Chereads / UnHuman / Chapter 8 - Chapter 7 - Kehancuran negeri hijau

Chapter 8 - Chapter 7 - Kehancuran negeri hijau

[Pov - I]

Bwoosshhh ...!

Ada suara aneh.

Ada semacam efek suara retakan yang berderak disertai kepulan uap panas, dan itu datang dari arah depanku.

Aku melihat ke arah pergelangan tangan kananku, dari sana mengebul keluar kepulan asap panas yang membara. Permukaan kulitku memerah, dan sedikit membentuk bercak hitam, ini corak terkelupas dari dagingku yang terbakar. Rasa panas ini sangat menyengat tanganku.

Rasanya, kulitku seperti terbakar oleh hawa panas yang bersumber dari benturan energi di depan tanganku. Gelombang energi yang awalnya berpusat di titik kepalan tangan kami beradu pukulan, kini berubah menjadi rangkaian energi hidup yang menyambar segala materi di sekitar kami berpijak. Bahkan, luapan energi ini seperti membentuk semacam kubah, dan mengikis tanah pijakan kami hingga mengubahnya menjadi semacam lubang kawah.

Aku kesulitan untuk bergerak.

Entah ini karena efek kekuatan lawan atau apa. Tapi, musuhku juga tidak bergerak sama sekali.

Ahh ... sakit! Sialan!

Rasanya, tanganku seperti sedang direbus dalam tungku api panas.

Aku tidak mengerti ekspresi dari lawanku ini. Matanya tampak dingin, dan tatapannya sedikit terbuka, sudut kelopak matanya berkedut. Wajahnya mungkin sekilas terlihat tenang, tapi aku cukup merasa yakin kalau ia juga menahan sakitnya. Ia meringis, sambil mengeratkan giginya.

"Kau--bagaimana--bisa--mengetahuinya!?"

"H-haah!? M-mana--kutahu!"

Apa yang dia coba bicarakan? Apa maksudnya soal dirinya yang mendadak muncul, namun aku bisa menyadari arah serangannya?

Kalau begitu, aku tidak tahu jawabannya. Aku sendiri tidak mengerti dari mana datangnya peringatan samar itu. Itu seperti semacam naluri atau insting. Rasanya persis seperti ketika kau menerima sebuah ide secara tiba-tiba di kepalamu, dan kau tidak dapat menjelaskan dari mana asal datangnya.

Tapi, wajah musuhku kini berubah pucat.

"Aku--akan--membunuhmu! Pasti--akan--membunuhmu!" Dia mengucapkannya terbata-bata. Dan sisi mulutnya berkedut gemetaran.

"Coba--saja--sialan!" Aku sendiri juga kesulitan menggerakkan urat mulutku. Jadi aku tahu alasan mengapa ia bicara seperti itu.

'Ini ....'

Tiba tiba buih energi hitam menyelimutiku, ini tampak seperti ketika aku memakai kekuatan Unhuman pertama kali. Kini, entah mengapa rasanya kekuatanku kembali. Rasa sakit pada tanganku perlahan-lahan memudar, dan juga tubuhku kembali bisa bergerak.

Aku tidak mengerti ini, tapi, aku sekarang merasa diuntungkan!

Segera, tangan kiriku bergerak naik, dan memukul lurus mengincar wajah mengesalkan orang itu. Dia terpelanting, dan terhempas cukup jauh. Kurasa tamparanku tadi cukup keras, sampai-sampai tubuhnya menggelinding ke tanah.

Perut dibalas wajah, kurasa itu sepadan, bukan?

Apa aku harus membunuhnya?

Aku berjalan maju, mendatangi musuhku yang tertelungkup tak berdaya di atas tanah. Gaya berbaringnya sedikit aneh, mengapa kedua pergelangan tangannya berada pada lipatan paha kakinya?

Aku membuka tangan kananku, mencoba membuat sebuah bilah tombak dari energi hitam ini. Dan sesaat aku memikirkan bentuknya, itu terwujud dalam genggaman tanganku.

Seperti yang kuingat, sebelumnya aku hanya perlu membayangkan bentuknya, energi hitam ini akan mengikuti keinginanku.

Cara kerjanya sedikit mudah, tapi aku perlu imajinasi yang kuat untuk membuatnya, karena sedikit saja aku kurang mengerti penyusun dasar materi dari bentuk yang ingin kubuat, itu akan menjadi perwujudan objek tak berdasar.

