Harapan.
Darah juang mengalir meresap ke dalam dada.
Saat ini Ribusah terlihat sangat berbeda. Tajam, nampak jelas terlihat perubahan pada warna kedua bola matanya.
Beridiri di titik tertinggi. Mendongak menatap Langit yang sedang berwarna biru cerah itu.
"Ruampulu Ruongu, Vula Alima, Songu Uvalu-Uvalu Tatolu".
"Aku merindukanmu".
"Selamat memperingati Hari Meliharikan IBU!
Hari ini aku berumur Tujuh belas Tahun!"
Dengan tekad yang kukuh, Ribusah memulai langkah.
Melangkah di jalan setapak, Regita pun tersenyum menatap bentangan Sayap mimpi pada pundak Ribusah.
"Tak terasa, Ribusah telah tumbuh Dewasa!".
"Kita telah memasuki Wilayah kerajaan NUNUMBUKU!
Di depan sana ada sebuah Desa. berhati-hatilah!
Jangan sampai ada yang mengetahui identitas kita".
"Ya. Aku mengeti!".
*
Di sebuah Ruangan.
Duduk termangu disebuah kursi.
"Hmm. Ternyata kau disini!".
"Hmmm.
Latihan lagi ya!
Menyebalkan!".
Sabo pun tersenyum melihat wajah kesal Cira.
"Hmm. Ada apa?".-Ucapnya seraya duduk tepat di hadapan Cira.
"Tenanglah!
Hari ini aku takkan menyuruhmu berlatih".
"Benarkah?".
"Ya. Justru aku kemari ingin mengajakmu jalan-jalan".
Cira pun tersenyum gembira.
"Jalan-jalan kemana?".
"Sudah. Kau tak perlu tahu!
Sekarang berkemaslah!".
"Baik!".
"Hari ini ia Berusia Tujuh belas Tahun. Hmm tak terasa ia telah bertumbuh.
Cira maafkankan Paman yang tak bisa melindungi Mereka".
***
Memakai Jubah, mengenakan Toru. Melangkah di antara keramaian penduduk Desa.
"Apakah benar Ribuyah berada di wilayah ini?".
"Dari Informasi terakhir yang kami dapatkan, bahwa ia sedang berada di wilayah ini!".
"Hmm".
Seketika langkahnya terhenti. Menegadah seraya menatap Papan Nama disebuah bangunan.
-BAR-BAR-
Ribusah pun tertegun menatap Regita yang sedang belaku aneh itu.
"Hey. Regita, ada apa?".
"Apakah kau sedang lapar Ribusah?".
Ribusah pun tersenyum seraya tertawa.
"Ya. Sepertinya tebakanmu benar!".
"Hmm. Baiklah kita makan di tempat itu!".
"Ide bagus Regita!".
Duduk di sebuah bangku, tatapan tajam dari seorang lelaki itu terus kearah mereka.
"Sepertinya mereka berdua adalah Orang Asing!".
"Baiklah. Ribusah kau mau makan apa?".-Ucap Regita Seraya Menyodorkan Daftar Menu.
"Tabaro Dange!
Sepertinya sudah lama aku tak menyantapnya!".
Ribusah pun tersenyum.
"Ya. Sepertinya aku juga!
Baiklah, aku juga akan memesannya!".
***
"Apa kalian sudah Siap?".-Ucap Sabo dengan Ekspresi gembira.
"Ya. Kami siap!".
"Baiklah. Berangkaaaat!".
"Jen. Apakah ayahmu memberitahumu kemana kita akan pergi?".-Ucap Lirih Cira
"Aku tak tahu!
Ayah hanya mengatakan bahwa kita akan mengujungi suatu tempat".
"Hmmm. Jangan-jangan Paman menipu kita?
Alansannya pergi jalan-jalan padahal berlatih di suatu tempat.
Dasar menyebalkan".
Jen pun tertawa melihat wajah kesal Cira, Ia pun berkata.
"Sudahlah, kita ikuti saja!
Nanti kita dimarahi lagi!".
"Hmm. Benar-benar Menyebalkan!".
***
-Markas BLACK TENDE-
"Apa kau baik-bail saja?
Aku Sangat merindukanmu!".-Ucap Sando seraya mendekap Sampoana.
"Ya. Aku baik-baik saja!".
"Hmmm. Momi.
Tak terasa kau sudah tumbuh Dewasa!".
"Ya, Kek!".
"Apakah Pande tak ikut dengan kalian?".
