-Markas KUNEON-
-Laboratorium-
"Apakah lukaku sudah pulih?".-Ucap Evu yang sedang terbaring di Ranjang Oprasi.
"Ya. Dari hasil pemeriksaanya, lukamu sudah membaik!".-Terang Regita.
"Ceritakan paduku, apa sebenarnya yang terjadi!".
"Saat kami kabur dari serangan Ojo dan Kolo, di jalan tiba-tiba Alex dan Beberapa Anggotanya Menghadang kami. Ia berkata bahwa Pawata adalah bagian Dari rencana Dwi Murti!
Kami pun bertarung. Pawata menyuruhku pergi Saat ia terkena Sabetan Pedang milik Alex.
Kemudian ia terjatuh Ke jurang itu".-Terang Evu.
"Ini pasti kerjaan Ojo!".-Ucap Regita dalam hati.
"Bersiaplah! Kita akan pergi mencarinya!".
"Baik!".
***
File Survive terbuka. Melangkah seraya mengamati sekitar.
Saat Ribusah menempatkan langkah, tiba-tiba terdengar suara jejak di balik semak.
Naluri Siaga, telinga terpasang, balati digenggam. Melangkah mendekati sumber suara.
"Ternyata kalian!".
Seketika Ribusah membatin.
Prinsip dan pesan Ibunya pun menghentikan langkah-nya.
"Tak ada satu pun manusia di dunia ini yang berhak menghilangkan Nyawa!".
Berdiri ayal.
Rasa lapar terus menggoda, naik mengerogoti sebagian kepala.
Setelah lama menimbang, akhirnya Ribusah memutuskan membunuh salah Seekor Rusa itu.
"Maafkan Aku!".
Ribusah mengabil keempat paha Rusa itu.
"Sepertinya ini sudah Cukup!".
Kembali ke tumpukan kayu, Ribusah pun tak lagi menemukan Kacong.
"Kemana dia?".
Setelah bebarapa waktu Ribusah menunggu, Kacong pun datang.
"Darimana saja kau?".
"Lihatlah Ribusah, malam ini kita akan makan besar!".
Kacong sangat gembira seraya menyodorkan Dua Ekor Ikan berukuran Besar pada Ribusah.
Ribusah pun terdiam.
"Hah? Itu kaki apa?".
Kacong pun terkejut melihat Empat kaki Rusa yang sedang berada digenggaman Ribusah.
"Kaki Rusa!
Ini, peganglah dan bawa kembali ke Gua, biar aku yang membawa kayu ini!".-Ucap Ribusah dengan Nada datar.
Duduk melamun sambil menatap Api Unggun.
Sedari tadi Ribusah hanya terdiam. Saat ini Pertanyaan lalu terus bergelantungan sudut pikirannya.
"Ada apa denganmu?
Apa kau baik-baik saja?".
Ribusah pun hanya membisu sembari menatap Api.
"Hmmm. Apa pendapatmu tentang diriku yang telah membunuh seekor Rusa ini?".
"Mengapa kau bertanya seperti itu? Apa kau merasa bersalah atas apa yang telah kau lakukan?".
"Ya, Tentu saja!
Aku tak habis pikir!
Apakah semua hewan diciptakan hanya sebatas jadi konsumsi manusia?
Saat ini aku sangat terganggu sebagai manusia yang telah di karuniai perasaan dan pikiran
Aku tahu hidup adalah pilihan!
Tentu saat itu aku punya pilihan untuk tidak membunuhnya!".
Kacong pun terdiam seraya menundukan kepala.
Lanjut Ribusah berkata.
"Selama aku hidup di belantara, begitu banyak anak hewan yang kutemui mati kelaparan!
Bukan karena mereka diam tak mencari makan, tapi mereka mati karena induknya dibunuh oleh kita "Manusia".
Aku pun bertanya-tanya, Hati dan Pikiran apa yang kita punya hingga kita sampai tega melakukannya!".
"Hmm. Apa yang kau ucapkan benar!
Aku pun terlarang untuk menghilangkan nyawa!
Namun terlepas dari keyakinan itu. Alamiah, ada suatu kondisi yang mendorong manusia memilih melakukan hal demikian!
Bolehkah ku pinjam belatimu?-Ucap kacong yang sedang memegang sebatang kayu.
Saat Ribusah mengulurkannya, tiba-tiba tangannya terhenti dan menarik kembali belatinya. Ribusah pun menatapnya penuh makna.
"Hari dan Pikiran!".-Ucap Ribusah seraya menyodorkan kembali belatinya.
"Ya, benar!
Timbangan yang paling bijaksana!
Hal yang terpenting untuk dimiliki setiap manusia!
Jika semua memiliki perasaan yang tajam dan Objektif dalam melihat masalah, aku yakin semua itu takkan terjadi!".-Ucap Kacong yang sedang meruncingkan sebatang kayu.
***
-Wilayah Semenanjung Selatan-
Perang sedang berlangsung, ratusan prajurit terkapar diatas genangan Darah.
Asap kematian, membawa pesan pada Galara-galara sejati.
***
"Pawata. Akhirnya kau Siuman!".
Pawata terkejut melihat wajah lelaki yang telah menolongnya itu.
Pawata benar-benar tak menyangka bahwa selama ini ia masih hidup.
