apapun untuk bisa mengerti maksudnya.
Saat ini aku masih kekurangan informasi untuk bisa mendapatkan petunjuk di balik semuanya.
Ah, gawat.
Masalah yang kubuat sebelumnya— bagaimana caraku menyelesaikannya?
Aku merasa bersalah karena telah menyakiti Dmitry dan Niruu— membuat mereka terpaksa bertarung denganku.
Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku ketika itu terjadi? Aku sama sekali tidak mengingat mengapa aku sampai melakukan tindakan seburuk itu. Aku memang melihat diriku melakukan semuanya, tapi tidak dengan kendali tubuhku— seolah keinginan dan diriku dikendalikan sesuatu.
Asmofhet bilang kalau diriku sedang dikendalikan sesuatu yang terkubur dalam ingatan lamaku— tetapi siapa?
Siapa yang Asmofhet coba katakan?
Ketukan pintu kemudian terdengar. Dan berasal dari luar pintu kamarku.
Sepertinya itu adalah mereka. Huh, padahal aku sedang tidak ingin melihat mereka.
"Hanz, aku tak tahu apa yang terjadi. Tapi, jika kau ingin membicarakan sesuatu antar sesama pria, aku siap mendengarkannya! Ayolah, buka pintunya, aku ... ah, aku juga membawa roti gandum, loh! Ini enak sekali, kita bisa memakannya bersama-sama." Suara Ilya yang tengah merayuku agar keluar.
Sebenarnya aku juga ingin bertemu mereka, tapi setelah perbuatanku itu, apakah mereka akan memaafkanku? Aku ingin membusuk saja di dalam tempat ini.
Ketukan pintu terdengar lagi, dan kali ini aku mendengar suara lemah lembut dari Viona yang berkata,
"Hanz, jika kau sedang merasa tidak sehat atau ada yang mengganggumu, biarkan aku membantumu. Aku tak tau apa yang terjadi antara kau dan Dmitry, tapi dia bilang kalau sangat menyesal telah membuatmu seperti ini."
'Harusnya aku yang menyesalinya, tetapi aku tidak mengerti mengapa aku merasa marah, apa ini benar-benar emosiku? Kurasa aku harus segera meluruskan kesalahpahaman ini bersama mereka.'
"Jika kau tidak keluar, aku akan menghabiskan roti ini sendi—"
Aku lalu membuka pintunya dan melihat wajah konyol Ilya yang mulutnya tengah penuh remah roti dan ekspresi terkejutnya membuatku ingin tertawa.
"Hanz, kau tidak apa-apa?" Viona tiba-tiba menarik tanganku, dan menggenggamnya dengan erat. Suaranya begitu tegas, namun nada suaranya terdengar rendah.
Viona masih menatapku, dan sorot matanya yang berbinar sangat cantik. Tidak ada kegelisahan yang terukir dalam raut wajahnya, namun sorot matanya berkata bahwa dia sangat khawatir.
Saat itu juga jantungku terasa dipeluk erat, seolah ada yang membuatnya berdegup kencang. Lembut kulitnya yang menyentuh tanganku begitu hangat, membuatku tak bisa mengalihkan pandangan darinya.
Apakah aku boleh mempertahankan posisi ini selamanya?
"A-aku baik-baik saja!" ucapku dengan suara yang kaku.
Mataku tidak sengaja melirik ke arah lorong dek, dan aku menemukan seorang Dmitry yang tengah menyandarkan punggungnya ke suatu dinding. Dia menatapku, dan sorot matanya begitu dingin. Dmitry seperti sedang memainkan suatu koin, dan dia memutar koin itu melalui sela jari-jemarinya.
"Hanz, aku ingin kita bicara ... secara empat mata saja. Temui aku di ruang kabin setelah ini." Selepas mengucapkan itu dengan suara yang dingin, Dmitry pergi begitu saja.
"Ada apa dengannya?" tanyaku merasa bingung.