Contohnya, jika aku membayangkan sebuah pedang, namun aku tidak membayangkan bahan pembuatannya dari logam, maka itu akan menjadi bentuk samar tak berwujud. Sebelumnya aku hanya membayangkan bentuk aneh-aneh seperti jari atau sebuah akar, jadi struktur penyusun kedua objek itu tidak perlu kubayangkan secara akurat, karena jika ingatanku sudah akrab dengan objeknya, itu dapat langsung kukeluarkan.

Kini aku berdiri cukup dekat dengannya.

Tangan kananku bergerak naik, berniat menyerangnya dengan satu tusukan ke jantung.

"... Sekaran—"

Seketika kilatan listrik menyambar tubuhku. Aku terhempas ke belakang. Aku sedikit terguling, kemudian mendarat ke sebuah benda padat yang menyentuh punggungku dengan kerasnya. Terlalu cepat, mataku tak bisa mengikuti arah datangnya. Tapi, dari arus listrik yang dikeluarkannya, itu berasal dari telapak tangannya yang terjulur pada lipatan kakinya tadi.

"Hanz!"

Aku mendengar suara Ilya berteriak.

Dari belakangku.

Saat aku berbalik, aku menyadari adanya kubah energi hitam yang membentuk dinding pertahanan demi melindungi Ilya saat energi bergejolak sebelumnya.

Ahhh! Aku ingat.

Sebelumnya, tepat ketika rangkaian listrik dan benturan energi menyebar bebas, aku membagi setengah kekuatanku untuk menciptakan ruang pada sekitar Ilya berada. Untungnya aku sempat dan menyadarinya

Tapi, tak disangka jika benturan energi seperti tadi bisa terjadi.

Selanjutnya aku akan berhati-hati dengan kekuatan ini.

Aku kemudian menyentuh permukaan kubah energi ini, seketika itu bentuknya memudar menjadi buih dan terhisap masuk ke antara sela jemariku.

Aku baru tau aku bisa melakukan hal yang beginian juga.

Kurasa aku mendapat trik baru lagi.

Setelah aku selesai menarik seluruh wujud energi itu, terlihat Ilya sedang terduduk lemas di baliknya. Ekspresinya begitu suram, timbul kantong di bawah matanya, tanda dari dirinya yang kelelahan.

"Apa kubah energi hitam barusan itu--milikmu, Hanz?" tanya Ilya dengan tubuhnya yang tengah gemetaran.

"Kurasa begitu. Kekuatan ini sedikit mulai kumengerti, walau masih belum sepenuhnya. Tapi, aku mulai sedikit terbiasa memakainya."

Untuk membuat sebuah contoh, aku mengulurkan tangan kananku ke depan, kemudian membuka seluruh jemari. Aku tinggal membayangkan perwujudan sebuah pedang, dan memikirkan urutan dari material serta bentuknya. Terakhir, aku memusatkan energiku di seluruh titik jari tanganku, lalu mengubah energi tadi menjadi wujud pedang yang sudah kugambarkan di kepalaku.

"Lihat, seperti ini," sambungku sambil menunjukkan pedang energi yang berhasil kubuat.

"Woah! Hebat sekali, Hanz! Kau bisa menguasainya semudah ini dengan waktu yang sesingkat itu! Sudah kuduga kalau kau memang berbakat! Bahkan, aku perlu waktu beberapa—"

Tanpa peringatan, sebuah sambaran petir menabrak Ilya. Ia terhempas oleh arus listrik yang tersebar di udara.

Aku kemudian menoleh ke kanan, arah sumber listrik berasal. Sudah kuduga, itu ulahnya.

Orang tadi tampak berdiri sempoyongan di atas tanah, selagi tangan kirinya menyangga tangan kanan yang membuka seluruh jemarinya ke arahku.

"Si-sial ... aku meleset!"

Meleset dia bilang? Setelah kau menghempaskan Ilya seperti itu kau masih bilang seranganmu itu meleset?

'Yang benar saja, sialan!

Tunggu! Kalau begitu, artinya dia ingin menargetkanku, bukan?

"Sialan!"

Segera, aku melemparkan wujud pedangku ke arahnya. Pedang itu melayang. Musuhku langsung berdiri tegak, lalu melepaskan pijakannya, ia seperti melompat. Ketika itu, ia menghilang dari seberang sana, meninggalkan bekas percikan listrik di udara. Pedangku tadi menancap bebas ke tanah, kemudian menguap pudar menjadi buih energi dan lenyap.

