Chereads / Pangeran Kecil dan seekor Kunang-kunang / Chapter 4 - 4 Bintang Harapan

Chapter 4 - 4 Bintang Harapan

Di ujung malam, berdiri di balkon sambil menggenggam kedua tanggan pangeran.

Tanpa kata. Pangeran Ribuyah dan Ribusah berdiri menengadah langit.

"Sebentar lagi pagi akan tiba!

Aku tak ingin kau kembali bekukan hari!". -Ucap Raja dalam hati sambil memejamkan mata.

Matahari pun merekah, hangatnya mulai terasa.

Perlahan langit berwarna jingga.

Pagi ini sedikit berbeda, tanpa suara. Seakan semua telah pergi bersamanya.

Perlahan Raja membuka kedua matanya, kemudian mendongak.

"Ayah tak tahu, apakah bintang harapan kalian masih berada di balik awan itu?".-Ucap Raja sambil menetesakan air mata.

"Ya, ia selalu di sana!

Ibu selalu bilang pada kami, Bahwa Bintang adalah Harapan, Seperti Aku dan Ribusah!".-Ucap Ribuyah.

Sementara Ribusah hanya diam membisu. berdiri dengan mata terpejam.

Aroma jasminum benar-benar menambah kerinduannya.

"Ibu. Apakah pagi ini kau akan bangun?".

Air mata berlinang.

Kalut, Ribusah benar-benar tak memahami, apa yang sedang terjadi. Dibangunkan ayahnya secara tiba-tiba kemudian membawanya kebalkon.

Sunyi, burung dan serangga entah kemana. Bunga pun tak lagi merona.

Angin berhembus tanpa arah.

Perlahan, mega-mega datang menyelimuti langit.

Seketika pagi menjadi kelam.

Musim semi kali sungguh berbeda. Semua berganti bagai kilatan cahaya.

***

Rintik hujan mulai menyapa, punakawan berbaris di depan istana menghadap ke arah tumpukan kayu.

Ramai pelayat, berdiri mengenakan pakaian hitam, mengenggam payung, berderet melindungi diri dari jutaan rintik hujan.

Tangis pilu menuntun kepergiannya.

Semerbak jasminum putih menyebar jauh, dihempas angin, sebelum bara api membakarnya menjadi debu.

"Pada akhirnya hidup tentang kesendirian".

"Ia benar-benar pergi!.

Tak ada tangis lagi untukmu! bawalah sunyuman itu, tanggalkan duka bersamaku!"-Ucap Raja yang berdiri mengenggam obor didampingi Pangeran.

"Ibu benar-benar pergi!"-Ucap Ribuyah dalam hatinya.

"Nak, ayo masuk!".-Ucap Raja sembari menuntun pangeran menuju kamar istana.

Berdiri di depan Barisan.

Pande menatap Ribusah penuh tanya.

"Ayah!".

"Ya. Ada apa?".-Ucap Ratojeng.

Ribusah sedang sedih ya?".-Ucap Pande

"Iya!".

Nafas terasa berat.

Sebuah perpisahan tanpa air mata.

Termenung jauh. Kosong, semua membisu pada sudut-sudut gelap kamar istana.

Regita pun datang membawa sepenggal Roti.

"Ribusah!

Apa kamu sudah makan?".-Ucap Regita.

"Aku masih kenyang Kak!".

"Hmm. Ini Ada titipan untukmu dari Pande!

Kakak simpan di meja ya!".

Tak ada kata. Ribusah termenung sembari menatap sebuah Potret.

"Kasihan Ribusah!".

**

"Kita adalah satuan terkecil dari keabadian".

"Ku tahu saat ini kau sedang kesepian sayang. Tunggulah! Sebentar lagi aku akan datang menemanimu!".

"Rupanya kau disini!

Aku benar-benar tahu rasa itu!Itulah kenyataan. Terimalah dengan hati yang lapang!

Sebuah keniscayaan bagi setiap yang bernyawa. Tak ada ruang untuk menolaknya!".-Ucap Pawata Sambil mendekap Raja.

"Pawata!

Terima kasih atas kesetiaanmu padaku!".

"Sudah menjadi kewajibanku!

Oh iya!

Hari ini aku ingin mengajakmu ke taman.

menikmati ketenangan!

Apa kau berkenan?".

"Menikmati ketenangan ya?

Disini aku merasa tenang!

Berbicara dengan dinding kamar atau hanya sekedar melihat lukisan dan membaca semua tulisan-tulisan kami!

Pawata, Peganglah ini!

Ku titipkan Anak-anak padamu!".

***

Mengukir bayangangan, menari di atas linangan Asmara.

"Sayang, Aku merindukanmu!"

*

Berlari melewati Koridor.

Gelisah, dipenuhi linagan Air mata.

"Pawata!".

Regita menemui Pawata sedang duduk termenung.

"Hmm. Ada apa?

Tenang, duduklah!

Kamu kenapa?".-Ucap Pawata seraya menyodorkan segelas Air pada Regita.

"Paman meninggal!".-Ucap Regita terbata-bata.

***

Selepas kepergianya, saat ini balkon dipenuhi debu.

Bunga-bunga pun mengering dibunuh sunyi dan angkara.

Setelah kepergian Jack, saat itu juga Dwi murti menguasai istana.

"Sekarang akulah yang berkuasa di kerajaan ini!

Ojo, Cepat! Tangkap Anak-anak itu!".

***

Di gerbang istana, Ribuyah berdiri mendekap Ribusah.

Tangis pilu, peluh, air mata telah bercampur dendam.

"Bertahanlah adikku!

Saatnya berpisah. Pergilah mengikuti arah angin!

