Chapter 6 - Hujan

"Wah, akhirnya hujan turun juga nek." Ucap Nana pada neneknya setelah mereka selesai merapikan taman di samping rumah.

"Ayo masuk dan segera mandi, nenek mau masak bubur hangat untuk mu." Ujar nenek.

Nana segera melakukan apa yang dikatakan nenek barusan.

***

"Buburnya enak nek, tapi hujan masih saja belum reda." Ucap Nana pada neneknya.

"Ini hujan pertama setelah sekian lama, semoga tanah bisa kembali subur." Balas nenek.

"Apakah ini tanda bahwa gerak semu matahari sudah berakhir nek?" Tanya Nana.

"Kemungkinan, tapi bibi mu yang belajar lebih dalam mengenai hal itu. Dia lebih tahu banyak tentang ilmu kebumian. Meski nenek pensiunan guru geografi, tapi bibi mu lebih muda. Di dunia yang serba dinamis, kau tahu kan bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang mengikuti jaman?" Jawab nenek.

"Baiklah, tapi apa nenek pernah tahu bagaimana hujan bisa tercipta? Maksudku proses detailnya." Tanya Nana lagi.

"Prosesnya panjang sayang. Tapi ngomong-ngomong soal hujan, nenek pernah bermimpi keren tentang hujan. Mau dengar ceritanya?" Jawab nenek kali ini membuat Nana penasaran.

"Wah, mimpi basah? Hahaha" Jawab Nana sambil tertawa.

Nenek hanya bisa nyengir terdiam heran. Bagaimana bisa anak kecil seumurannya sudah tahu hal semacam itu.

"Tahu dari mana kamu tentang itu sayang?" Tanya nenek.

"Nana pernah baca buku disekolah nek, apa ada yang salah?" Tanya Nana balik.

"Owh tidak." Jawab nenek.

"Baiklah, kalau begitu boleh dilanjutkan cerita mimpinya nek?" Tanya Nana yang masih penasaran.

"Nenek pernah bermimpi suatu hari terjadi sebuah hujan." Nenek mulai bercerita.

"Hahaha. Hanya hujan?" Nana tertawa. Kali ini ia hampir menumpahkan semangkuk bubur di atas meja.

"Belum selesai." Ujar nenek.

"Baiklah" Jawab Nana yang masih tertawa geli.

"Hujan yang terjadi karena sebuah keajaiban. Tiba-tiba langit dipenuhi titik-titik air yang bergabung menjadi satu kesatuan yang sangat besar." Lanjut nenek.

"Hahhh! Bagaimana bisa?" Nana terkejut.

"Seluruh air yang ada di awan berkumpul menjadi satu titik karena terbawa oleh angin yang seperti layaknya orang menari. Keajaiban terjadi, satu tetes air raksasa yang tampak gendut dan seram siap menghantam ladang." Ujar nenek.

"Berapa kira-kira berat satu tetes air itu?" Tanya Nana.

"Mungkin sekitar 540.000 ton sayang. Jika ia direbus dalam satu teko raksasa, cukup untuk menyeduh sekitar 2 miliar cangkir teh." Jawab nenek.

Nana menelan ludah, lalu meneguk segelas air.

"Lalu apa yang terjadi?" Bagaimana air itu kemudian jatuh?" Tanya Nana lagi.

"Sebelum menyentuh tanah, tetes raksasa itu bergerak dengan kecepatan hingga 300km per jam, gravitasi mendukungnya. Saat itu juga area dibawahnya menjadi begitu panas karena gesekan udara." Lanjut nenek.

"Sama seperti meteor yang terbakar saat hendak menghantam bumi?" Potong Nana.

"Betul sayang. Namun bedanya, jarak antara tetes air itu dengan tanah sangat dekat, gesekan udara tidak ada waktu untuk bisa membakar habis air itu. Terjadilah sebuah kebakaran yang tak terduga. Namun itu tidak lama, hanya beberapa detik semua api padam ketika air raksasa itu mulai menghantam ladang." Jelas nenek.

"Apa semua ladang jadi rusak?" Potong Nana lagi.

"Hancur berantakan sayang, hampir seperti terkena sunami, bahkan lebih parah." Ujar nenek.

"Tapi apa hal itu bisa terjadi di dunia nyata nek?" Nana mulai takut.

"Haha, itu hanya mimpi. Kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi di dunia nyata sayang. Sebab hujan bisa terjadi karena proses panjang yang sistematik." Jawab nenek.

"Huft, syukurlah." Ujar Nana tenang.

"Lalu bagaimana proses terjadi hujan yang sebenarnya nek?" Nana bertanya lagi.