-Markas BLACK TENDE-
"Apakah Bobo belum Kembali?".
"Ya!".
"Apakah ia memberitahu kalian ia akan kemana?".
"Tidak!".
"Baiklah. Saat ini, wilayah Semenajung Selatan sedang terjadi perang!
Kento, Paksi. Pergilah, amati keadaan!".
"Baik!".
***
Memakai jubah Hitam, mengenakan Topeng.
"Coba kalian lihat jejaknya!
Seperinya Ia memasuki belantara!".-Ucap Evu seraya mengamati sebuah jejak.
"Ya. Baiklah, Kita berpencar!
Bobo pergi ke arah selatan.
Evu kau ke utara.
Rata ke arah barat.
Biar aku yang ke arah timur!".-Ucap Saba seraya menghunuskan pedangnya.
***
-Wilayah Semenanjung Selatan-
Berdiri di sebuah Bukit seraya mengamati pertarungan Antara Alex Dan Dwi Murti.
"Sepertinya Dwi Murti unggul dalam pertarungan ini!".-Ucap salah Seorang lelaki yang berjubah kuning itu.
Di antara Tumpukan mayat, berdiri mengenggam pedang dengan Nafas terengah-engah.
Mengamati pergerakan.
Dwi pun melangkah.
Dwi Murti pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang Alex dengan Sebuah gerakan Cepat.
"Ahhh....".-Jerit Alex.
Dwi murti berhasil mengenainya.
Serangan telak itu membuat Alex Terpelanting.
Alex pun terkapar dan memuntahkan Darah.
"Sial! Gerakannya sangat Cepat!".
"Hmm Bangunlah Alex!
Apakah kau menyerah?".
Alex berupaya bangkit, namun selururuh tubuhnya terasa berat akibat terkena serangan itu.
Melihat Alex yang sudah tak mampu berdiri, Dwi Murti pun melangkah mendekatinya.
"Bukankah kau sudah ku peringatkan?".
Dwi Murti manaruh pedangnya di leher Alex.
"Apa kau punya Pesan terakhir?".
Saat Dwi Murti mengayunkan pedangnya tiba-tiba sebuah pedang melaju kearahnya membuat pedang Dwi murti terpental.
"Sialan!".
Dwi murti Sangat berang menatap Dua Lelaki itu.
"Siapa Kau?".
Tak ada kata. Dua Sosok lelaki berjubah Kuning itu berlari kearahnya kemudian melompat menendang Dada Dwi Murti.
"Sialan!
Mau main-main denganku ya?
Baiklah!".
Dwi Murti berlari membalas serangan.
Karena Kecepatannya tak bisa di imbangi, Dwi murti berhasil memukul wajah salah seorang lelaki itu dan membuatnya terpelanting jauh.
Satu lelaki lainnya memanfaatkan kelengahan Dwi murti.
Sebuah serangan dengan tebasan pedang.
"Rasakan!".
Lelaki itu pun terkejut saat melihat pedangnya berdentum karena tangkisan pedang Milik Kolo.
"Apa kau Baik-baik saja?".
"Ya!".
Kolo memberikan pedang milik Dwi murti.
"Kolo, Apa kau kenal mereka?".
"Aku tak mengenalnya!".
"Sial".
Bangkit Kembali menggenggam erat pedang.
Dua lelaki itu pun kembali berdiri bersama.
Tak memberi kesempatan pada dua lelaki berjubah biru itu, Kolo Pun berlari seraya menyabetkan pedangnya.
Serangan Kolo dapat di hindari dengan mudah, mereka mengambil kesempatan itu dan memberi serangan balasan kepada Kolo dengan menebaskan pedang secara bersamaan.
"Mereka benar-benar Kuat!".
Kolo merunduk menghindari dua pedang yang melaju kearahnya.
"Hah? Tanda Itu!".
Kolo benar-benar terkejut melihat Sebuah tanda berwarna Kuning di dahi salah satu lelaki itu.
"Sepertinya mereka anak buah Gora!".-Ucap Kolo dalam Hati.
Kolo pun kembali ke sisi Dwi Murti.
"Ada apa?"
"Berhati-hatilah!
Sepertinya mereka berdua adalah anak buah Gora!".
Ojo dan pun datang bersama Ribuyah.
"Bagaima Ojo. apakah Fudin sudah kalian kalahkan?".
"Ya. Aku tak menyangka bocah ini Cukup tangguh juga!".-Jawab Ojo.
"Bagus!".-Ucap Dwi murti seraya tersenyum.
"Siapa Mereka?".-Tanya Ojo seraya menatap Dua lelaki yang berjubah Kuning itu.
"Aku tak tahu pasti. Sepertinya mereka anggota Kelompok KALIKIT".-Suhut Kolo
"Ribuyah, ikuti Aku!".
"Berhati-hatilah!".-Ucap Kolo.
Ojo dan Ribuyah pun menghunuskan Pedangnya bersamaan.
Mendongkak mengenggam pedang kearah dua lelaki itu.
**
"Tumbuhan itu hanya ada di wilayah Utara.
Sekarang Istrahatlah!
Karena Besok perjalanan kita cukup panjang!".-Ucap Ribusah seraya memadamkan Api Unggun.