Terjaga. Mentap langit-langit Gua yang telihat sedikit temaram.
Di samping kobaran Api unggun.
Kacong terdiam menatap Ribusah dengan keheranan yang sedang duduk besilah seraya mengangkat Kedua tangannya.
"Hmm. Ternyata kau sudah bangun!".
"Ya. Apa yang kau lakukan tadi?
Apakah itu sebuah Ritual?".
"Hmmm. Itu bukan Ritual!
Itu adalah sebuah cara dalam keyakinanku untuk Berdoa kepada Pemilik Alam Semesta!".
"Hmm. Pemilik semesta ya?
Apakah kau percaya tuhan benar-benar ada?".-Ucap Kacong Seraya bangkit.
"Ya. Bagiku Tuhan itu ada!
Kausa Prima!
Jika kau ingin mencarinya gunakan Hatimu dan lihatlah sekelilingmu, pasti kau akan menemuinya!".
Kacong pun membisu.
"Sebentar lagi Fajar tiba.
Berkemaslah!
Kita akan pergi!".-Titah Ribusah kemudian melangkah.
***
-Wilayah Semenanjung Selatan-
Hamparan tanah saat ini telah menjadi lautan Darah.
Asap kematian menyebar jauh, pergi seraya memaki Ulah para manusia.
Dengan sebuah serangan kecapatan, Ribuyah berhasil melukai Dua sekaligus lelaki berjubah kuning itu.
Melihat kejadian itu, Dwi murti dan Kolo tersenyum.
"Ternyata kau telah menguasai Jurus itu ya!".-Ucap Kolo dalam hati.
Nafas terengah engah, Bertekuk seraya memengang luka di Perutnya.
"Tonggu. Bocah bertopeng itu benar-benar tangguh!".
"Ya. Siapa sebenarnya dia?".
"Baiklah. Tonggu kita mundur!".
Dua lelaki itu pun memutuskan melarikan Diri.
"Ribuyah. Biarkan mereka pergi!".-Ucap Ojo yang coba mencekalnya.
Perang telah berakhir.
Berdiri seraya tersenyum.
"Wilayah ini sekarang milik kita!".
Ucap Dwi murti kemudian tertawa.
*
Di sebuah jalan setapak.
Berlumur darah, Fudin menatih Alex yang tengah Terluka parah.
"Bertahanlah!
Sebantar lagi kita akan Sampai di Kerajaan!".
***
-Belantara-
Melangkah, menyelusuri jalan Setapak di antara Pohon-pohon perkasa.
"Ribusah, Boleh kah kita istrahat sejenak?".
"Sebentar lagi kita akan Sampai di sungai!
Berdirilah, sekalian kita istaraht dan berkemah disana!".-Ucap Ribusah seraya melanjutkan langkah.
"Hmmm!".
-
Diselimuti halimun, dinginnya belantara terasa menembus tulang-tulang.
"Kamu mau kemana?".
"Aku akan pergi mencari kayu api!".
"Hmmm, tidak. Kali ini giliranku!".-Sahut kacong kemudian pergi.
"Hmm. Baiklah!".
Kayu telah terkumpul.
Menghela Nafas seraya menatap Langit.
"Akhirnya!".
Saat kacong menaruh kepunggungnya, tiba-tiba ia terkesiap mendengar suara dabam di balik semak.
Seketika susana menjadi mencekam, dalam benaknya, setiap langkah maju di belantara adalah langkah yang mengantarkannya kejurang kematian.
Kacong pun menghunuskan pedangnya.
Tajam mata, perlahan kacong meletakan kembali ikatan kayu itu ke tanah dengan begitu hati-hati.
Jejak langkah terdengar di atas ranting dan dedaunan.
Mengatur nafas, menajamkan pendengaran.
Kacong pun melangkah dengan penuh siaga.
Tak terduga, serangan tiba-tiba datang dari arah belakang.
"Ahhh"-Ucap Kacong seraya mencabut tombak yang mengenai punggungnya.
"Ahh. Sial!".
Berdiri di antara pepohonan.
Kacong pun terkejut melihat kehadiran sesosok lelaki berjubah Hitam itu.
"Siapa kau?".
Tak ada jawaban.
"Sepertinya ia adalah Galara yang di tugaskan untuk membunuhku!
Baiklah!".
Tanpa kata. Lelaki berjubah itu pun berlari menyerang Kacong dengan sebuah sabetan pedang.
Kacong pun berhasil menghindari serangan itu.
Tanpa jeda, lelaki itu pun terus memberi serangan.
Menangkis kemudian menyerang. Kacong pun memancing lelaki itu ke suatu tempat.
"Di tempat ini kita lebih leluasa!".
Di tempat yang sedikit terbuka, mereka bertarung mengeluarkan seluruh kemampuan berpedang.
Nafas terengah-engah, dentang pedang memecahkan heningnya suasana malam belantara.
Setelah mencoba beberapa kali serangan, akhirnya lelaki itu pun berhasil mengenai Kacong.
"Sial. Dia benar-benar tangguh!".-Ucap kacong dalam hati.
Sempat menciut melihat ketangguhan lelaki itu, kacong pun memilih bertahan.
Kembali menyerang, menangkis serangan demi serangan.
"Sepertinya Pedangnya beracun!".
Perlahan tatapan Kacong menjadi samar.
Karena sadar dengan kondisinya.
Kacong pun memutuskan untuk melarikan diri.
