Chereads / Kado Natal Untuk Aku dan Anakku / Chapter 4 - DUKA DALAM BAHAGIA

Chapter 4 - DUKA DALAM BAHAGIA

Rumah sakit bersalin nampak ramai dengan kehadiran para pengunjung dijam jenguk sore ini. Nampak juga para perawat dan dokter lalu lalang bergantian menuju ruangan tujuan mereka masing-masing. Para penjaga keamanan pun terlihat sigap memperhatikan keramaian dengan HT di tangan mereka. Kamar-kamar pasien mulai dari ruangan dengan kelas yang harganya terjangkau sampai yang harganya mahal, terlihat dipenuhi oleh para pengunjung yang memanfaatkan waktu menjenguk. Sesekali canda tawa terdengar dari para penjenguk maupun dari Ibu yang baru melahirkan.

Salah satunya di kamar pasien yang Riga tempati. Kamar dengan kelas termahal yang memang biayanya sudah direncanakan Riga dan Isam agar Riga mendapatkan istirahat yang cukup dan agar pembicaraan mereka tidak didengar banyak orang, jika ada hal pribadi.

Riga nampak tersenyum, memandang bayi yang terbedong kain bedong berwarna merah muda. Perawat baru beberapa menit yang lalu mengantarkannya kepada Riga. Bayinya berkulit putih bersih, cantik, dengan hidung mancung, dan bibir kecil berwarna merah. Putri kecilnya nampak pulas tertidur. Nampak seorang wanita paruh baya menemani Riga di ruangan itu. Duduk disamping kasur pasien, membantu apa yang dibutuhkan Riga, entah dalam hal mengambilkan barang, membelikan makanan dan minuman, maupun mengantar ke kamar mandi. Karena persalinan dilakukan secara normal, Riga bisa langsung berjalan walau masih terasa sakit dan perih pada bagian rahimnya.

Sebelum wanita paruh baya tersebut tiba, ada beberapa tetangga yang menjaga dan menunggu Riga hingga Riga melahirkan. Beberapa dari mereka juga ada yang langsung mengabari pihak keluarga termasuk mengabari Isam. Di rumah sakit mana Riga melahirkan dan di ruangan apa.

"Mau dikasih nama siapa anaknya, Riga?" tanya wanita ini memecah kesunyian.

"Nanti. Mau dirundingkan sekali lagi sama Mas Isam, Bu. Riga mau mendiskusikan sekali lagi sama anak Ibu," ucap Riga.

"Tapi sudah siapkan namanyakan?" tanya Ibu ini yang ternyata adalah orang tua Isam.

"Sudah, Bu," jawab Riga. Suara mereka tidak bisa terlalu keras karena takut akan membangunkan bayi mungil yang sedang tertidur.

Pintu kamar Riga terbuka, seorang laki-laki masuk dengan wajah gusar. Ia juga nampak panik dan bingung. Air mata nampak jelas mengalir dari kedua matanya. Ia habis menangis sesunggukan. Riga yang melihat pemandangan itu langsung khawatir dengan pikiran buruk yang segera ia tepis.

Tuhan, semoga tidak ada hal buruk... batin Riga.

"Nak, kamu kenapa, nak?" tanya Ibu ini panik segera berdiri dari duduknya. Nampaknya, Ibunya tidak pernah melihat anak laki-lakinya yang ini menangis sesunggukan seperti ini.

Tak ada jawaban penjelasan darinya. Hanya tangisan lagi yang keluar dan dia melipat tangannya ditepi kasur, menjadikannya sandaran kepalanya menghadap ke bawah untuk menangis.

"Baskara, ada apa?" Riga membuka suara dengan pertanyaan. Laki-laki yang bernama Baskara, yang tak lain adalah adik Isam, langsung memeluk Riga.

"Kak, kakak yang sabar ya..."

Riga melepaskan pelukan. Wajahnya berubah menjadi takut. "Apa? Maksud kamu apa yang sabar? Memang ada apa? Kenapa?" tanya Riga bertubi.

"Kak Isam.. Kak Isam..." ulangnya terbata-bata.

"Iya. Mas Isam kenapa?!" tanya Riga tak sabaran dengan hati yang sudah dirundung ketakutan.

"Cepet toh, le, ngomongnya ada apa..! Jangan bikin orang.."

"Bu, Kak Riga... Kak Isam... Kak Isam kecelakaan," ucap Baskara memotong perkataan Ibunya.

Bak petir disiang bolong, Riga terkejut. Ia shock, dadanya mendadak sesak. Tanpa sadar ia ternganga dengan mata membelalak. Begitupun Ibunya.

"Jangan bercanda kamu, Baskara! Ini ngga lucu!" ucap Riga berharap apa yang didengarnya tidaklah benar.

"Baskara ngga bercanda, Kak! Baskara beneran! Barusan ada pihak rumah sakit yang ngabarin ke nomor handphone Baskara, kalau mereka menerima pasien atas nama Isam Jauzan dan mereka sebutkan ciri-cirinya, kecelakaan mobil di jalan Jakarta pas mau arah kesini. Mereka ngga bisa nelfon Kak Riga karena hape Kak Riga ngga aktif," jelas Baskara dalam tangisnya yang semakin pecah.

"Terus Mas Isam gimana sekarang keadaannya?" tanya Riga tak sabar.

Baskara semakin menangis.

"Bas.."

"Kak Isam meninggal di rumah sakit, kak. Nyawanya ngga tertolong karena darah yang keluar terlalu banyak," jelas Baskara dan tangisnya semakin pecah.

Riga menutup mulutnya. Air matanya meluap tak terbendung, sementara putri kecil dalam gendongan tangan kirinya nampak tak bergeming. Ibu yang mengetahui anaknya meninggal pun menangis dan meraung.

Riga menggeleng-gelengkan kepalanya dengan agak melambat. Pandangan matanya kabur karena air mata yang terus keluar. "Ngga mungkin, Bas. Ini ngga mungkin!" ucap Riga tak percaya. Baskara segera mengambil alih menggendong bayi itu, menghindarkan dari Riga yang diduganya akan menangis dan berteriak. Benar saja, Riga meraung dan menangis sejadinya.

"NGGA MUNGKIIIIN!!! INI NGGA MUNGKIIIIN!!! ISAAAMM!!! MAS ISAAAMMM..!!!" teriak Riga sembari menangis. Riga berusaha melepas infus yang menancap dan menyingkirkan selimut yang menutupi kedua kakinya. Baskara yang melihat itu bingung, entah harus berbuat apa. Melihat Ibu dan Riga yang memangis dan meraung sedih bersamaan, Baskara bingung menenangkan yang mana. Sementara bayi dalam gendongannya mulai ikut menangis.

Mendengar teriakan tangkis dan raungan sedih dari salah satu kamar, beberapa suster dan dokter datang ke dalam kamar tersebut dan segera menenangkan. Dengan terpaksa memberikan obat penenang kepada Riga dan juga menenangkan Ibu dengan sebuah pelukan dari suster.

Riga terkulai lemas. Dalam baringnya, ia menatap ke langit-langit kamar.

"Ngga mungkin... ini ngga mungkin, Mas Riga..." lirihnya kemudian matanya terpejam dan air mata terus mengalir. Ia menangis bersama dengan pilu yang dia rasakan. Sebuah kejadian yang tidak ia duga pada akhirnya. Kejadian menjelang maghrib ini, harusnya menjadi kabar gembira dengan gelak tawa. Tapi justru menjadi tangis pilu yang memecah ruangan.