Chereads / UnHuman / Chapter 12 - #11 - Menuju ingatan sebelumnya.

Chapter 12 - #11 - Menuju ingatan sebelumnya.

Dmitry berdiri pada tepian dek kapal, seraya memandangi keindahan lautan biru terbuka yang terhampar di hadapannya. Ia menaruh sikunya ke pagar pembatas, lalu tangan kanannya menyentuh sisi wajahnya. Ekspresinya kali ini terlihat guram, ia memasang pose lesunya seakan tak bersemangat menjalani hari ini.

Beberapa ekor lumba-lumba tampak berenang dan melompat dari arah sisi kapal. Dmitry yang melihat itu, hanya menatap dengan kosong. Ia kemudian menghela napas penuh keluhan.

Sebuah suara berderak datang dari arah pintu kabin. Ilya berjalan keluar dari ruang kabin, selagi dirinya memutar suatu mantel berbulu yang masih dipegangnya. Ia kemudian memasang mantel berbahan kulit itu, dan mengaitkan beberapa kancing menutup pakaiannya.

Ilya menghampiri Dmitry, lalu berhenti ketika sudah berdiri dari belakangnya. Ada dua tiang besar yang terpancang pada kapal layar ini, dan Ilya bersandar pada salah satu tiangnya.

"Terlalu banyak kebetulan aneh yang terjadi di luar rencana, itu isi pikiranmu sekarang bukan, Dmitry?" kata Ilya dengan nada sindiran.

"Huuuh ...." Dmitry menghela napas panjang sambil memejamkan matanya, "Kepekaanmu terhadap sekelilingmu benar-benar mengerikan ya, Ilya!"

"Terimakasih atas pujiannya!"

"Itu bukan pujian sialan!"

"Baik, baik. Dasar tidak suka jujur dengan perasaan sendiri!" Ilya menyengir setelah memberi sindiran itu.

Mereka berdua seperti biasanya, selalu memperdebatkan hal tak berguna.

Tak berselang lama, suara berderak datang dari arah kanan mereka. Pintu ruangan dek yang terhubung ke lantai bawah baru saja terbuka. Viona melangkah keluar dari pintu itu, disusul oleh Hanz.

Dmitry pun berbalik sembari berganti gaya bersandarnya dengan meletakkan kedua sikunya di pembatas kapal dan menunjukkan wajah seriusnya ke arah Hanz. Dmitry kemudian berkata,

"Yoo ... akhirnya kau bangun juga, seperti yang sudah kubilang, aku akan menjelaskan apa yang terjadi! Sekarang, persiapkan diri kalian!"

Menanggapi perkataan itu, Hanz menunjukkan ekspresi tegang sekaligus serius.

"Aah, tentu! Aku sudah siap!" jawab Hanz dengan lantang.

"Tapi."

Dmitry mulai berjalan menghampiri Hanz, lalu berdiri di hadapannya. Ia menunduk seraya menatap mata Hanz secara berhadapan wajah.

"Sebelum itu, aku ingin bertanya. Memihak mana kau setelah ini, Hanz!?" sambung Dmitry dengan nada suara yang terdengar dingin.

Hanz tampak terkejut mendengar pertanyaan itu, hingga membuat pupil matanya melebar.

"Apa maksudmu?"

"Maksudku adalah, setelah ini kau akan memihak mana? Manusia, ataukah, Unhuman?" tanya Dmitry secara serius. Matanya tersorot dingin, dan ia terus memandangi Hanz seolah-olah sedang mengintimidasinya.

Sebenarnya Hanz sedikit mengerti maksud pertanyaan itu. Karena saat ini ia bukanlah lagi manusia. Tapi, Hanz merasa jika jawaban yang diinginkan Dmitry tidaklah sesederhana itu.

Hanz memikirkan maksud yang Dmitry tanyakan tadi dengan sangat serius. Melihat dari gelagatnya, Dmitry seperti mencoba menguji Hanz. Jika Hanz memilih manusia, apa itu egois? Mengingat Ilya yang merupakan seorang Unhuman, dan juga pasti masih ada Unhuman baik di luar sana yang sedang tersesat arah tujuannya.