Tak semudah rencana. lelaki itu berhasil mencegat langkahnya.
Menghela nafas panjang, berdiri menatap tajam dari dua sisi yang berlawanan.
"Tak ada pilihan!
Baiklah!".-Ucap kacong berdiri dengan sisa tenaga.
Tiba-tiba pedang milik Kacong memancarkan Cahaya berwarna hijau.
Berlari kemudian mengayunkan pedang dengan sisa kekuatan.
"Ahhh!".-Jerit lelaki itu.
Serangan terakhir Kacong berhasil mengenai perut lelaki itu.
Bersimbah darah, bertekuk sambil memegang luka di perutnya.
"Siapa dirimu sebenarnya?".
Tak ada kata, lelaki itu pun jatuh tersungkur.
Penuh emosi. Kacong pun bertekuk seraya berteriak.
"Yaaaaaaa!".
"Bertarung dan saling membunuh.
Dipaksa melakukan sesuatu yang tak kita inginkan adalah sebuah tanda kerapuhan".
Dalam langkahnya Kacong di siksa oleh Rasa takut dan bersalah.
"Apa aku yang membunuhnya?
Maafkan aku!
Aku tak punya pilihan!"
Di tepi sungai. Kacong menemukan Ribusah sedang duduk mengasah belati.
Ribusah pun terkejut melihat Kacong yang terseok dan bersimbah darah.
"Apa yang terjadi denganmu?"
Tanpa kata, Kacong pun jatuh dan tak sadarkan diri.
*
Ribusah pun meraup air dan membasuh wajah lelaki itu.
Ribusah menatap Pedang yang terikat di pinggang lelaki itu dan menghunuskannya.
"Ayah Aku berjanji!".
Akhirnya Kacong pun Siuman.
Duduk seraya menatap jasad lelaki itu.
"Akhirnya kau siuman!
Tenanglah! Lukamu sudah ku obati!".
"Terima kasih!".
"Ceritakan padaku!
Sebenarnya apa yang terjadi?".
"Ribusah aku telah membunuhnya!".-Ucap Kacong dengan gemetar.
Seketika Rasa traumanya kembali merasuki-nya.
"Kacong, tenangkan dirimu!".
Kacong pun mulai sedikit tenang.
"Saat aku mencari kayu, tiba-tiba lelaki ini menyerangku!
Saat itu tak ada pilihan selain bertarung!
Aku tak tahu apa yang dia inginkan dariku!
Sepertinya Ia adalah seorang Galara Kerajaan Vonggi yang di tugaskan untuk membunuhku!
Syukurlah kau membawa jasad lelaki.
Apakah kau mengenalnya?".
Ribusah pun terdiam mentap kobaran Api unggun.
Berdiri menarik nafas dalam, kemudian berkata.
"Ya! Aku mengenal-nya!
Ia adalah..".
Tiba-tiba sebuah pisau melesit laju kearah Ribusah.
Dengan sebuah gerakan Cepat, Ribusah menghunuskan pedangnya dan menangkisnya.
Tiga Sosok lelaki memakai jubah berwarna hitam.
Langkah mereka terhenti di antara Kobaran api unggun itu.
Melihat Tiga sosok lelaki itu, Kacong pun bangkit seraya menghunuskan pedangnya.
Belum sempat terhunus, Ribusah mencegahnya dengan memberi sebuah isyarat dengan membentangkan tangan kirinya.
"Tenanglah!".-Ucap Ribusah seraya menyarungkan kembali pedangnya.
Tiga sosok itu pun kembali melangkah.
Jarak mereka samakin dekat.
Siaga, seraya berkata.
"Jangan halangi aku Ribusah!".
Ketika melewati kobaran Api, sepintas Ribusah melihat wajah samar mereka.
"Siapa kalian?".-Ucap Ribusah.
"Tak ada kata. Tiga lelaki itu terus melangkah.
"Saba, Rata, Evu!
Apakah itu kalian?".-Ucap Ribusah.
Mendengar Ucapan itu, akhirnya langkah mereka pun terhenti.
"Ribusah?".
"Apakah itu kau Ribusah?".-Ucap lelaki yang berdiri di tengah.
"SONGU".
Mendengar Sandi yang di ucapkan Ribusah, mereka pun tersenyum.
Kerinduan yang mendalam membuat langkah maju.
Mereka pun mendekap Ribusah.
"Kami tak menyangka akan bertemu kembali denganmu!".-Ucap Saba.
Lanjut Rata berkata.
"Ya. Sudah lama kami mencarimu!".
Evu pun melepaskan dekapannya.
Kemudian menatap tajam kearah Kacong.
"Ribusah. Siapa dia?
Apakah dia temanmu?".
"Ya!
Saba!
Jelaskan padaku apa maksud dari semua ini?".
Tak ada jawab, seketika Evu menghunuskan pedangnya kemudian menyerang Kacong.
Dengan posisi siaga, Kacong pun berhasil menangkis serangan itu.
Serentak. Mereka semua pun terkejut melihat pedang milik Kacong yang mengelurkan Cahaya Hijau.
"Hah GUMA Vungakodi?".
Begitu pun dengan Kacong.
"GUMA Sigavu?
Aku tak menyangka, ternyata selama ini dia yang memegang Guma itu!
Siapa sebenarnya dia?".
Kacong pun Kagum melihat pedang milik Evu yang mengeluarkan Cahaya Biru.