Setiap energi yang terlepas dari diriku, atau kukeluarkan secara sengaja, maka energi itu tidak akan kembali. Seperti halnya pedang tadi, itu menguap lalu menghilang begitu saja.

Aku jadi mengerti sesuatu lagi. Aku tidak boleh memakai kekuatan ini. Karena akan lebih banyak merugikanku. Suatu energi yang tidak kembali padaku, akan kuanggap sebuah kegagalan.

Aku berlari kembali menyusul Ilya yang tengah tertunduk lemah di atas padang rumput.

"Apa kau tidak apa-apa, Ilya?" ucapku sambil melangkah.

"Tenang saja, ini bukan masalah."

"Benarkah, tapi—"

'Apa ... itu?'

Pandanganku seketika teralihkan ketika menyadari adanya sebuah cahaya merah yang bersinar terang di atas langit biru. Itu berjarak dekat dengan kami. Seseorang baru saja menembakkannya dari arah seberang sana.

Cahaya seterang ini cukup menarik perhatian.

Benda macam apa yang bisa menghasilkan cahaya seperti itu?

Ini!

--Bahaya--

Naluriku kembali berkata akan adanya sebuah bahaya yang mendekat. Ini diperkuat dengan getaran pada tanah kami berpijak. Segera, aku menangkap Ilya dengan menggendongnya pada kedua tanganku. Mungkin pose aku membawanya seperti sehabis menculik seorang tuan putri saja.

Tapi, abaikan pose memalukan ini, karena—

Krataataak ...!

Deretan bongkahan tulang mendadak muncul dari bawah pijakan kami.

'A-apa yang—'

Kerangka tulang belulang ini memunculkan permukaan tajam dan meruncing seperti duri, dan ini terbentuk dengan sangat cepat. Dalam sekejap saja, kerangka itu berubah membesar dan membentuk semacam pilar. Setiap tulang belulang yang tersebar kembali menumbuhkan akar tulang lain yang mengubah daratan di bawah kami menjadi serangkaian taman putih.

Aku kemudian menjadikan batang tulang yang ujungnya kupatahkan sebagai pijakan sementara.

Bersama itu—

"Kalian berdua, larilah!" teriak Dmitry melewati kami sembari berlari dengan melompat-lompati serangkaian kerangka tulang yang menyebar.

Apa!?

Aku menoleh ke belakang dan dibuat terkejut dengan sosok besar berwarna putih yang sedang bergerak berkelok mendekati kami. Makhluk itu memiliki tubuh yang cukup panjang, dan tubuhnya berwarna putih, sepasang matanya memancarkan cahaya pendar merah menyala.

Apa-apaan itu!? Itu tampak menyeramkan!

Lantas, aku melempar Ilya turun dariku dan ikut berlari.

Segera, aku menyusul Dmitry. Sosok itu kini mengejar kami semua, ia bergerak seperti ular, dan kecepatannya setara kuda. Mungkin aku dapat mengimbanginya dengan masuk kembali ke kekuatan Unhumanku.

"Dmitry! Makhluk macam apa itu!?" tanya Ilya sambil berlari dan menoleh belakangnya.

"Hah!? Kenapa kau tidak bertanya langsung dengannya!"

"Hei! Makhluk macam apa kau!?"

"Apa kau bodoh!"

"Tidak!"

"Kutarik kembali! Kau konyol!"

"Kurasa kata itu masih bisa ditoleransi!"

"Larilah sejauh mungkin!"

"Mengapa!?"

"Kita harus segera mencari Viona! Seseorang telah menembakkan suarnya!"

'Suar? Apa yang mereka maksudkan? Apa cahaya itu tadi maksudnya?'

Aku hanya bisa berlari sambil mendengarkan mereka saling mengoceh.

"Akhh!—"

Tiba-tiba sebuah cairan hijau disemburkan seperti gumpalan ludah dari dalam mulut makhluk tadi dan mengincar kami, beruntung cairan itu berhasil kami hindari dengan cekatan. Terlihat cairan itu mengubah objek yang terkena akan mengeras menjadi bongkahan tulang.

Sialan!

Tidak bisa terus begini! Seseorang harus menjatuhkan makhluk itu!

"Aku akan melawannya!"

