"Yaaaaaaa!".
"Suara Siapa itu?".
Ribusah pun terkejut kemudian berlari ke arah sumber suara itu.
Dari kejauhan, ia melihat seorang lelaki sedang menagis terisak-isak, berdiri menatapĀ seseorang yang sedang telentang ditanah
"Apa yang sedang terjadi?".
Ribusah pun mendekat, seraya berkata.
"Apa yang sedang terjadi?".
Lelaki itu tak menghiraukan kehadiran Ribusah.
Terlus melangkah, Jarak mereka pun semakin dekat.
Berlumur darah, Ribusah terkejut melihat kondisi wanita itu.
"Apa yang terjadi dengannya?".
Tanpa sadar tubuh Ribusah tergerak sendirinya spontan memeriksa kondisi wanita itu.
"Percuma!
Ia sudah tewas!".
mendengar ucapan lelaki itu, Ribusah pun berdiri seraya berkata.
"Siapa yang telah melakukannya?
Apakah kau?".-Tandas Ribusah.
Ribusah pun menghunuskan belatinya.
Melihat Sikap Ribusah, lelaki itu pun tersenyum benci.
"Ternyata semua manusia sama! Mereka menyimpulkan sesuatu hanya berdasarkan Prasangka dan apa yang mereka lihat!
Mana mungkin aku yang melakukannya!
Ketahuilah, dia adalah adikku!".
Mendengar penjelasan lelaki itu, seketika belati yang digenggam Ribusah melemah.
"Maafkan aku!
Aku tak tahu kalau dia adalah adikmu!".
"Tak mengapa!
sebenarnya siapa dirimu?".- Ucap lelaki itu sambil menatap setiap sisi Ribusah.
"Aku adalah penghuni Belantara ini!
Sebenarnya, apa yang terjadi dengan kalian?".
Lelaki itu pun terus menatap Ribusah dengan cara yang tak biasa.
Dengan penuh keraguan akhirnya lelaki itu mengatakan kejadian yang sebenarnya.
"Semalam Kerajaan Vonggi menyerang kerajaan kami!
Namanya Njodi!
Saat pertarungan kami berpisah.
Aku memimpin sebuah pasukan, sementara Njodi bertarung di Garis depan.
Saat perang berkecamuk, aku menemukan Njodi sudah terkapar.
Aku pun menyelamatkannya dan membawanya ke tempat ini.
"Biadab kau Dwi Murti!".-Ucap Ribusah dalam hati.
"Mengapa mereka menyerang kalian?".
"Wilayah Laut selatan!
Wilayah itu adalah Wilayah perbatasan. Sejak dahulu, wilayah itu telah menjadi rebutan.
Di masa silam, terjadi Peperang yang cukup panjang antara kami dan kerajaan Vonggi.
Karena sadar dengan jumlah korban yang terus berjatuhan, saat itu Pemimpin dari kedua belah pihak bersepakat menempuh jalan Damai, dimana saat itu Raja Mudi dan Jamsu menandatangani sebuah Dokumen perdamaian yang dikenal dengan "PETAAMO". Sebuah dokumen kesepakatan bahwa wilayah itu akan
Menjadi Wilayah bersama.
Terbitnya Dokumen PETAAMO tak sepenuhnya berhasil menyelesaikan masalah.
Saat itu beberapa kerajaan besar lainnya berhasil memanfaatkan dokumen itu sehingga perang kembali terjadi.
Perang terbesar dalam sejarah, dimana Kami beraliansi dengan Kerajaan Taipa Madaika, sementara kerajaan Vonggi di bantu oleh kerajaan Tantere dan kerajaan Baka.
Peperangan itu Membuat dua Pemimpin kerajaan mati di medan pertempuran.
"Untuk mengindari banyaknya korban. Kita dua yang akan bertarung dengan sebuah kesepakatan, yang menang akan menguasai wilayah ini!".
"Tawaran itu di terima oleh Raja Jamsu!
Pertarungan antara Raja Jamsu dan Mudi memberi pelajaran bagi kita tentang Arti Kehidupan!".
Mereka berdua mengorbankan Diri untuk bangsa-nya.
Setelah berganti kekuasaan.
Raja Alex pun sepakat untuk kembali memberlakukan perjanjian PETAAMO!
Sejak saat itu Raja Alex dan Raja Jack bersatu.
Kembali bersepakat untuk menjaga perdamaian Disemua Daratan Tanah KALEDO.
Kini Kerajaan Vonggi mengkhianati perjanjian itu, dan berniat menguasai wilayah itu.
Ribusah pun terdiam.
Tanpa sadar kebencian mulai merayapi dadanya.
"Sekarang, apa rencanamu?".
"Setelah memakamkan Njodi, aku akan kembali ke medan perang!".-Ucap lelaki itu penuh dendam.
"Oh iya. Siapa Namamu?".
"Namaku Ribusah!".
Lelaki itu kembali Menatap Ribusah dengan tatapan tajam.
Kemudian berkata.