" Baiklah, biar nenek jelaskan.

"Dengar, yang pertama harus kamu ketahui adalah bahwa hujan air merupakan salah satu dari sebuah fenomena cuaca yang disebut presipitasi." Nenek mulai menjelaskan.

"Presipitasi?" Nana bingung.

"Iya, presipitasi merupakan fenomena dimana segala bentuk air turun ke bumi. Baik itu air hujan, salju, maupun bongkahan es." Jawab nenek.

"Hmm" Nana mengangguk.

"Proses pertama yang terjadi sebelum hujan turun adalah evaporasi. Segala macam air yang menguap ke atmosfer. Air-air itu bisa berasal dari sungai, laut, danau, dedaunan tumbuhan, kemungkinan bisa juga dari keringat mu yang tiba-tiba mengering itu." Jelas nenek.

"Hahaha" Nana tertawa.

"Lalu setelah air-air itu menguap ke atmosfer, mereka mulai mendingin menjadi butiran-butiran tetes kecil. Kemudian butiran-butiran itu bergabung dan terciptalah awan. Proses ini dinamakan kondensasi." Lanjut nenek menjelaskan.

"Berapa lama butiran-butiran tetes kecil itu bertahan di atmosfer nek?" Tanya Nana.

"Rata-rata sekitar 8 hari sayang, sebelum pada akhirnya jatuh lagi ke permukaan bumi." Jawab nenek.

"Akibat dari proses kondensasi, semakin lama awan semakin membesar dan tentu ia semakin berat. Tak lama kemudian, air itu jatuh. Itulah yang disebut hujan." Lanjut nenek menjelaskan.

"Berapa rata-rata kecepatan air hujan turun nek?" Tanya Nana.

"Tergantung wilayahnya sayang. Untuk wilayah yang kering seperti di Antartika, rata-rata kecepatan air hujan turun bisa mencapai 30km per jam." Terang nenek.

"Wah, jauh lebih cepat dari nenek merapikan alat kebun saat mendung tiba. Haha" Ungkap Nana sambil tertawa lagi.

"Hahaha, kali ini kamu benar sayang." Nenek pun ikut tertawa.

Tiba-tiba hujan pun berhenti, nenek pun mengajak Nana untuk keluar dan melihat taman yang baru saja selesai dirapikan sebelum hujan turun tadi.

"Lihatlah disekitar kita! Berkat hujan barusan, tanah kembali basah, tumbuh-tumbuhan kembali segar. Mengagumkan bukan?" Ujar nenek.

"Hmm. Adakah manfaat lain dari turunnya hujan nek?" tanya Nana.

"Ada banyak sayang."

"Selain membuat tanah menjadi subur dan tumbuhan menjadi segar, hujan juga punya manfaat memperbaiki kualitas udara, membersihkan debu-debu.

"Tak hanya itu, air hujan juga menopang persediaan air tanah. Membuat cadangan air tanah baru, bisa kamu bayangkan ada berapa juta spesies cacing yang bahagia saat turun hujan mengingat mereka adalah makhluk yang bernafas menggunakan kulit." Ujar nenek menjawab pertanyaan cucunya.

"Selain itu, hujan juga diyakini dapat dimanfaatkan sebagai obat penghilang stres. Berdiri di bawah hujan selama 10 menit dipercaya mampu membuat seluruh syaraf dan otot menjadi nyaman karena terkena rintiknya yang menyentuh kulit bersifat kejut namun konsisten.

"Satu hal lagi, hujan juga sering dianggap sebuah fenomena cuaca yang disucikan oleh beberapa ajaran spiritual. Suatu fenomena alam yang sering disebut dengan sebuah berkah.

"Dalam ajaran Hindu misalnya, ada Dewa Indra yang diagungkan sebagai Dewa petir dan Dewa Hujan.

"Kalau dalam Mitologi Yunani, ada Dewa Zeus yang dipercaya mengendalikan langit mulai dari cuaca, petir dan hujan. Hujan yang diturunkan memberikan berkah kepada semua mahkluk di bumi.

"Di China, sebagian orang percaya jika hujan turun mendekati hari raya Imlek, maka akan datang keberkahan yang melimpah di tahun Imlek tersebut."

Begitu panjang dan lebar nenek mencoba menjelaskan perihal hujan kepada cucunya. Kali ini Nana terdiam dan tidak lagi bertanya. Ia melangkah mendekati daun pohon cabai yang masih basah, lalu membelai lembut daun tersebut.

"Terima kasih hujan." Ucap Nana dengan nada lembut.