Jika Hanz memilih Unhuman, ia akan merasa seperti memihak kejahatan dan kebrutalan mereka yang telah merenggut banyak sekali nyawa umat manusia. Terlebih, ini merupakan darah dari makhluk terkutuk, Iblis.

"Aku tidak tahu harus berkata apa untuk ini, tetapi." Setelah bersuara dengan nada gemetar, Hanz mengalihkan pandangannya ke bawah.

"Saat aku terbangun tanpa ingatan akan identitasku, aku ikut melupakan apa yang terjadi dengan dunia luar sana. Aku tidak tahu keadaan kritis dan konflik apa yang sedang dihadapi umat manusia maupun bukan manusia saat ini. Tapi, tidak mungkin aku membiarkannya seperti ini. Salah satu pihak suatu saat akan mengalami kerugian hanya karena perseteruan dan konflik yang berlangsung, membuat pihak kuat memperoleh keuntungan lalu menekan mereka yang sudah tak berdaya. Itu ... tidak adil bukan!? Ketika aku memilih salah satu pihak, maka itu akan membuatku mengabaikan pihak lainnya.

"Aku merasa bagi mereka yang dirugikan, hanya akan menciptakan dendam baru bagi mereka yang ditinggalkan. Seperti yang telah diciptakan mereka yang lebih dahulu memilih sebelum diriku! Aku merasa terlalu egois jika harus memihak seperti ini. Karena itu, bolehkah aku memilih pilihan lain? Aku ingin menyelamatkan keduanya tanpa harus memihak siapapun! Aku berpikir, mungkin saja ada sebuah solusi untuk menghilangkan darah Iblis dari manusia di luar sana, hanya saja selama ini orang-orang sebelum kita tidak pernah mencoba mencari solusi ini! Jadi, aku ingin mencari cara agar bisa menghilangkan kontrak terkutuk yang mengikat jiwa manusia selama ini!"

Hanz meneriakkan kalimat panjang lebar itu secara lantang, ia merasa itu semua harus dikeluarkan sepenuhnya dari kepalanya. Itu agar ia tak menyesali pilihannya dikemudian hari.

Hanz sadar saat ia pertama kali tiba di kota itu, orang-orang di sana telah kehilangan tujuan hidup dan pasrah menanti takdir yang akan menimpa mereka, membuatnya tak bisa membiarkan semua itu berlangsung kembali begitu saja di luar sana.

'Terdengar munafik sekali, bocah!' suara Asmofhet terdengar menggerutu dalam jiwa Hanz setelah mendengar perkataannya.

Suasana tiba-tiba menjadi hening untuk sesaat. Hanz kembali mengangkat wajahnya, dan melihat mereka semua bergeming dengan wajah terkejut.

"Kau ... memang menarik!" sanjung Dmitry. Ia menepuk pundak Hanz beberapa kali, seraya menekuk sudut mulutnya. Senyum tipis terukir pada ekspresi hambar Dmitry.

"H-Hanz ... kau—"

Ilya mendadak menangis tersedu-sedu. Bersamaan itu Viona memberi senyum hangatnya, matanya ikut berbinar kagum setelah mendengar pernyataan Hanz.

Ilya kembali teringat saat diberikan pertanyaan sama oleh Dmitry empat tahun lalu, saat itu Ilya masih sangat polos dan menjawab untuk memihak manusia saja dan berkeinginan membasmi seluruh Unhuman jahat yang serakah dari muka bumi ini.

"Aku merasa ... konyol!" lanjut Ilya terisak-isak menutupi wajahnya.

"A-ah ... sudahlah, aku merasa malu." Wajah Hanz berubah merah padam, kepalanya terasa hangat karena mengingat perkataannya barusan, hingga ia melupakan hawa dingin di luar tempat ini.

"Aku hampir tidak percaya bisa mendengar perkataan itu darinya. Benar-benar mirip sekali denganmu saat kau masih bercita-cita menjadi seorang ksatria," benak Dmitry merasa tersentuh sembari mengingat kenangan masa kecilnya dengan seseorang.

"Baiklah, dengan cara apa dan dari mana aku memulainya, ya? Hmmm," gumam Dmitry seraya ia menyentuh sisi dagunya.