"Jangan bercanda!" teriak Dmitry mencegahku.

Aku melompat ke depan sembari mengubah posisi tubuhku berpaling arah, aku merentangkan kedua tanganku ke arah lawan selagi membuka seluruh jemari tangan.

"Asmofhet! Berikan aku kekuatanmu!" teriakku dengan lantang.

Seketika ruang antar dimensi meretak, seperti kaca yang akan pecah, itu muncul di seberangku, beberapa jarak dari tempatku berada sekarang. Retakan itu melebar, dan mengoyak ruang di sekitarku, dari celah retakan itu muncul energi hitam yang merangkak keluar dan memperluas dirinya.

Ini seperti sebuah distorsi antar dimensi yang bertabrakan dengan ruang, namun dalam skala terbatas, dan hanya berlaku pada keretakan ruang itu sendiri.

Terlalu sulit bagiku untuk mengartikannya, tapi kekuatan ini tampak berbahaya.

Makhluk itu datang!

Mulutnya yang menganga, memperlihatkan deretan gigi tajam dan runcing. Ia mencoba menerkamku yang menjadi targetnya.

Ini berlangsung dalam sekejap, saat wujud makhluk itu menabrak celah retakan ruang, sekujur wujudnya ikut meretak, kemudian terurai hancur dan melebur menjadi serangkaian debu putih yang beterbaran di udara. Bersama itu, seseorang terhempas keluar dari bagian sisa kepala makhluk tadi dan menabrak tanah dengan kerasnya, ia tergeletak beberapa jarak di depanku.

'Itu ... apakah dia sosok yang mengendalikan makhluk tadi!?'

"A-apa yang—"

"Su-sulit dipercaya!"

Dmitry dan Ilya tampak bingung dengan apa yang baru saja kuperbuat.

Aku sendiri juga tidak menyangkanya! Hebat ... kekuatan macam apa itu tadi!?

Pandanganku tertuju pada orang yang terjatuh tadi, ia tampak menggeliat kesakitan dan mencoba berdiri. Sekujur kulit tubuhnya tampak melepuh, dan dagingnya terkoyak keluar hingga memperlihatkan sebagian bentuk tulang dan organ dalamnya. Bersama itu juga kepulan uap dan asap meluap keluar dari setiap lukanya. Ia meregenerasi dirinya kembali.

Dmitry berjalan maju, mencoba mendatangi musuhnya yang kini terkulai tak berdaya di atas tanah. Baru beberapa langkah kami mendekat, badai petir di langit kembali muncul, detik itu kilatan petir menyambar permukaan dengan cepatnya. Benturan dan gema itu kembali berulang.

"Jangan biarkan dia kabur!" teriak Dmitry.

Saat kami melihat ke depan, sosok yang kulawan sebelumnya datang sembari ia mengangkat tubuh orang tadi. Detik itu juga ia melepaskan pijakannya dan melompat ke udara, menyisakan arus listrik yang menyebar dan gelombang kejut pendek.

"Sial, dia kabur!" Aku merasa kesal karena membiarkan orang itu kembali melarikan diri.

"Kita masih ada masalah lain! Kita tidak punya banyak waktu, cepat cari Viona dan—"

"Tidak perlu repot-repot, karena aku yang telah menembakkan suarnya."

Semua dibuat terkejut dengan kemunculan Viona di depan kami sambil memegang sebuah pistol kecil berselongsong panjang.

"Haahh!? Dari mana ka— tidak ... apa kau tau yang sudah kau lakukan?" Dmitry bersuara dengan nada keras. Ia seperti membentak Viona. Dmitry mengusap wajahnya, ekspresinya berubah serius sekaligus cemas.

"Apa maksudmu? Kenapa ka—"

Ketika itu terdengar dentuman keras menggema yang mengguncang tanah di seluruh tempat ini. Aku mengalihkan pandanganku ke arah sumber suara, dan menyaksikan fenomena mengerikan tengah berlangsung.

Mataku menangkap momen ini.

Langit tampak dilukis dengan warna putih oleh sorotan cahaya yang ditembakkan dari sebuah tempat di seberangku sana.

Saat cahaya putih itu berubah menjadi kepulan awan merah bercampur hitam, gelombang gumpalan asap yang menyebar itu bergerak melahap seluruhnya bagaikan gelombang tsunami.

Di saat ini juga, seluruh bunga dan tanaman dilahap oleh gelombang bara api yang juga mendekat ke arah kami.