"Semua cerita tentang kekejaman di belantara ini sudah ku dengar!
Cerita tentang kesadisan Kelompok Black Tende!
Tanda itu. Apakah kau bagian dari mereka?".
Lelaki itu menghunuskan pedangnya.
Ribusah pun hanya tersenyum.
"Akuilah! jika kau tak mengakuinya, akan ku tebas lehermu!".-Ucapnya seraya menujukan pedang kearah Ribusah.
"Karena tanda ini ya?"-Ucap Ribusah seraya menunjuk tanda hitam di dagunya.
"Hmm. Ini adalah tanda alamiah!
Kamu memang benar, bahwa semua Manusia sama!
Mereka percaya hanya berdasarkan apa yang mereka dengar!".
Mendengar Sahutan Ribusah, lelaki itu pun menurunkan pedangnya.
"Maafkan aku!
Namu Kacong!
Oh iya. Jika kau tak keberatan, setelah memakamkan Njodi, maukah kau membantuku mencari Tumbuhan Obatan di belantara ini?".
"Baiklah. Aku bersedia!
Oh iya, Adikmu akan kau makamkan dimana?
Jika kau tak keberatan, maukah kau ku antarkan disuatu tempat?
"Tempat apa?".
"Tempat itu sangat indah!
Di penuhi bunga.
"Njodi". Aku ingin kau memakamkannya di tempat itu!
Bagiku Njodi adalah seorang malaikat perang!".
Kacong pun menerima tawaran dari Ribusah.
Air mata terus berlinang.
Kacong menggendong Adik tercintanya dengan penuh kenangan.
"Njodi. Selalu sayang padamu!
Kakak berjanji akan menjagamu!"
Bertekuk di depan batu yang tetata. Taburan bunga berwana memenuhi permukaan tanah.
Harum semerbak dan seruan alam mengantar kepergianya.
Sebuah perpisahan tanpa Air mata.
"Selamat berpisah Njodi!
Pergilah dengan jiwa yang tenang. Kembalilah pada tuhanmu. Tuhan semesta alam!".
Hening tercipta, saat kata terakhir di ucapkan.
Hening tercipta, saat kata terakhir diucapkan.
Suara Gemuru terdengar. Seketika Rintik hujan turun.
"Ribusah hujanya semikin deras!
Sepertinya kita harus mencari tempat berteduh!".
"Ya. Ikuti aku!"
Ribusah membawa Kacong Kesebuah Gua.
"Sepertinya tempat ini, cukup aman untuk berlindung!".
Perlahan, kabut datang menyelimuti belantara.
Hanya Sekejap, temaram pun datang melengkapinya.
Berdiri bertekuk tangan, menggiggil menahan dingin.
"Malam ini kita akan tidur disini".
Kau tunggu disini sebentar. Aku akan pergi mencari kayu Api!".
"Aku akan ikut menemanimu!".
"Hmm. Baiklah!".
Kegelapan belantara membatasi jarak pandang mereka.
Ribusah pun berkata.
"Tetaplah di belangku!".
Kayu telah terkumpul!
"Jangan memaksakan diri agar terlihat kuat!
Biar aku yang bawa sebagian!"
Ribusah pun Tersenyum.
"Baiklah!".
Saat kacong menaruh ikatan kayu di pundaknya, Ribusah pun kembali tersenyum seraya berkata.
"Apa kau mendengarnya?"
"Apa?".
"Sejak tadi ku dengar suara aneh!
Sudah empat kali ku hitung!".
"Suara aneh?".
Kacong pun memasang pendengarnya.
"Aku tak mendengar ada suara aneh!".
Ribusah pun tersenyum.
"Apakah kau masih cukup kuat menahan Rasa laparmu?".
"Aku tak lapar! -Ucap kacong dengan nada tandas.
"Hmmm, benar katamu!
Manusia semua sama. Agar terlihat kuat, mereka memilih untuk berpura-pura!
Jenis manusia lemah, karena tak punya keberanian untuk mengatakan yang sesungguhnya!".
Kacong pun membisu.
Menarik nafas dalam kemudian mengakuinya.
"Benar. Sebenarnya aku sangat lapar! Mungkin karena suhu di tempat ini cukup dingin, apalagi konsisiku sedang basah kuyup!".
"Bukan karena itu!
Tapi karena Sejak tadi pagi kamu belum makan!
Iya kan?".
"Hmm. Iya!".
"Sama!
Bokematede Ngana Wei!".
Ribusah pun terkekeh, kemudian diikuti Kacong.
"Baiklah, kamu tunggu disini!
Aku akan pergi mencari makanan! -Ucap Ribusah.
Kacong tak setuju dengan usulan itu. Berdiri pada posisi yang berbeda, mereka pun bersikuku.
"Tidak! Aku akan menemanimu!".
"Tidak!
Kamu tetap disini menjaga kayu-kayu ini!".-Ucap Ribusah seraya melangkah.
"Hmmm. Baiklah!".
Kacong pun mengalah dan mengikuti perintah Ribusah.