Dmitry pun berbalik lalu berjalan ke tengah dek di antara dua tiang layar yang terpancang dalam kapal ini, ia mengangkat tangan kanannya naik ke depan dada lalu menyilangkan tiga jemari tengah.

"Mendekatlah ke hadapanku kalian semua, lalu tatap mataku," panggil Dmitry kepada mereka bertiga.

Hanz bersama Ilya dan Viona pun melangkah ke hadapannya dan berbaris menghadap Dmitry sambil menatap bola matanya yang tenang itu.

Dmitry lalu memejamkan matanya, dan menarik sebuah napas dalam-dalam. Sesaat kemudian, ia mengangkat kelopak matanya kembali secara perlahan. Sepasang mata milik Dmitry terlihat tampil berbeda. Warnanya tampak sama, namun pupil matanya membentuk suatu corak bergaris yang mengelilingi bagian tengahnya.

"Teknik ruang pikiran."

Setelah Dmitry merapalkan kalimat itu, sebuah cahaya putih terpancar dari bola matanya, dan seketika itu pandangan mereka berubah menjadi situasi serba putih yang buram.

"Kalian akan langsung melihat ke dalam ingatanku di mulai dari sebelas hari sebelumnya." Suara Dmitry berbisik di tengah cahaya terang menyilaukan ini.

...

...

[Pov I - Hanz - ]

Secara tiba-tiba aku sudah berdiri pada suatu tempat berbeda. Kedua sisiku berdiri dinding tanah setinggi dua meter. Langit di atasku terlihat begitu biru. Ini semacam jalan pada galian parit.

Bagaimana aku bisa tiba di sini?

Sebelumnya aku berada di atas kapal mereka.

Terdengar suara bising dan dentuman keras pada suatu tempat. Deretan peluru yang tak jelas dari mana asalnya ini beterbangan dari atas galian parit. Beberapa bayangan samar tampak melintas melewati jalan atas sana.

Tempat apa ini?

Tiba-tiba Dmitry muncul dari ujung jalan, ia berlari dengan sangat terburu-buru ke arahku. Dmitry memegang sebilah pedang panjang pada tangan kanannya, dan ia terlihat bersiap siaga akan pertarungan.

"Dmitry!? Mengapa aku berada di si—"

Aku mencoba berbicara padanya. Saat ia berlari, ia tetap tidak berhenti. Malahan ia mengayunkan senjatanya ke arahku. Saat aku mencoba menangkis serangannya, suara serak seperti jeritan muncul.

Sesuatu yang aneh terjadi. Meski tubuhku ditabrak olehnya, aku tak merasakan apapun. Bahkan tubuhku terlihat transparan di sini. Kulihat kedua telapak tanganku, tapi aku bahkan tak bisa menyentuh apapun yang ada di sini.

Aku kemudian berbalik dan melihat ke arah Dmitry. Ia mengayunkan senjata tadi untuk menyerang sosok monster yang berada di belakangku.

"Dmitry! Apa-apaan ini!?" Aku berteriak pada Dmitry yang berada di hadapanku. Namun ia seakan-akan tak mendengarku.

"Ini adalah teknik ruang pikiranku. Saat ini, kau melihat langsung ke dalam pikiranku, dan menyaksikan semuanya secara langsung." Suara ini muncul entah dari mana. Namun aku yakin kalau suara ini milik Dmitry. Tapi bukan Dmitry yang ada di depanku.

Jadi, Dmitry yang ada di hadapanku sekarang adalah, Dmitry dari sebelas hari lalu. Berarti, seluruh tempat ini adalah suatu kejadian pada sebelas hari sebelumnya.

Aku melihat Dmitry yang ini mengenakan pakaian berbeda. Seragam hitam sebagai dasarnya, dan memakai lapisan mantel pada luaran. Itu semacam setelan komplit. Ada sebuah tali berwarna merah yang terhubung dari bahu kiri, sampai ke bagian sarung pedang pada pinggulnya.

Setelah Dmitry kembali menusukkan ujung pedangnya ke dalam dada kiri monster itu, ia menyeka mata pedangnya dengan jemarinya. Dmitry kembali berlari maju.

Aku akan mengikutinya dari belakang.