Railah kekuatan itu, dan Jadilah Galara sejati hingga tiba saatnya kita bertemu kembali tunaikan dendam!".

Saat itu juga Dua pengeran menerima Kutukan.

Pangeran Ribuyah berubah menjadi Harimau dan Ribusah menjadi Gagak.

Perlahan kesadaran-nya menggilang kemudian jatuh tak sadarkan diri.

"Regita bawah mereka pergi!".-Ucap Pawata

***

Di sebuah Ruangan Khusus.

Memakai jubah Hitam, terlihat Ojo dan Kolo sedang berdiri menunggu Perintah.

"Ku dengar Ribusah dan Ribuyah pergi dari kerajaan!

Apakah informasi itu benar?".-Ucap Kolo.

"Ya. Itu benar!".

"Kemana mereka?".-Ucap Kolo dalam hatinya.

Setelah menunggu lama, akhirnya Dwi Murti menunjukan batang hidungnya.

"Maaf jika kalian sudah menunggu lama!

Kalian berdua pasti sedang bertanya-tanya, mengapa aku memerintahkan kalian untuk mengunggu disini.

Aku ingin kalian berdua menyatakan kesetiaan kalian padaku!".

"Ya. Kami tak pernah melakukan pengkhianatan pada kerajaan!".-Jawab Kolo.

"Baiklah. Saat ini ku tugaskan kalian untuk membunuh Pawata!".

"Apa maksudmu?".

"Apa kau ingin menentang perintah ku kolo?".

Dwi Murti pun meghunuskan pedangnya seraya menatap tajam.

"Tidak. Mana mungkin aku berani menentangmu!".

Kolo pun menundukan kepalanya.

"Kolo, dalam Prinsip Spodong, Perintah adalah Perintah!

Apa kau mengeti?".

"Ya. Aku sangat mengerti tentang prinsip itu!

Tetapi Pawata tak pernah melakukan kesalahan. Apalagi melakukan pengkhianatan pada kerajaan!".

"Ya. Aku tahu itu!

Tetapi bagiku Pawata sangat berbahaya jika terus berada di kerajaan ini!

Katakan padaku Kolo, apakah kau juga ingin menentangku?".-Ucap Dwi murti seraya meletakan ujung pedangnya pada leher Kolo.

"Sudah ku katakan padamu!

Tidak mungkin aku menentangmu!".

"Hmm baiklah. Jika kau tak ingin melakukannya!

Ojo. Apakah kau juga menolak perintahku?".

"Tidak!".

"Bagus! Sekarang pergi, Lakukanlah!".

"Baik!".

"Kolo, aku tahu!

Selama ini kau sangat setia padaku. Aku pun mengerti mengapa kau menolak perintahku!

Maukah kau selalu disisiku?".

"Ya!

Aku telah berjanji. Apa pun yang terjadi, aku akan selelalu melindungimu!".

"Aku percaya itu!

Terimah kasih Kolo!

Mulai saat ini kau ku angkat menjadi Panglima.

Apa kau seteju?".

Kolo pun terdiam mematung.

"Bagaimana?

Apakah kau setuju?".

"Baiklah!

Aku menerima tawaranmu!".

"Terima kasih!

Ojo akan menggantikan Posisimu.

Apa kau setuju?".

"Jika itu keputusanmu, Aku setuju!".

"Baiklah!".

***

Memakai Jubah Hitam, seraya menatap keadaan.

"Sepertinya tempat ini aman untuknya".-Ucap Pawata seraya meletakan Ribuyah.

"Apakah kita akan meninggalkannya?".-Ucap Regita.

"Ya. Mereka terlalu bahaya jika terus bersama kita!".

***

Melangkah ayal, tak tentu arah. Dihempas badai, Jatuh kemudian bangkit lagi.

Jalani hari seorang diri sangatlah berat bagi Ribusah.

Langkah pun tak lagi sama, kini langkahnya dalam ketidak pastian.

Nafasnya Semakin terasa berat.

"Hidup! Hidup! Hidup!".

Kata itu diucapakan saat Ribusah jatuh tersungkur.

Ketika ia diselimuti lara, bayang itu selalu menghampirinya.

Saat ini Ribusah merasa bahwa ayah dan ibunya masih hidup.

Dalam benaknya, mereka hanya sedang terlelap lelah dan sebentar lagi akan terjaga dan datang mencarinya.

Keyakinan itu menjadi kekuatan baginya, membuatnya terus bertahan.

Sesekali Ribusah menengok ke belakang dengan harapan ibu dan ayahnya datang menemuinya dalam keadaan bercucuran air mata.

Ayal. Terus melangkah seraya menggenggam belati peninggalan mendiang ibunya.

Terus bertahan.

Saat malam tiba Ribusah merebah lelah di tanah yang tak beralas. Semakin larut matanya semakin melemah.

Di tikam dinginnya malam, berselimut lara. Selalu, seperti sedang terbangun dari mimpi buruk.

"Tenyata Hanya mimpi!".

Di ujung malam Ribusah terjaga.

Sadarnya, ia mengendus aroma bunga jasminum.

"Ibu!".

Seketika Ribusah Berdiri, Kemudian menatap langit di tengah kegelapan.

"Aku Rindu!".

Ribusah menangisi keabadian.

***

"Dia sudah kabur!

Sial!

Rupanya dia sudah tahu Rencana ku!".-Ucap Ojo penuh Amarah.

***

-Tepi belantara-

"Hanya disini tempat yang aman untuk kita!".-Ucap Pawata.

"Ya. Semoga Ribuyah dan Ribusah baik-baik saja!".-Ucap Regita.

"Ya!

Rahasiakan ini, Jangan beritahu siapa pun!".-Ucap Pawata Seraya melangkah.

"Baik!".