Dia membuka suara lagi mengatakan minta maaf kepadaku atas kejadian tadi malam, aku tidak berkutik apa-apa hanya menikmati es krim sambil memandang diluar jendela mobil. Sesampainya dirumah aku langsung salim kepada Ayah, Ibu, dan Kakakku. Kemudian langsung masuk ke dalam kamar sambil menikmati es krim tersebut. Darsa menjelaskan semuanya kepada keluargaku atas apa yang terjadi, hari ini kakakku sangat marah kepada Adrian. Dengan lancang sekali berkata padaku ingin kembali lagi seperti dulu, setelah apa yang sudah dia lakukan kepadaku dulu. Disela kakakku marah, dia merasa lega juga karena ada Darsa yang menghalangi Adrian untuk tidak menyentuh tanganku tadi.
"Nak ayo turun ke bawah, kita makan malam," ucap Ibuku sambil masuk ke kamarku.
"Iya Ibu," ujarku.
"Adek baik-baik saja?" tanya Ibuku
"Adek baik-baik saja Ibu," jawabku sambil senyum.
"Alhamdulillah," ucap Ibuku sambil memelukku.
Ibu begitu khawatir padaku, sehingga Ibu memelukku dengan erat. Aku tahu kalau Darsa menceritakan kejadian tadi ke orang tuaku dan kakakku. Selesai makan malam, aku pergi ke taman untuk duduk menikmati angin di malam hari. Aku merasakan seperti ada sesuatu di belakangku, aku langsung berdiri kemudian menghadap ke belakang dan aku hampir mau menendang tapi tidak terjadi. Karena ternyata itu adalah Darsa sambil membawakan cemilan dan susu coklat hangat. Hampir saja aku ingin menendang wajahnya.
"Apa kamu tidak punya urusan lain? Hampir saja wajahmu itu aku tendang," ucapku dengan menatap matanya dengan sinis.
"Maaf, aku hanya ingin menawarkan ini. Kamu mau?" tanya Darsa menawarkan susu coklat hangat
"Tidak perlu," jawabku dengan menolak tawaran dari Darsa.
"Tapi aku akan tetap bawa kesini. Lumayan angin malam begini, minum susu coklat hangat enak banget loh. Sayang banget kalau gak minum, bisa hangatkan badan," ucap Darsa.
"Untuk menghangatkan badan, aku lebih senang minum jahe," ujarku.
"Oke," ucap Darsa sambil meminum susu coklat itu disampingku.
"Untuk hari ini, sebenarnya aku tidak ingin berterima kasih kepadamu. Tapi karena Ibuku mengajarkan kepada kami untuk berterima kasih sama orang yang sudah mau menolong kami ketika kami sedang dalam masalah. Jadi, aku akan berterima kasih padamu," ujarku.
"Uhuk! Uhuk!" Darsa tersedak tiba-tiba setelah aku mengucapkan itu kepadanya.
"Makanya minum pelan-pelan. Kayak bocah aja," ujarku dengan mengerutkan keningku.
"Maaf," ucap Darsa.
"Buat apa minta maaf kamu tidak berbuat salah juga. Aku akan balik ke kamar. Selamat malam," ucapku sambil beranjak dari kursi dan meninggalkan dia sendirian.
"Selamat malam juga," balas Darsa.
Keesokan paginya, aku mendapatkan kabar dari orang tuaku kalau hari ini aku akan menemani orang itu untuk pergi ke salah satu perusahaan. Karena ada hal penting disana yang membuatku sangat bingung, mengapa aku yang harus menemaninya kesana.
Sangat membosankan sekali. Tetapi karena orang tuaku yang meminta aku terpaksa harus menurutinya, jadi aku dan Darsa pergi ke perusahaan tersebut. Sesampainya disana, kami masuk kedalam ruang rapat. Tiba-tiba, seorang wanita lari sambil memeluk Darsa dengan erat. Aku terkejut wanita ini langsung lari dan mendatangi Darsa. Darsa menyebut nama wanita itu, sambil melepaskan pelukan itu dengan ekspresi yang agak sedikit kesal pada wanita itu. Iya, nama wanita itu Ratna.
"Akhirnya kamu datang juga kesini, sayang. Aku merindukanmu," ucap Ratna dengan suara yang genit.