Suara samar seperti jeritan dan auman terdengar dari berbagai arah. Aku tak dapat memastikan makhluk apa itu, namun ada kemungkinan itu adalah suara Unhuman. Lalu, tempatku berada sekarang adalah, suatu medan perang.

Tiba-tiba suatu sosok terhempas jatuh dari atas, dan terkapar dengan bagian tubuh masih menggeliat di atas tanah. Dmitry berhenti sejenak saat melihat sosok itu. Tubuhnya terlihat seperti manusia, namun ada banyak tentakel yang keluar dari kulitnya, tampak seperti sebuah serabut.

'Menjijikan.'

Aku merasa geli melihatnya.

Dmitry tanpa ragu menebas bagian leher Unhuman yang tengah sekarat itu. Sesaat kepala makhluk itu terlepas, wujudnya langsung mengering dan perlahan terurai hancur.

"Hmm. Tipe Strayer ... kah?" Dmitry bergumam dengan sorot tatapan mata yang dingin.

Suara derap langkah kaki muncul dari arah depan sana. Seketika kembali datang Unhuman dengan wujud aneh mengerikan. Ia berlari ke arah kami.

Dmitry mengambil satu langkah mundur dengan kaki kirinya, kedua kakinya berada dalam posisi selaras, begitu juga dengan arah pedangnya yang terangkat ke atas.

Suara helaas napas Dmitry terdengar. Begitu pun teriakan dari Unhuman yang mencoba menerkam Dmitry. Sosok itu mengangkat kedua tangannya, dan mulutnya menganga lebar.

Dmitry melancarkan tebasan secara melingkar, dan ayunan tangannya terasa begitu ringan. Detik itu, kepala makhluk tadi terlepas dari tubuhnya. Sisa tubuhnya yang tengah melayang, tercincang rapi menjadi belahan halus. Percikan sisa noda darah makhluk itu mengenai wajah Dmitry.

Dmitry kemudian menyeka wajahnya dengan lengan pakaiannya. Ekspresinya mendadak berubah suram. Tatapan matanya tampak kosong dan penuh duka.

"Maaf, karena aku harus membebaskan penderitaanmu dengan cara seperti ini."

Aku cukup terkejut mendengar pengakuan itu keluar dari mulut Dmitry yang ini.

Dmitry kembali menyeka sisa darah pada pedangnya. Lalu berlari maju menuju suatu tempat yang langitnya dipenuhi kepulan asap tebal.

'Apa itu?'

Dmitry mendadak berhenti di depanku, lantas aku ikut berdiri dari belakangnya.

Aku melihat suatu pemandangan mengerikan di seberang sana. Tumpukan organ dan bagian anggota tubuh yang terputus dari badannya bergelimpangan di atas tanah. Suatu sosok yang mengerikan tampaknya sedang menikmati setiap manusia dari korbannya. Ada lebih satu, tidak, mereka bertiga.

Beberapa dari mereka berbentuk aneh, ada yang hanya berupa kepala berbentuk mulut dengan gigi meruncing. Serta, suatu akar hitam menumbuhi bagian wajahnya.

Makhluk itu tiba-tiba berpaling dan menatap ke arah Dmitry secara bersamaan. Mereka mengeluarkan suara dengusan aneh, dan suara menggeram.

Dmitry menatap ketiga makhluk itu dengan ekspresi guram. Wajahnya berubah lebih kelam dari biasanya, seolah kegelapan menyatu dalam ekspresi kesalnya. Sorot matanya jadi lebih dingin dan tajam, itu adalah tatapan dengan aura membunuh.

Tangan kanannya yang memegang erat pangkal pedang sampai dibuat gemetaran. Tapi, itu bukanlah aura ketakutan, melainkan aura gelap yang siap membantai segalanya.

Aku bahkan dibuat merinding ketika melihat Dmitry berada dalam suasana hati yang seperti ini.

"Kubunuh!"

Suara itu keluar bersama kegelapan yang mendadak muncul dan menyelimuti kami dari atas.

Tanah tempatku berpijak tiba-tiba bergetar, disusul oleh bebatuan kerikil berjatuhan dari arah atas. Saat itu, suatu makhluk melata bergerak dari atas kami. Tubuhnya yang panjang itu masih belum berhenti melintas, hingga membuat tempat kami berada diselimuti bayangan kegelapan.