Chereads / Pangeran Kecil dan seekor Kunang-kunang / Chapter 2 - 2 Arti Kehidupan

Chapter 2 - 2 Arti Kehidupan

Matahari merekah, menembus tirai sampai ke sudut ruangan, menyibak kegelapan sisa semalam.

Duduk mengusap kantuk kemudian menatap pengunangan yang masih terlihat samar.

Pagi beku, suara burung merayu, udara mendayu menambah rayu, membuat tekad kembali kukuh.

"Pagi yang indah!".

Kata itu terucap saat Ratu menatap kedua putranya yang sedang terlelap.

Di balkon.

Bunga-bunga merona sedikit lembab, tertata berdasarkan jenisnya.

Ratu memandang kumbang sedang terbang melintas Gemulai.

Semut berjalan searah, burung terbang senada dan berbagai jenis lainnya yang sedang memulai hari dengan bersorak-sorai gembira.

Berdiri dengan Mata terpejam. Dihirupnya dalam-dalam bunga Jasminum putih dengan aroma khasnya.

"Harapan. Aroma kehidupan!".-

"Ribuyah, Ribusah!

Bangunlah!".

"Hmmm".

"Hari ini kita akan pergi mengunjungi suatu tempat!

Bangunlah!

Cepat bersihkan badan kalian!".-Ujar Ratu yang sedang duduk mengusap kepala mereka.

Seketika mata Ribusah membelalak. Tertegun, kemudian melangkah menuju kolam istana.

Melihat tingkah Ribusah, Ratu pun tersenyum kemudian mengikuti langkahnya membawa pakaian pengganti.

"Mandi yang bersih ya!".

"Iya Ibu!"-Sahut Ribusah sambil tersenyum.

Sementara, Ribuyah tetap berada pada posisinya.

"Ibu. Hari ini aku ingin mengikuti ayah berlatih!".

"Hmm, baiklah. Pakaianmu ibu letakan di atas meja ya!".

"Iya, terima kasih ibu!".

Dari arah kolam, Suara percikan Air terdengar.

Tak cukup semenit, Ribusah pun menghampiri ibunya dalam keadaan basah kuyup.

"Sudah selesai!

Pakaian penggantiku mana Ibu?".

Ratu pun tersenyum.

"Hmmm. Coba pegang kepalamu!

Masih berbusa!

Sana, kembali bersihkan!!".

"Umm. Temani aku Ibu!".-Ucap Ribusah sambil merengek.

"Tidak!

Kamu harus membersikannya sendiri!

Sana pergi!".

"Iya, tapi jangan tinggalkan aku!".

"Iya, Ibu takkan meninggalkanmu!

Hari ini kita akan pergi bersama!".

"Ibu janji?".

Ribusah pun menyodorkan Jari kelingkingnya.

"Iya. Janji!

Pergi sana!

Yang bersih ya!".

"Temani aku!".

"Hmm. Jika kamu tak mau, ibu akan tinggalkan kamu nih!

Mau?".-Ucap Ratu dengan lirih.

Dengan wajah masam pangeran Ribusah pun kembali ke Kolam itu. 

Menatap Ribusah, Ratu pun tersenyum sambil menggelangkan kepala.

Gelisah memandang ke arah Ibunda, Ribusah pun memutuskan mandi bersih kilat.

"Sudah bersih kan?".-Teriak Ribusah sambil menggenggam gayung.

Ratu pun menghampirinya.

"Sini berikan gayungnya!".

Ratu Meraup Air, kemudian mengusap wajah Ribusah dengan penuh kelembutan.

Dengan mata berbinar, Ribusah kegirangan setelah Ratu menekan pangkal hidungnya.

"Haha, jangan, sakit Ibu!".

"Sini biar hidumu sedikit mancung!"-Ejek Ratu.

Pagi mereka selalu secaria itu. Canda tawa yang menjadi sumber kekuatan Ribusah.

Sudah menjadi rutinitas Ratu. Tak ada pelayan yang ditugaskan khusus untuk itu.

Bukan karena tak ada yang mampu melakukannya, Namun ini adalah kehendak Ratu.

Baginya mengabiskan waktu bersama orang yang dicintainya adalah sebuah arti.

"Baiklah. Ribuyah Ibu berangakat ya!".

"Iya. Hati-hati Ibu!".

Melangkah melewati taman bunga. Semua prajurti tersenyum melewati mereka.

Saat mendekati gerbang istana Dua punakawannya mengejar memakai kereta.

"Maaf yang mulia Ratu!".

"Ada apa?".

"Raja memerintahkan kami untuk menaiki kereta ini!".

"Kembalikan saja keretanya!

Hari ini aku ingin berdua dengan Ribusah!

Jika Raja sudah kembali,  sampaikan padanya bahwa aku yang memerintahkan kalian!".

"Baik yang mulia Ratu".

Gerbang terbuka, seluruh punakawan melakukan penghormatan.

Melihat Ratu dan pangeran Ribusah berjalan, seorang petugas gerbang pun menghampiri mereka.

"Maaf yang mulia Ratu.

Apakah tak ada pengawal yang ditugaskan khusus mendampingi yang mulia Ratu?

"Mereka sudah ku perintahkan kembali!".

"Apakah Ratu tidak keberatan jika aku yang mengawal yang mukia Ratu?".

Mendengar ucapan punakawan itu, seketika Ribusah melangkah dan berdiri tepat dihadapan Ibunya.

Kemudian berkata.

"Biar aku yang menjaga ibuku!".-

Ucapnya sambil mengangkat pedang kayunya.

"Baiklah pangeran Ribusah!".

Senyum Ratu pun terukir melihat sikap pangeran Ribusah.

"Hmm. Ya, kamu tak perlu mengawal kami!