"Ya ampun, ledakan itu ... terlalu besar!" Suara Dmitry terdengar lebih cemas, wajahnya berubah pucat pasi. Ini pertama kalinya aku melihat Dmitry yang merasa segelisah ini.

"Semuanya mendekat, aku akan—"

Mendadak Dmitry memuntahkan cipratan darah yang bercucuran dari mulut dan hidungnya, tangan kanannya memegangi dada yang terasa sesak.

"Kau baik-baik saja, Dmitry?" tanya Ilya.

"Jangan khawatirkan aku ...." Dmitry perlahan mengangkat tangan kirinya ke depan wajah, ia melipatkan salah satu jari di antara jemari tangan, lalu berkata, "Teknik Perluasan wilayah, kurungan hampa tanpa batas."

Setelah ia merapal teknik itu, sebuah energi kasat mata bercahaya hijau terbentuk secara cepat di sekeliling Dmitry berpijak dan membuat sebuah kubah sihir pelindung menyelimuti kami semua. Saat itu terjadi, gelombang bara api yang datang bersama gumpalan asap hitam telah berada di depan mata kami semua. Seketika ruang kami berpijak berubah gelap akibat tertutupi kepulan asap tebal yang tengah berlangsung di luar, sehingga menghalangi cahaya dari luar untuk masuk kemari.

Sebuah bara api tiba-tiba memercik, Ilya tampaknya membuat api kecil di telapak tangan kanannya.

"Kau yakin baik-baik saja, Dmitry?" tanya Ilya dengan pelan di sampingnya.

"Tentu saja, kau tahu seberapa kuatnya aku, bukan? Ini bukanlah masalah, lagipula aku ada alasan tersendiri untuk membiarkan ini." Dmitry mengatakannya sambil menekuk sudut mulutnya, ia tersenyum pahit dengan ekspresi yang sedikit dipaksakan.

"Begitu ya, baiklah ...." Ilya merespon dengan pelan.

"Sebenarnya, apa yang terjadi dengan tempat ini?" ucapku menatap mereka semua, kepolosanku terukir di wajah tanpa mengetahui apa yang terjadi.

"Ini bukan waktu yang bagus untuk bercerita, Hanz. Aku akan menjelaskan semua yang terjadi saat kita kembali ke kapal. Maafkan aku menyembunyikan ini dari kalian, tetapi ... sesuatu yang besar sedang terjadi di luar sana," jawab Dmitry dengan nada serius, semuanya menjadi kaku menatapnya.

"Apa ini ada kaitannya dengan itu?" tanya Ilya dengan serius, semua orang menjadi tegang dibuatnya.

"Benar, bertahanlah sampai setibanya kita di kapal nanti." Dmitry lalu menoleh ke arah Viona, "Maaf, Viona. Karena aku telah membentak barusan, maafkan aku ...," sambung Dmitry dengan perasaan bersalah, ia menunduk menatap ke bawah.

"Tidak apa, bukankah sudah kubilang ... aku sudah terbiasa dengan sifat aneh kalian, itu tidak menggangguku sama sekali," sahut Viona tersenyum halus, aku mengira jika dia akan marah tadi.

Viona perlahan mengambil sesuatu dari belakang pundaknya, dan menyodorkan sebuah pedang panjang milik Dmitry yang sempat terjatuh saat ditendang pria listrik tadi.

"Ini ... milikmu, bukan? Aku menemukannya di dekat tempatku terbangun tadi."

Sudut mulut Dmitry terangkat begitu saja setelah melihat pedang miliknya. Dmitry kemudian menerima pedang tadi dengan lembutnya, lalu berkata,

"Viona ... terima kasih!"

Setelah cukup lama kami berdiam diri di dalam kubah sihir ini, gumpalan kepulan asap di luar perlahan memudar seiring hembusan angin kencang nan bertiup.

Cahaya mentari mulai terlihat di tengah keheningan tempat kami berpijak, memutuskan kami semua untuk mencoba keluar.

Dmitry kemudian melepaskan kubah sihir yang melindungi kami. Seketika semua orang memucat dengan tatapan melebar, semua merasa tercengang dan merinding dengan keadaan di luar.

Tanah hijau yang sebelumnya membentang sejauh mata memandang, kini berubah menjadi tanah tandus nan kering dipenuhi abu hitam di permukaannya.