"Abaikan saja dia, ikut denganku keluar, Hanz. Kau akan menyukainya." Ilya menarik tanganku dan membawaku pergi bersama Viona, kami bersama-sama menuju ke lantai atas dek kapal.
"Ada apa?"
Saat aku melangkah pelan dari anak tangga menuju dek luar, udara sejuk yang menusuk kulitku terasa begitu dingin, aku mendongakkan dagu seraya menatap awan putih yang memenuhi langit dan melihat bulir-bulir berwarna putih berjatuhan dari sana.
'I-ini ....'
... ... ...
[Pov - III -]
Berada jauh di sebuah tempat yang tak diketahui siapapun, terlihat bongkahan kerangka tulang manusia yang sudah terpisah dari dagingnya, beberapa tubuh manusia yang masih utuh tergeletak dengan dada kirinya yang berlubang dan jeroan perut tumpah keluar.
Genangan darah membanjiri lantainya, dan seseorang tengah berjalan di atas cairan merah itu dengan tenang, ia lalu berhenti di depan Commander yang sedang duduk di kursi takhta yang di sekitarnya terdapat lautan darah dan kerangka tulang serta jasad manusia sebagai dekorasi dan hiasan untuk menunjukkan kebrutalannya.
"Aku sudah menunggumu, Serhyva. Jadi, bagaimana?"
Serhyva lalu melepas penutup mulutnya dan tersenyum tipis, ia membungkukkan diri ke lantai sembari mengayunkan kedua tangannya memberi hormat, lalu berkata,
"Dia akan menjadi lawan terbesar kita, Commander. Dengan segala kecerdasannya, bahkan aku hampir dibuat tertipu jika tak serius mengamatinya, orang itu telah mengetahui semuanya dari awal namun masih tetap bertindak sebagai bidak, aku dibuat merinding dengan aksinya itu. Bahkan, ia masih tak menunjukkan potensi penuhnya, aku sempat mendekatinya mencoba memprovokasinya, tapi ia masih sangat menahan diri. Dia sengaja terlihat terprovokasi agar membuatku percaya bahwa itu adalah batasan terkuatnya ... sial, Leonardo Dmitry. Aku sangat penasaran denganmu ...."
terlihat tatapan dingin dan tajam dari wajah Serhyva yang tengah menunduk.
Commander lalu beranjak dari kursinya dan menunjukkan tatapan merah menyala dengan aura sakral mengerikan yang berkobar membara di sekujur tubuhnya, ia lalu menyatukan kedua telapak tangannya, sambil berkata,
"Sudah saatnya bagiku untuk menunjukkan kekuatanku pada dunia, aku akan bergerak sendiri mencari dua anggota baru untuk mengisi tempat kosong dalam kelompok ini, setelahnya kita akan melakukan penyerangan penuh kepada seluruh negara di dunia ini, dan mengembalikan kejayaan ras Unhuman yang kini dianggap sebagai senjata bagi mereka, kita akan menunjukkan kengerian akan kekuatan darah Unhuman seperti yang telah terjadi sebelumnya. Semuanya, genosida telah diberlakukan ...!"
Seketika seluruh bangkai manusia di dalam tempat gelap itu terbakar oleh api merah yang meleburkannya menjadi serpihan abu.
Commander lalu sedikit melompat untuk turun dari mimbar yang terbuat dari kerangka tulang dan berjalan pelan ke arah depan, membuat jubah hitamnya sedikit berkibar, ia lalu membuang topeng di wajahnya dan menggantinya dengan penutup mulut berbentuk paruh burung yang terlihat baru, kini terlihat bentuk setengah wajahnya yang berkulit putih dengan alis hitam pendek.
Terlihat lima orang yang tadinya berdiri di balik bayang-bayang kegelapan tempat itu berjalan keluar dan ikut melangkah bersama di belakang Commander.
"Sudah kuduga, mengikutinya akan sangat menarik ...!" Suara benak Serhyva Relogh yang puas akan pilihannya.