"Tidak. Ia sedang Sibuk latihan!".
"Hmm.
Oh iya. Hari ini kau berusia Tujuh belas tahun ya?
Benar kan?".
"Iya. Kakake Benar!".
"Ya. Kekek masih benar-benar ingat. Saat itu Kakek dan ayahmu lah yang mengatar ibumu ke Rungan persalinan Nenek Sampoana".
"Hmm. Jadi begitu?".
"Ya!
Saat itu ayahmu benar-benar takut, sebab kakekmu benar- benar Murka".
"Haha".
** Ingatan Sando
-Di tempat latihan Prajurit-
Tergesa-gesa melangkah seraya menggenggam sebuah cambuk.
"Sun!".
"Ayah!
Ada apa ayah?".
"Dimana Kakakmu?".
"Entahlah. Aku tak melihatnya!
Mungkin di ruangan Paman Sando!".
"Baiklah!".
"Hmm, kayaknya seru nih!
Sepertinya hari ini Kakak dan paman Sando akan mendapatkannya".
Sun pun mengikuti langkah ayahnya yang sedang murka itu.
-LABORATORIUM-
Sanja menemui Ratojeng dan Sando sedang duduk beradu Otot.
"Jadi kau hanya disini?".
Ratojeng pun terkejut.
"Ayah. Ada apa?".
"Ohh. Ngana Doyo!
Ivamo lelenggasa anu ni Pokau ka iko? ("Ohh. Anak nakal!
Mana sudah bunga Telang yang di perintahkan kau?")
"Aduh. Gawat!
Maaf aku lupa!".
Sanja pun melangkah kemudian memukul Ratojeng dengan Cambuk andalanya itu.
"Awww!".
"Ratojeng. Lewat sini!".-Ucap Sando sambil memulai langkah.
"Kabur!".-Ucap Sando seraya menuntun Ratojeng
"Ohh. Totua Doyo. Popea bagia mi!".
(Ohh. Orang tua Gila, tunggu bagiannya kamu!)
Dari balik pintu, Sun pun terbahak menyaksikan kemurkaan Ayahnya itu.
"Heemm. Rasakan itu!".
-
-Di istana Kerajaan-
"Bertahanlah Sayang!".-Ucap Ratojeng seraya mengusap kepala Sang Istri.
"Ratojeng. Sepertinya Ia akan segera bersalin. Cepat kita bawa ke Ruang Persalinan Sampoana!".
"Ya Paman, Cepat!
Sebelum ayah datang!".
Dengan tangkas, Sando dan Ratojeng mendorong kereta pasien itu.
-RUANG BERSALIN-
Duduk Gelisah di bangku tepat depan Ruangan.
"Ratojeng tenanglah!
Semua akan baik-baik saja!".
"Aku tak takut dengan persalinan itu! Tapi Cambuk Ayah, Paman!".
Sando pun terkekeh.
"Hahaha. Oh Iya ya!".
--
Mereka semua pun tertawa mendengar cerita kisah itu.
"Ternyata Seperti itu ceritanya!".
"Ya. Coba tanyakan ayahmu!".
Lanjut Momi terkekeh.
"Dasar!
Kalian masih sempat tertawa. Apakah kalian lupa?
Saat ini Ratojeng Sialan itu telah menerima tawaran kerja Sama dari Babon".-Gerutu Sampoana.
"Hmmm. Tenanglah!
Kita akan memikirkan caranya!
Sun, apa Rencanamu?".
Sando pun menepuk pundak Sun.
"Tujuh belas Tahun!
Tak terasa kejadian itu sudah cukup lama.
Berisaplah!
Kita akan menghalangi rencana mereka!".
***
Setelah melewati beberapa lokasi 'BARAKO' akhirnya mereka tiba disuatu tempat.
Setekitika mereka tertegun.
"Sungguh menakjubkan!
Apakah ini adalah air terjun SITABO yang terkenal memukau itu?".-Ucap Saba.
"Benar!".-Sahut Bobo seraya manautkan tangan di dada.
Lanjut Bobo berkata.
"Tempat ini sungguh Indah!
Banyak kenangan yang tersimpan.
Terakhir aku mengunjunginya bersama Ayah!
Tujuh Belas Tahun!
Waktu kecil aku sering kesini menikuti ayah berburu atau cuma sekedar Tamasaya".
"Ya. Benar-benar memukau!".-Ucap Rata dan Evu serentak.
***
-Kerajaan NUNUMBUKU-
Di tepi lautan. Duduk seraya menatap burung camar sedang menari di atas lautan.