"Lepaskan. Aku datang kesini hanya untuk memberitahu, kalau kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kamu sendiri yang memutuskannya dulu untuk mengakhiri hubungan ini, tapi kamu tetap ingin aku datang kesini dan berharap aku akan kembali kepadamu?. Tidak akan. Jadi jangan ganggu hidupku lagi, urus saja urusanmu sendiri mulai sekarang," ujar Darsa sambil melepas pelukan Ratna
"Kenapa kamu mengatakan hal itu sayang? Aku menyesal putus denganmu, aku mohon maafkan aku sayang," ucap Ratna.
"Tidak perlu meminta maaf. Urusanku disini sudah selesai, aku akan pergi sekarang," ujar Darsa.
"Siapa gadis yang bersama denganmu ini? Apakah dia pacar barumu?" tanya Ratna dengan melirik ke arahku dengan tatapan tidak suka akan kehadiran aku
"Bukan. Dia anak teman Ayahku, dia hanya menemaniku kesini karena aku yang meminta," jawab Darsa.
Darsa langsung meninggalkan Ratna yang masih menangis didalam ruang rapat. Ketika didalam mobil, Darsa melihat ekspresi ku yang sangat kesal. Dia tidak mengerti ada apa denganku. Aku bingung, kenapa cowok seperti dia bisa seenaknya berbicara hal yang begitu menyakitkan hari ini pada wanita tadi.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Darsa
"Jadi kamu kesini, hanya untuk datangi mantan mu dan mengatakan kalau kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Begitu?" tanyaku balik
"Memangnya ada apa?" Darsa kembali bertanya
"Kamu salah besar mengatakan hal seperti itu padanya. Bagaimana bisa, dengan seenaknya kamu mengatakan bahwa tidak ada hubungan apa-apa lagi. Sesama perempuan, aku memahami kondisi wanita tadi siapa yang tidak sakit hati jika laki-laki mengatakan hal seperti itu. Tega sekali kamu," jawabku.
"Mungkin kamu tidak mengetahui semuanya. Karena ada suatu hal yang sangat membuat aku dan dia harus putus pada saat itu. Dia sendiri yang mengatakan, kalau dia ingin putus karena sudah bertunangan dengan pria lain dan meninggalkanku begitu saja tanpa merasa bersalah. Hingga saat pernikahannya batal, dia menghubungiku kembali seperti seolah-olah kami tidak punya masalah sebelumnya. Aku bukan orang yang bodoh dengan balik kepada orang yang sama. Itu sebabnya, aku datang kesini untuk mengatakan kepadanya jangan mengganggu kehidupanku lagi. Aku ingin dia menemukan pria, yang bisa mencintai dia dengan tulus," ucap Darsa.
Darsa seperti menahan air matanya untuk tidak menangis. Aku jadi tidak enak padanya. Tidak seharusnya aku berkata seperti itu.
"Maaf aku tidak tahu, bahwa kamu memiliki masa lalu seperti itu," ujarku.
"Tidak apa-apa. Bagaimana kalau aku traktir minuman di cafe. Suka kopi kan?" tanya Darsa
"Tidak perlu, buat kopi dirumah saja sudah cukup," jawabku.
"Pokoknya aku akan traktir hari ini," bujuk Darsa sambil mengendarai mobil.
"Udah dikasih tahu, masih aja memaksa," balasku dengan cetus.
Dia hanya tertawa kecil karena perkataanku tadi, aneh sekali aku mengoceh tetapi dia hanya tertawa seolah-olah aku membuat lelucon yang bisa membuat dia tertawa padahal aku bukan komedian. Aku dengan tenang menikmati kopi tersebut, sambil memandang diluar. Mengapa Darsa hanya menatapku? Seperti tidak ada hal yang lain untuk dilihat. Apa dia pikir, aku adalah pajangan yang harus dilihat terus menerus.
"Lebih baik habiskan minuman kamu, dari pada melihatku terus. Aku bukan pajangan," ucapku dengan cetus.
"Maaf aku hanya bingung denganmu," ujar Darsa.
"Kenapa?" tanyaku
"Bagaimana bisa gadis seperti mu tidak lagi percaya pada cinta? Sehingga kamu begitu dingin kepada lelaki yang ingin berusaha mendekatimu," jawab Darsa.
"Jawabannya simpel. Kenangan pahit yang masih aku ingat hingga sekarang dan membuatku tidak percaya lagi pada cinta. Menurutku itu hanya membuatku semakin tersakiti jika aku membuka hatiku kembali. Lebih baik seperti ini, hanya sendirian itu sudah cukup bagiku. Kenapa? Apakah itu sangat aneh bagimu?" tanyaku