Kring...Kring....
Suara bel berbunyi pertanda saatnya jam istirahat sekolah. Tampak Nana sedang merapikan alat tulis serta beberapa buku, lalu ia mendapati ujung dari pensil miliknya patah. Dengan cekatan dia pun membuka kotak pensil dan mengambil sebuah silet untuk mempertajam kembali pensil yang patah itu.
Hari ke lima masuk sekolah menengah pertama. Kini Nana sudah menginjak kelas 7, tak berasa umurnya pun ikut bertambah. Namun tak ada yang berubah dari sifat dan hobinya, menyukai alam dan menjelajahi lingkungan sekitarnya. Ia terus tumbuh menjadi gadis cantik yang cerdas, tak heran jika ia selalu mendapat peringkat dan nilai yang baik dihampir semua mata pelajaran, kecuali matematika. Namun Nana bukanlah sosok gadis yang mudah bergaul sejak di lingkungan sekolah dasar. Ia lebih dikenal sebagai gadis aneh yang pendiam, di sekolah ia lebih suka berteman dengan buku catatan. Kebiasaan di sekolah dasar itu juga terbawa hingga ia masuk sekolah menengah pertama.
"Aw" Tiba-tiba terdengar jeritan lirih dari mulut gadis cantik itu. Tampaknya Nana tidak sengaja telah melukai jarinya dengan silet yang digunakannya untuk mempertajam pensil itu. Secara spontan ia pun segera memasukan jarinya ke dalam mulut.
"Butuh tissue?" Ucap seorang bocah laki-laki berdiri tepat di samping Nana.
"Terima kasih, Ben" Nana menyambut tissue tersebut dan membalut lukanya dengan hati-hati.
"Kamu mencuri tissue di meja guru?" Tanya Nana masih sambil membalut luka di jarinya.
"Memanfaatkan, bukan mencuri. Lagi pula tidak baik memasukan jari yang terluka ke dalam mulut, ibu ku bilang hal itu bisa membuat luka malah menjadi infeksi." Jawab bocah laki-laki bernama Beni sambil menasehati.
Selama lima hari terakhir Nana menjalani hari-hari di sekolah, tampaknya hanya Beni lah bocah laki-laki yang lebih sering berkomunikasi dengannya. Meski Nana juga berkenalan dengan banyak perempuan seumuran di kelasnya, namun ia hanya menjalin komunikasi seperlunya saja. Lagi-lagi Nana bukanlah sosok gadis periang di kelas, hal yang sangat jauh bertolak belakang saat ia sedang sendiri di kebun belakang rumah atau beraktifitas bersama nenek, paman dan bibi Meng.
"Iya sih. Nenek juga pernah cerita kalau ada jutaan Pevotella hidup didalam mulut yang mana itu adalah bakteri jahat." Ujar Nana.
"Pevotella? Wah, aku baru dengar. Ibu ku hanya bilang ada bakteri, tapi ia tidak pernah memberi tahu namanya. Apa nenekmu yang memberi nama itu?" Tanya Beni dengan polosnya.
"Hmm...Nenek bilang Pevotella adalah sebagian dari jenis mikroba parasit yang hidup di rongga mulut kita. Jumlah dari mikroba yang hidup di rongga mulut itu sangat fantastis, dalam satu Mili air liur bisa terdapat lebih dari 100 juta mikroba, yang artinya akan ada 100 miliar mikroba dalam 1 liter air liur yang kita telan setiap hari." Ujar Nana.
"Uh, sepertinya tubuh kita lebih didominasi oleh mahkluk lain dari pada kita sendiri." Balas Beni sambil sedikit resah.
"Jika sudah tahu tentang hal itu, harusnya kamu tidak memasukan jari ke dalam mulut." Lanjut Beni berujar.
"Seharusnya begitu. Tapi sayangnya jari ku langsung reflek masuk ke mulut saat terjadi luka. Hal yang tidak kusadari, apakah itu wajar Ben?" Jawab Nana sekaligus bertanya
"Sangat wajar sih Na. Gerak reflek." Jawab Beni.
"Gerak reflek?" Tanya Nana.
"Iya, gerak reflek merupakan mekanisme tubuh yang dirancang untuk melindungi diri dari berbagai macam kerusakan jaringan. Prosesnya hampir mirip dengan gerak sadar, meski sama-sama masuk dalam proses sistem saraf, namun gerak reflek dan gerak sadar merupakan dua hal yang berbeda."
"Secara sederhana, jari tanganmu tak sengaja terluka, gerak reflek terjadi karena ada rangsangan atau impuls yang dideteksi oleh reseptor yang ada pada indera kulit. "
"Reseptor?" Potong Nana.
"Iya, reseptor merupakan sisi kecil keajaiban dari indera kita yang paling bertanggung jawab dalam menerima rangsangan baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Kemudian si sisi kecil keajaiban ini mengubah rangsangan itu menjadi impuls saraf."
"Impuls saraf? Apalagi itu?" Nana memotong pembicaraan lagi.