"Indah!".-Ucap Cira dan Jen serentak.
"Tujuh belas Tahun!
Hari itu dimana mereka semua terbunuh di tempat ini!".
Seketika senyum di wajah mereka meredup mendengar ucapan itu.
*** Ingatan Sabo
"Sabo. Aku sangat senang melihatmu!".
"Kakak. Aku tak menyangka bahwa kau benar-benar masih hidup.
Ketahuilah. Saat ini ayah masih terus mencarimu!".
"Maafkan aku!".
Sabo pun terharu dan mendekapnya.
"Apakah selama ini kakak baik-baik saja?".
"Ya. Aku baik-bail saja!
Sabo. Apakah ia adalah isrtrimu?".
"Hmmm. Ya!
Dey, Kenal kan dia adalah Ival.
Ia adalah Kakak yang selalu aku ceritakan Padamu".
Dey pun tersenyum Ramah.
"Aku Dey.
Salam kenal ya Kak Ival".
"Ya. salam kenal kembali!
Oh iya. Apakah kalian sedang buru-buru?".
"Tidak. Kami baru saja selesai menjalankan Misi. Mengantar beberapa pasokan makanan di desa ini".
"Hmm. Baiklah!
Rumah ku tak jauh dari sini, jika kalian berkenan, mampirlah".
-
Di sebuah Gubuk kecil.
Duduk di lantai sambil menatap keadaan.
"Kakak!".
"Oh iya. Kenalkan dia adalah Jum. Istriku!".
"Aku Jum!".
Jum pun terkejut melihat Sabo.
"Pangeran Sabo ya?".
Jum pun menundukan Kepala melakukan penghormatan.
"Benar, Aku Sabo.
Ini adalah Dey, Istriku!".
Tak usah menundukan kepala seperti itu, kami juga manusia kok!".-Ucap Sabo.
"Sabo pun terkejut mendengar Suara tangisan Bayi yang bersumber dari Sebuah Ruangan yang tepat dihadapannya.
"Hmmm. Kakak. Apakah itu adalah anak mu?".
"Ya!
Jum baru saja melahirkan!".
"Wah. Bolehkah aku melihatnya?".
"Hmm. Masuklah!".
Dalam batin Jum terselip tanya.
"Kakak? Apa maksudnya?".
"Hmm. Ponakanku benar-benar Cantik ya!
Hmm. Kakak Siapa namanya?".
"Cira!".
"Cira?
Hmm. Nama yang bagus!".
"Sabo. Apakah kah kalian sudah anak juga?".
"Ya. Aku punya Seorang Putra. Namanya Jen!".
"Apakah kalian membawanya?".
"Tidak. Ia sedang di istana bersama Ayah.
Jum. Ketahuilah, Ival Adalah Kakakku!
Setelah kejadian itu Ival tak pernah kembali.
Daei informasi terakhir yang kami dengar, Ival tenggelam di lautan itu.
Hingga kini ayah terus mencarinya. Ayah benar-benar yakin bahwa saat ini Ival masih hidup.
Tujuh belas tahun telah berlalu!
Aku benar-benar tak percaya akan bertemu kakak di tempat ini. Sebenarnya saat itu apa yang terjadi dengan Kakak?".
"Saat itu kakak mengikuti Ayah mengunjungi Desa ini.
Tiba-tiba kami di hadang Oleh sekelompok Orang misterius mengenakan Topeng Berjubah Biru.
Saat kami berlalari, kearah tepi bukit, Kakak pun terjatuh kelautan itu dan tenggelam.
Untung saja Kakak diselamatkan olah Kakeknya Jum".
"Jadi seperti itu!".
"Ya. Selema ini kakek tinggal bersama mereka, dan di jodohkan deh dengan Jum".
"Hmm. Begitu ya!
Ayah benar-benar sangat merindukanmu.
Kakak, besok kami akan kembali ke Istana. Ikutlah bersama kami!".
"Maaf Sabo. Kakak tak bisa!".
"Kakak aku mohon!
Saat ini ayah sudah sakit-sakitan karena terus memikirkanmu. Kembalilah dan Tengoklah Ia!
Ayah pasti sangat bahagia melihatmu. Setelah itu jika kakak memilih kembali kesini tak masalah".
Ival pun sejenak terdiam.
"Kakak. Aku mohon padumu!".
"Hmm. Baiklah!".
"Terima kasih kak!".
Sabo pun mendekapnya.