Sampaikan kepada Raja bahwa ini adalah perintah dariku!".

"Baiklah".

"Biar Ribusah yang akan menjagaku.

Iya kan Ribusah?".

"Ya, aku berjanji akan menjagamu ibu!".

Ratu pun bertekuk kemudian memeluk Ribusah.

"Ayo, kita pergi!".

***

Di ruangan Raja.

"Tumbuhan itu hanya ada di belantara!

kami berdua akan pergi mencarinya!".-Ucap Pawata.

"Baiklah. Terima kasih atas bantuan kalian!".-Ucap Raja.

"Ya. Semoga kami cepat menemukannya!

Baiklah. Kami berangkat!".-Ucap Regita.

"Ya. Kalian hati-hati!".

"Baik!".

***

Batu perkasa tertata sepanjang aliran sungai, kawanan ikan meyambutnya dengan ceria.

Berdiri dengan pakaian yang setengah basah, Ratu menggenggam tangan Ratu dengan sangat erat.

"Lihatlah. Itu!".

Ratu menunjuk seekor ikan berwarna putih bercorak biru.

"Coba lihat!

indah kan?".

"Ya".

Girang Ribusah, ia melangkah kearah ikan itu dan ingin menangkapnya.

Baru selangkah, Ratu menahan genggamannya, membuat langkah Ribusah terhenti.

"Ettss. Ikanya tak boleh tangkap!".

"Kenapa?"

"Ikan itu punya kehidupan juga loh, sama seperti kita!

Semua yang ada di dunia ini punya hak yang sama, ada bunga, pohon, serangga, lalat, kupu-kupu. Sebagai manusia kita harus menghormati itu. mengormati kehidupan mereka dan menyayanginya.

Apa kamu tahu?

Ikan itu punya ibu juga loh!

Kalau ikannya kamu ambil, nanti ibunya sedih.

Kamu mau? Kamu mau diambil orang juga dan berpisah sama ibu?".

"Tidak!".

Kalau itu terjadi, ibu juga akan  sedih. Ibu akan menangis dan mencarimu.

Mendengar keterangan Sang ibu, Ribusah memundukan langkahnya agar kembali berdiri sejajar dengan sang Ibu.

Sikap manjanya mulai merasukinya.

"Ibu, gendong aku!".-Bujuknya sambil merengek.

Ratu pun tersenyum. Kumudian mengecup kening pangeran.

"Kamu kan sudah besar, jadi tak perlu lagi digendong, kan?".

"Huum Ibu!".

"Sana kamu ambil tas nya!"

"Temani aku, ibu".

"Ribusah. Kamu harus mandiri. Mulai saat ini, kamu harus bisa melakukannya tanpa harus bergantung dengan Ibu!

Apa kamu mengerti?".

Ribusah pun hanya membisu mendengar Ucapan Sang Ibu.

"Ayo. Kita pergi!".

***

-Di tepi Belantara-

Menyelusuri jalan setapak, menatap tajam ke setiap sisi persimpangan.

"Regita. berhati-hatilah!".-Ucap Pawata yang sedang melangkah di hadapannya.

***

Memasuki pemukiman, melangkah di sepanjang jalan tebar senyuman adalah sikap Ratu ketika bertemu dengan seluruh Rakyat yang sedang melakukan penghormatan.

Langkah mereka berakhir di sebuah bangku panjang yang berada di sebuah pohon rindang.

"Ribusah, kita istrahat sebentar ya!".

"Siap Ratu!".-Ucap Ribusah kemudian tersenyum.

Duduk di sebuah bangku. Menatap bunga-bunga yang sedang merona.

"Ribusah, nanti bunga-bunga itu kamu kembalikan pada ibunya ya!".

"Iya. Ibu!".

Ribusah membatin dan terus menatap bunga-bunga yang berada di genggamannya.

Bunga pemberian Rakyat saat berjumpa di jalan.

Hadirkan tanya, Ribusah menatap deratan bunga yang merona yang tak jauh dihadapannya.

"Ibu, apakah bunga ini tempatnya disana?"-Ucapnya seraya menunjuk ke arah taman.

Mendengar pertanyaan Ribusah, senyum Ratu pun merekah. Kemudian berkata.

"Ya, ayo berdiri. kita temui bunga-bunga itu!".

Ratu meraih tangan Ribusah, dan menuntunnya melangkah.

"Ibu, bunga ini ibunya atau anaknya?

Kalau anaknya, ibunya lagi sedih ya? karena sedang mencarinya".

Langkah terhenti, Ratu bertekuk menghadap Ribusah.

"Iya, bunga ini adalah anaknya, sekarang ayo kembalikan ia pada ibunya!

Coba kamu lihat tuh, ibunya sedang menangis kan?".

Ribusah meletakan bunga itu di sela bunga yang berderet itu.

Ada kegelegaan pada batinya.

Ribusah pun kembali menemui Sang Ibu.

"Ibu, Sudah aku kembalikan ia pada ibunya".

"Pintar!

Ribusah, mulai sekarang kamu tak boleh merusak apa pun di alam ini ya!

Ingat kata ibu, semua yang ada di dunia ini punya kehidupan. Punya hak yang sama.

Kita harus sayang dan menjaga mereka, harus sayang pada ikan, kupu-kupu. Sayang pada bunga, pohon, kepada semua yang ada di dunia ini!

Ucapnya seraya mengusap kepala Ribusah.

"Iya ibu. Aku janji!".

"Baiklah. Ayo kita pulang!".

Awan gemawan terpapar jingga. Sebagian terlihat sedang berpindah, menari di langit senja.

Matahari telah merayapi horizon.

Seharian menghabiskan waktu, sejauh melangkah, langkah terakhir menuju pulang.