"Impuls saraf merupakan rangsangan atau impuls yang diubah menjadi aliran listrik. Itu terjadi karena adanya perubahan muatan listrik. Impuls ini nantinya akan dialirkan melalui neuron atau sel syaraf.
"Kamu tahu berapa kecepatan impuls saraf mengalir ditubuh kita?" Tanya Beni.
"Hmm..." Nana menggelengkan kepala.
"Normalnya sekitar 50 meter per detik, atau setara dengan 180 km per jam. Sedikit lebih cepat dari motor matic yang digas dengan kecepatan penuh. Tapi kecepatan itu akan meningkat hingga 300 km per jam tergantung dari kondisi tubuh dan semendesak apa pesan yang akan diantar. Tentunya kali ini perbandingannya bukan lagi motor matic, melainkan mobil balap formula 1." Jawab Beni sambil bercanda.
"Haha...Terdengar rumit, tapi aku mulai memahaminya. Bisa kamu beritahu kelanjutannya?" Ujar Nana sambil tertawa.
"Untuk bisa menghasilkan gerak reflek, impuls saraf tadi dialirkan oleh neuron sensorik menuju sistem saraf pusat yang disebut sumsum tulang belakang. Dari sumsum tulang belakang, impuls dibawa oleh neuron motorik menuju efektor." Lanjut Beni menjelaskan.
"Tunggu, tunggu, tunggu...Kenapa ada banyak sekali istilah untuk neuron? Jadi impuls yang diterima tadi tidak dikirim menuju otak melainkan melalui sumsum tulang belakang? Lalu apa itu efektor?" Nana memotong lagi.
"Haha" Beni kali ini tertawa melihat Nana yang begitu serius menyimak. Ia pun tersenyum dan lanjut menjelaskan.
"Betul, itulah kenapa ia disebut gerak reflek. Tidak harus otak yang bekerja. Berbeda dengan gerak sadar yang mana prosesnya harus diolah terlebih dahulu oleh otak.
"Lalu efektor yang kamu tanyakan merupakan sel atau organ yang memberikan tanggapan dari impuls yang dikirim tadi. Bentuknya bisa berupa otot dan kelenjar, lalu gerak reflek kamu mengangkat jari pun terjadi."
"Wah, sesuatu yang rumit tapi kamu memahaminya Ben." Ucap Nana kagum.
"Sebenarnya detailnya sangat banyak, tapi ibu memberi tahu ku garis besarnya saja. Kira-kira seperti yang ku jelaskan. Jika ada yang salah, mungkin aku kurang menyimak atau ada yang terlupakan. Jadi tolong jangan ditelan mentah-mentah penjelasan ku, kamu bisa cari buku anatomi sistem saraf di perpustakaan untuk lebih jelas dan validnya Na." Jawab Beni.
"Betul juga, seandainya kamu berbohong soal kecepatan motor matic pun aku juga tidak tahu kecuali benar-benar sudah memverifikasinya melalui buku maupun jurnal. Haha..." Balas Nana sambil tertawa diikuti Beni yang nyengir sambil menggaruk kepala bagian belakang.
"Owh iya sedikit bonus, ada hal yang menarik tentang impuls atau rangsangan." Ujar Beni melanjutkan obrolan.
"Apa itu?" Sahut Nana penasaran.
"Tadi sudah ku jelaskan kalau impuls atau rangsangan diubah oleh reseptor menjadi impuls listrik yang kemudian dialirkan oleh sel saraf atau neuron menuju sistem saraf pusat.
"Didalam otak kita, ada sekitar 100 miliar sel neuron yang mana jika dipenuhi oleh impuls listrik tadi, cukup untuk menyalakan sebuah bohlam lampu meski dengan daya yang lumayan kecil."
"Dan yang menariknya lagi, jika 100 miliar serabut-serabut sel neuron itu ditarik menjadi tali yang lurus, maka cukup untuk membuat mu bisa memanjat hingga ke luar angkasa. Kau tahu kan bahwa jarak antara bumi dan luar angkasa hanya sekitar 100 km. 100 miliar sel neuron jauh lebih dari kata cukup." Ujar Beni menjelaskan.
"Wah, pergi ke luar angkasa dengan memanjat serabut neuron adalah ide yang bagus. Tapi pernyataan terakhir itu pasti kamu bercanda kan Ben? Tidak ada satu pun manusia yang akan melakukan itu." Balas Nana.
"Hahaha" Beni hanya bisa tertawa mendengar ucapan Nana.
"Apa lukanya sudah baikan? Aku tinggal pergi ke kantin dulu, mau menitip sesuatu?" Lanjut Beni bertanya.
"Hmm, lukanya tidak apa. Boleh, aku titip sepotong es krim rasa susu kacang." Jawab Nana
Beni mengangguk lalu bergegas melangkah..
"Ben.."
"Iya?" Jawab Beni menoleh
" Terima Kasih" Ujar Nana tersenyum.